Vivid mengatakan penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap saksi ahli tentang kode etik profesi advokat. Berdasarkan keterangan saksi ahli, Alvin Lim dalam kanal YouTube-nya Quotient TV, tidak sedang menjalankan profesi sebagai advokat saat menyebut Kejaksaan sebagai sarang mafia.
Jakarta – Fusilatnews – Menanggapi pernyataan Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Adi Vivid Agustiadi Bachtiar yang menegaskan jajarannya sudah melalui aturan dan SOP.
Istri advokat Alvin Lim, Phioruci Pangkaraya, mengatakan penyidik Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri hanya ingin mentarget Suaminya, Dan Enggan mencari kebenaran materiil dalam penanganan perkara yang menjerat suaminya
Vivid mengatakan penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap saksi ahli tentang kode etik profesi advokat. Berdasarkan keterangan saksi ahli, Alvin Lim dalam kanal YouTube-nya Quotient TV, tidak sedang menjalankan profesi sebagai advokat saat menyebut Kejaksaan sebagai sarang mafia.
Phioruci mengatakan Alvin dalam kanal YouTube itu sedang mempersoalkan ada jaksa yang memeras kliennya berdasarkan narasumber yang diterima. Alvin saat itu menyinggung kliennya dirugikan karena mobilnya disita jaksa dan diperas puluhan juta.
Namun yang diproses polisi adalah pengacara yang membela korban. Phioruci mengatakan ini tidak sesuai dengan asas manfaat dari keadilan.
“Apalagi Alvin Lim berbicara dalam kapasitasnya sebagai pengacara yang sedang membela kliennya yang diperas oknum jaksa,” kata Phioruci saat dihubungi awak media, Rabu, ( 30/8).
Phioruci mengatakan seharusnya polisi bisa menilai dan menghentikan penyidikan. Sebab, kata dia, apa yang dilakukan Alvin tidak berbeda dengan yang dilakukan Kadiv Humas Polri saat menjelaskan duduk perkara kasus yang ditangani penyidik Polri.
“Mereka memiliki kekebakan hukum dalam menjalankan tugas. Ini diatur oleh undang-undang,” tuturnya.
Singgung soal UU Advokat
Adapun terkait alasan polisi yang tidak bisa menolak laporan masyarakat, Phioruci menyinggung asas lex spesialis derogate lex generali, atau aturan khusus mengesampingkan aturan umum. Sehingga, menurut dia, Polri seharusnya memperhatikan ketentuan soal imunitas advokat dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat.
“Dalam menjalankan tugas pembelaan, advokat tidak dapat dituntut secara pidana maupun perdata dalam pembelaan klien di luar dan dalam persidangan dengan itikad baik,” kata Phioruci.
Selain itu, Phioruci menyebut ada pelanggaran prosedur dalam penetapan tersangka Alvin dan pelimpahan berkasnya ke Kejaksaan. Sebab, penyidik tidak memeriksa dirinya sebagai saksi kunci dan sumber berita yang menyebutkan ada dugaan pemerasan.
“Ditambah P19, jaksa juga menyebutkan tidak ada unsur pencemaran dan kebohongan apalagi SARA dalam Kejaksaan sarang mafia karena Kejaksaan bukan hal SARA melainkan institusi,” kata dia.
Kasus ini bermula ketika mobil Mazda Biante milik Phioruci disita olek Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan pada 2019. Saat itu, Alvin dan Phioruci belum menikah.
Phioruci kemudian dihubungi seseorang bernama Hadi yang mengaku mendapat surat kuasa dari perusahaan leasing untuk menarik kendaraan tersebut. Hadi kemudian disebut meminta uang puluhan juta kepada Phioruci.
Berdasarkan pengakuan Hadi, uang itu untuk jaksa Sri Astuti yang menangani perkara tersebut. Akan tetapi, mobil tersebut tak kunjung kembali setelah Phioruci menyerahkan uang kepada Hadi. Pasalnya, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak pinjam pakai mobil tersebut.
Phioruci pun menagih uangnya kembali ke Hadi. Akan tetapi, Hadi beralasan Sri Astuti tak mau mengembalikan uang tersebut.
Alvin sempat membuat aduan kasus ini ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan dan Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan, akan tetapi aduan itu tak mendapatkan tanggapan. Alvin Lim kemudian membongkar kasus ini melalui chanel Youtube miliknya.
Akibat celotehannya itu, Alvin dilaporkan sejumlah jaksa ke Bareskrim Polri. Persatuan Jaksa Republik Indonesia (Persaja) wilayah Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta melaporkan Alvin karena diduga telah menyebarkan berita bohong dan atau ujaran kebencian.