OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA
Status Indonesia sebagai negara maritim tampaknya tidak menjamin nelayan hidup dengan makmur. Survey Sosio Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2017 menunjukkan nelayan sebagai salah satu profesi paling miskin di Indonesia. Sebanyak 11,34% orang di sektor perikanan tergolong miskin, lebih tinggi dibandingkan sektor pelayanan restoran (5,56%), konstruksi bangunan (9,86%), serta pengelolaan sampah (9,62%). Hal tersebut kelihatan nya mengakibatkan berkurangnya jumlah orang muda yang ingin berprofesi sebagai nelayan.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat, jumlah nelayan Indonesia menunjukkan tren yang semakin menurun sejak 2017. Ketika itu, jumlah nelayan Indonesia sempat mengalami kenaikan 1% dari 2,64 juta menjadi 2,67 juta. Jumlah nelayan di Indonesia kemudian menurun 1,1% menjadi 2,64 juta pada 2018. Angkanya pun kembali menurun 9,5% menjadi 2,39 juta pada 2019. Nelayan tersebut mencakup nelayan laut, nelayan perairan umum darat, dan pembudidaya.
Rumah tangga nelayan miskin di negara kita, baik nelayan budidaya atau pun nelayan tradisional, memang jumlah nya tidak terlampau besar. Dibandingkan dengan petani, jumlah nelayan memang kecil. Apalagi jika dibandingkan dengan jumlah penduduk negara kita yang kini ditaksir sudah menembus angka 270 juta jiwa.
Namun begitu, secara politik keberadaan nelayan perlu diperhitungkan. Tangis dan jeritan nya bisa saja melumpuhkan sebuah kekuasaan. Kemiskinan yang mendera kehidupan nelayan, bisa menjadi komoditas politik. Para politisi dapat menjual nya sesuai dengan kepentingan. Terlebih-lebih ketika suatu rezim ingin mengokohkan kekuasaan nya.
Itu sebab nya, mengapa di era Orde Baru yang nama nya buruh, petani, pemuda dan nelayan, senantiasa mendapat “penanganan” khusus dan serius. Para nelayan pun diwadahi dalam satu kelembagaan, yang dikensl dengan nama Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia alias HNSI. Lembaga inilah yang dijadikan corong Pemerintah sekira nya ada hal-hal yang bersangkut paut dengan kehidupan kaum nelayan.
Dalam perkembangan selanjut nya, terlebih-lebih seusai Orde Baru tumbang dan digantikan oleh Orde Reformasi, maka kelembagaan yang berkaitan dengan nelayan ini banyak bermunculan. Era Reformasi betul- betul memberi ruang gerak yang cukup leluasa untuk melahirkan lembaga kemasyarakatan baru, yang selama Pemerintahan Orde Baru terjerat oleh kooptasi kekuasaan yang sangat ketat.
Setiap Partai Politik terlihat membuat “underbow” masing-masing. HNSI tidak lagi menjadi satu-satu nya organisasi kaum nelayan. Asal sesuai dengan aturan perundangan yang ada maka siapa pun boleh untuk membuat nya. Munculah Perhimpunan Petani dan Nelayan Seluruh Indonesia (PPNSI). Ada Serikat Nelayan Indonesia (SNI). Ada Gerakan Tani dan Nelayan Indonesia dan lain sebagai nya lagi.
Selain kaum tani, khusus nya yang beratriburkan petani gurem dan buruh tani, yang nama nya kaum nelayan pun merupakan warga bangsa kita yang kondisi kehidupan nya masih memprihatinkan. Mereka terekam harus berjuang keras guna menyambung nyawa dari hari ke hari nya. Tantangan alam yang keras membuat kaum nelayan harus selalu siap menghadapi nya. Tidak ada kata lelah untuk menerjang ombak demi menghidupi anak dan istri nya.
Tidak ada kata jera dalam melawan ganas nya lautan dan jagat raya. Mereka harus terus melaut agar dapur rumah nya tetap ngebul. Berangkat pagi belum tentu pulang sore hari. Ada kala nya mereka berhari-hari di laut lepas. Jika nasib lagi baik mereka pulang membawa banyak ikan, namun bila sedang apes terpaksa pulang dengan tangan hampa. Sebuah potret kehidupan anak bangsa di Tanah Merdeka.
Kesengsaraan yang mendera nasib dan kehidupan kaum nelayan, sudah saat nya kita rubah dan mengganti nya dengan potret kehidupan yang lebih pantas bagi seorang warga negara. Nelayan, tidak boleh lagi hidup dalam bayang-bayang kemiskinan yang menghantui nya. Ini penting dicatat karena nelayan gurem dan nelayan buruh memiliki hak untuk disejahterakan.
Nelayan, sesegera mungkin harus terbebaskan dari belenggu kemelaratan yang mencengkram nya. Sebagai sesama anak bangsa, tentu kita akan merasa sedih menyaksikan sesama nya hidip sengsara. Lilitan kemiskinan yang menjerat mereka tidak bisa lagi kita biarkan. Inilah tugas mulia yang perlu kita wujudkan demi tercipta nya kehidupan kaum nelayan yang lebih berdaya dan bermartabat.
Derita nelayan di pesisir-pesisir pantai, sudah waktu nya kita renungkan dengan seksama. Ada nya langkah Pemerintah yang telah melahirkan Undang Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi-daya Ikan fan Petambak Garam (UU NO. 7 Tahun 2016) yang mengatur pembelaan, perlindungan dan pemberdayaan nelayan, sepantas nya pula kita kawal dengan serius.
Nelayan beserta keluarga nya jangan kita biarkan menggelepar dalam lautan kemiskinan yang tidak berkesudahan. Sebagai warga bangsa yang berpribadi, mereka pun memiliki hak untuk hidup layak di negeri ini. Kita harus berkeyakinan dalam kurun waktu yang tidak terlampau lama lagi, kita bakal mampu mewujudkan nya.
Kemiskinan nelayan adalah borok pembangunan yang harus segera diobati. Jangan sampai borok itu menyebar sehingga menjadi perbincangan yang tidak berkesudahan. Kemiskinan nelayan berbeda dengan kemiskinan petani. Kemiskinan yang menyelimuti kehidupan nelayan jauh lebih rumit dan kompleks. Nilai-nilai sosial dan budaya yang melekat di dalam nya membutuhkan terapi khusus untuk mencari sulosi terbaik nya.
Ikatan primordial yang kuat disertai dengan hubungan emosional yang telah mendarah-daging antara Juragan dan Pandega, membuat jeratan kemiskinan yang melekat dalam kehidupan kaum nelayan, seperti lingkaran setan yang tak berujung pangkal. Pandega benar-benar sangat tergantung kepada sang Juragan. Pandega seolah-olah sudah hilang kedaulatan hidup nya.
Upaya memutus kekentalan hubungan antara Juragan dengan Pandega sendiri, telah sering dilakukan, terutama lewat program dan kegiatan yang arah nya membangun kualitas sumber daya
manusia dan penataan kelembagaan di kalangan kaum nelayan. SDM dan PENGUATAN KELEMBAGAAN ditengarai menjadi kata kunci untuk memberdayakan dan memartabatkan nelayan miskin.
Genderang perang memerangi kemiskinan nelayan, telah dibunyikan sejak lama. Setiap Pemerintahan yang diberi ananah menakhkodai bangsa ini, selalu komit bahwa kemiskinan kaum nelayan, perlu untuk diselesaikan. Akan tetapi, sekali pun secara kemauan politik Pemerintah cukup serius untuk melakukan nya, namun dalam tindakan nyata di lapangan, kita masih dibenturkan pada berbagai masalah yang menghadang nya. (PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).