Damai Hari Lubis-Pengamat Hukum & Politik Mujahid 212
Satu Capres yang sudah pasti adalah Anies Baswedan, yang diusung dan dikawal oleh 3 partai, Nasdem, PKS dan Partai Demokrat. Mereka bergabung didalam Koalisi Partai Perubahan Untuk Persatuan/KPP. Bertekad bulat ingin melakukan perubahan holistic dari politik dan agenda kontemporer 2014-2019 dan 2019-2024.
Sementara mereka yang ingin mempertahankan sistim kontemporer, yakni Partai Koalisi Besar, yaitu gabungan antara 5 Partai, ” Golkar, Gerindra, PKB, PAN, dan PPP. yang menjagokan Prabowo Subianto “. Lalu belakangan PPP. hengkang bergabung ke Poros PDIP. Yang menjagokan Capres usungan PDIP. yakni, Ganjar Pranowo.
Bahwa mereka kedua kubu melihat, ” realitas fenomena dan animo mayoritas masyarakat bangsa ini, begitu antusias bakal memilih, dan berhasil meraih kemenangan untuk Capres Anies, dengan alasan, memang mayoritas publik nyata inginkan lahirnya perubahan daripada sistem kontemporer dibawah kepemimpinan Jokowi yang nyata terpuruk disegala bidang kehidupan.
Hal kemenangan Anies ini nampak melalui banyak data dari beberapa lembaga survei yang memiliki integritas, yang parallel dengan hasil polling-nya, Anies selalu unggul jauh dari Prabowo maupun Ganjar. Salah satunya adalah Polling yang diselenggarakan oleh Indonesia Lawyer Club atau ILC.
Maka untuk itu, kubu koalisi para pendukung Prabowo dan Ganjar, terpaksa berinisiatif menggabungkan diantara dua kubu kekuatan koalisi partai mereka diluar KPP. Yakni Koalisi Partai Besar dan Kubu Poros PDIP. demi mengantisipasi prediksi kekalahan karena terpecahnya suara mereka yang sebenarnya sama-sama ingin mempertahankan kursi kekuasaan selama ini yang diperoleh dan diberikan oleh Jokowi, selain demi penolakan terhadap agenda politik perubahan.
Seandaik mereka tak bersatu, ini adalah highrisk. Suara mereka terpecah. Disutlah Anies akan meraih kemenangan mutlak secara siginifikan. Lalu kekalahan dan perubahan sistim membuat mereka terjungkal kandas dari kursi kekuasaan selama ini, pun agenda yang hendak mereka pertahankan akan kandas.
Untuk itu mau tak mau, namanya juga politik, mereka terpaksa harus duduk bersama dan akan bersepakat menentukan, apakah Prabowo or Ganjar, yang resmi akan diajukan untuk berkompetisi demi mengalahkan Capres Anies.
Sebagai Capres emas dari kedua kubu yang sama-sama didukung oleh istana regime Jokowi, selain persoalan gengsi, juga ambisinya extra tinggi, yang sejak lama dipersiapkan. Selama ini, sejak kekalahan 2 (dua) kali capres, sampai-sampai Prabowo mengorbankan dirinya menjadi pembantu kabinet eks seterunya, bahkan sampai merendahkan diri dengan sering menyanjung Jokowi, maka Prabowo punya kans lebih besar daripada Ganjar untuk menjadi kompetitor Capres versus Anies.
Berdasarkan data pusat statistik, Ganjar tidak becus sekedar mengurusi daerah Jawa Tengah, yang hasilnya sebagai provinsi termiskin di Indonesia.
Ada dua catatan penting ;
1. Prabowo harus keras bertahan untuk terus maju sebagai Capres di – 2024, walau cukup bergabung bersama PKB. Kerena sudah cukup mencapai target perolehan jumlah 22 % Presidential Threshold atau sudah mencukupi persyaratan KPU. Menjadi bakal Capres di Pilpres 2024 ;
2. PKB tidak ikut hijrah bergabung bersama Golkar, PAN dan PPP Ke Poros PDIP.
Serta khusus Megawati, agar ego nya berhasil mengusung Petugas Partainya Ganjar Pranowo sesuai Keputusannya Pada Hari Jum’at, 21 April 2023 di Istana Batu Tulis, Bogor, sebagai Capres di pilpres 2024, maka agar dirinya dapat menyingkirkan kembali Prabowo seperti pola pada peristiwa 16 Mai 2009 di tempat yang sama Istana Batu Tulis, Bogor. Maka selaku Ketum PDIP. Megawati harus pandai dan jeli merangkul hingga membuat hijrah Golkar, PAN dan PKB. seperti dirinya merangkul PPP.
“Bahkan jika perlu perintahkan Jokowi, mumpung Sang Petugas Partai masih menjabat Presiden RI agar memaksa dengan menarik paksa jerat yang ada dileher Para Ketua Umum Partai-Partai tersebut ‘ melalui KPK, atau Kejagung RI. yang memang saat ini belum daluwarsa hukum bagi dugaan terpaparnya delik korupsi yang pernah mereka lakukan “.