Mantan Sekertaris Front Pembela Islam (FPI) Munarman dijerat pasal hukuman mati dalam kasus dugaan tindak pidana terorisme yang menjeratnya. Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Munarman dengan pasal 14 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme karena Munarman dianggap sebagai orang yang berpengaruh. Hal itu disinggung JPU dalam sidang lanjutan kasus dugaan tindak pidana terorisme yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rabu (2/2/2022). Dikutip Dari SINDOnews
Dalam persidangan tersebut, JPU menanyakan kepada AR selaku saksi yang dihadirkan terkait kedudukan Munarman di organisasi FPI. ”Harus orang yang intelektual, artinya orang yang didakwa dengan dakwaan ini adalah orang yang memiliki pemahaman tinggi tentang ilmu atau mempunyai pengaruh,” kata JPU.
JPU menyinggung pasal 14 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme karena pasal tersebut menerangkan hukuman mati baru dapat digunakan kepada seseorang yang berpengaruh dan memiliki kedudukan tinggi. ”Yang saya ketahui pertama itu beliau (Munarman) ketua daripada lembaga hukum yang ada di FPI, yang kedua beliau sekertaris. Jadi artinya terdawa memiliki kedudukan yang terhormat dan pengaruh yang kuat di FPI, betul?,” tanya JPU kepada saksi AR.”Betul sekali pak Jaksa,” jawab AR. Adapun bunyi pasal 14 yakni “Setiap orang yang dengan sengaja menggerakkan orang lain untuk melakukan tindak pidana terorisme sebagaimana dimaksud dalam pasal 6, pasal 7, pasal 8, pasal 9, pasal 10, pasal 10A, pasal 12, pasal 12A, dan pasal 12B, dipidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara 20 tahun.” Namun di tengah persidangan saat JPU menanyakan hal tersebut kepada saksi, Majelis Hakim memotong pertanyaan JPU.Majelis Hakim menegur JPU Karena apa yang ditanyakan mengarahkan kepada kesimpulan.
Sementara AR adalah saksi fakta yang menyangkut perihal kejadian proses pembaiatan sebagaimana dalam dakwaan.”Penuntut umum itu kesimpulan ya, jangan disampaikan, lainnya pertanyaan silahkan,” ujar hakim. Sebagai informasi, Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) itu didakwa merencanakan atau menggerakkan orang lain melakukan tindak pidana terorisme. Dia disebut menggunakan ancaman kekerasan yang diduga untuk menimbulkan teror secara luas. Termasuk juga diduga menyebar rasa takut hingga berpotensi menimbulkan korban yang luas. Selain itu, perbuatannya mengarah pada perusakan fasilitas publik. Selain itu, Aksi Munarman diduga berlangsung pada Januari hingga April 2015 di Sekretariat FPI Kota Makassar, Markas Daerah Laskar Pembela Islam (LPI) Sulawesi Selatan, Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Sudiang Makassar, dan Pusat Pengembangan Bahasa (Pusbinsa) UIN Sumatera Utara. Atas hal tersebut Munarman didakwa dengan Pasal 14 Jo Pasal 7, Pasal 15 Jo Pasal 7 serta Pasal 13 huruf c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.