Hari ini Prabowo Subianto akan menjadi Presiden RI yang ke 8. Seperti biasa, bagi rakyat hanya berhadap ada perubahan yang signifikan. Sebaliknya, bagi Prabowo Subianto, bagaimana mengelola amanah kekuasaan ini bisa mencaoai tujuan-tujuan yg diinginkannya.
Uraiab kali ini, mencari rumus kekuasaan, untuk mengetahui seberapa kuat dan lama ia akan berkuasa. Dalam teori yang tidak terlalu banyak difahami, tetapi dilaksanakan adalah soal “berbagi Gula kekuasaan”. Hal ini dapat dirumuskan sebagai sebuah pendekatan politik. Ia menggabungkan faktor dukungan, distribusi manfaat, dan keseimbangan kekuatan. Meskipun tidak ada rumus matematis yang baku, konsep ini dapat dijelaskan dengan cara berikut:
Kekuasaan akan langgeng jika pendukung utama (elites, pemilih, dan kelompok kepentingan) menerima cukup manfaat dari kekuasaan yang dipegang hingga mencapai sekitar 60%. Artinya, jika kelompok pendukung mendapatkan insentif atau “gula kekuasaan” yang cukup dalam bentuk keuntungan politik, ekonomi, atau sosial, maka mereka akan terus memberikan dukungan kepada pemegang kekuasaan.
Secara sederhana, rumus kekuasaan ini dapat dipahami melalui logika distribusi kekuasaan dan manfaat:
- Distribusi Manfaat: Pemegang kekuasaan perlu mendistribusikan manfaat atau sumber daya secara strategis kepada kelompok-kelompok yang memiliki pengaruh dalam mempertahankan kekuasaannya. Manfaat ini bisa berupa posisi penting dalam pemerintahan, proyek infrastruktur, kebijakan yang menguntungkan, atau akses ekonomi.
60% Gula Kekuasaan: Pendukung inti (baik partai politik, pemilih, oligarki, atau kelompok kepentingan) perlu menerima setidaknya 60% dari manfaat atau “gula kekuasaan” untuk terus mendukung pemegang kekuasaan. Jika lebih dari 60% pendukung utama merasa diuntungkan, kekuasaan akan cenderung stabil dan langgeng. Sebaliknya, jika pendukung utama hanya menerima sedikit atau tidak cukup manfaat, mereka cenderung berpaling atau bahkan melawan kekuasaan.
Penyeimbangan Kekuasaan: Pemegang kekuasaan juga perlu memastikan bahwa tidak ada satu kelompok yang terlalu kuat atau terlalu dominan, agar kekuasaan tidak terancam oleh adanya konsentrasi kekuatan yang terlalu besar pada satu entitas. Keseimbangan kekuasaan antara berbagai kelompok pendukung adalah kunci.
Sebagai contoh, banyak pemerintahan di seluruh dunia menerapkan strategi ini dengan memberikan proyek-proyek pemerintah, jabatan publik, atau insentif ekonomi kepada kelompok pendukung mereka. Dalam konteks otoritarian atau semi-demokrasi, strategi ini sering digunakan untuk mempertahankan kekuasaan dengan cara memberikan sebagian besar keuntungan kekuasaan kepada elite politik, militer, atau oligarki.
Contoh Konseptual Rumus Kekuasaan:
K = D x 60%
Di mana:
– K = Kekuasaan yang langgeng
– D = Dukungan dari kelompok utama (elite politik, ekonomi, sosial)
– 60% = Proporsi minimal manfaat yang didistribusikan kepada pendukung utama
Dengan rumusan ini, jika kekuasaan mendistribusikan setidaknya 60% manfaat kepada pendukung utama, maka kekuasaan cenderung stabil. Jika distribusi manfaat turun di bawah 60%, risiko keruntuhan atau ketidakstabilan kekuasaan meningkat.
Implementasi Praktis:
- Pemerintahan otoritarian: Mengelola elite politik dan militer dengan memberi mereka akses pada sumber daya negara.
- Demokrasi: Mendapatkan dukungan politik dengan memberikan kebijakan populis yang menguntungkan mayoritas pemilih atau kelompok kepentingan.
- Koalisi politik: Menjaga koalisi dengan memberikan posisi atau manfaat politik kepada partai koalisi untuk menjaga dukungan.
Dengan demikian, “gula kekuasaan” adalah metafora untuk manfaat yang didistribusikan guna menjaga kestabilan kekuasaan di tangan satu individu atau kelompok.