Oleh: Karyudi Sutajah Putra, Analis Politik pada Konsultan dan Survei Indonesia (KSI).

Jakarta, Fusilatnews – Dimatisurikan oleh Habibie, dihidupkan kembali oleh Jokowi. Namun, kini pangkatnya terancam dicopot lagi.
Demikianlah nasib pangkat kemiliteran Prabowo Subianto, Menteri Pertahanan yang juga Presiden RI terpilih hasil Pemilu 2024.
Ya, Prabowo yang mantan Komandan Jenderal Kopassus itu diberhentikan secara hormat dari dinas keprajuritan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), kini Tentara Nasional Indonesia (TNI) melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor: 62/ABRI/1998 tentang Pemberhentian Letnan Jenderal Prabowo Subianto.
Keppres yang ditandatangani Presiden BJ Habibie pada 20 November 1998 itu untuk menindaklanjuti Surat Menhankam/Pangab Nomor: R/811/P-03/15/38/Spers tanggal 18 November 1998 tentang Usul Pemberhentian dengan Hormat dari Dinas Keprajuritan ABRI. Saat itu Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima ABRI (Menhankam/Pangab) dijabat Jenderal TNI Wiranto.
Prabowo yang saat itu menyandang pangkat letnan jenderal dikaitkan dengan penugasan Satuan Tugas (Satgas) Mawar atau lebih dikenal sebagai Tim Mawar untuk menculik aktivis prodemokrasi tahun 1997/1998.
“Bahwa dengan telah diakhirinya masa dinas keprajuritan di lingkungan ABRI atas nama Letjen TNI Prabowo Subianto NIP: 27082 perlu dikeluarkan keputusan pemberhentian dengan hormat dari dinas keprajuritan ABRI,” demikian bunyi Keppres tersebut.
“Terbilang mulai akhir bulan November 1998, memberhentikan dengan hormat dari dinas Keprajuritan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dengan hak pensiun Pati tersebut,” lanjut bunyi Keppres yang sama.
Alhasil, Prabowo secara militer saat itu sudah “mati suri”.
Namun, pangkat militer Prabowo Subianto yang sudah mati suri itu kemudian dihidupkan kembali oleh Presiden Joko Widodo.
Wong Solo itu menganugerahkan pangkat secara istimewa berupa Jenderal TNI Kehormatan Bintang Empat kepada Prabowo Subianto melalui Keppres Nomor 13/TNI/2024 yang ia tanda tangani pada 21 Februari 2024.
Keppres tersebut didasarkan atas Surat Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto Nomor R/216/II/2024 tanggal 16 Februari 2024.
Kini, Keppres yang membuat pangkat militer Prabowo yang telah mati suri hidup kembali itu digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Gugatan itu teregister per tanggal 28 Mei 2024, dengan perkara Nomor 186/G/2024/PTUN.JKT.
Adalah Paian Siahaan, ayah dari Ucok Munandar Siahaan, mahasiswa yang hilang dalam tragedi penghilangan paksa 1997-1998, yang menggugat Presiden Jokowi ke PTUN Jakarta. Prabowo pun turut digugat.
PTUN Jakarta telah menggelar sidang sebanyak tiga kali, yakni pada 5, 12 dan 20 Juni 2024. Sidang pertama dan kedua berkaitan dengan pemeriksaan kelengkapan administrasi, format surat kuasa, dan gugatan. Adapun sidang ketiga, yakni hari Kamis (20/6/2024) kemarin mendengarkan keterangan dari tergugat. Namun, baik Jokowi maupun Prabowo mangkir dari panggilan pengadilan.
Pemberhentian Prabowo dari dinas keprajuritan sesungguhnya merupakan konsekuensi logis dari keterlibatannya dalam kejahatan hak asasi manusia (HAM) kasus Penghilangan Orang secara Paksa 1997-1998. Hal ini pun sudah dinyatakan dalam Keputusan Dewan Kehormatan Perwira Nomor KEP/03/VIII/1998/DKP tertanggal 21 Agustus 1998.
Jadi, wajar jika penganugerahan pangkat kehormatan jenderal bintang 4 Prabowo itu digugat ke pengadilan.
Melawan Akal Sehat
Pertanyaannya, beranikah Majelis Hakim PTUN Jakarta mengabulkan gugatan tersebut? Jika berani, berarti pangkat jenderal Prabowo terancam dicopot kembali.
Sebenarnya, tidak ada alasan bagi Majelis Hakim PTUN Jakarta untuk tidak mengabulkan gugatan tersebut, karena alasannya sangat kuat.
Pertama, melawan akal sehat. Pangkat letjen atau bintang tiga yang sudah mati suri kemudian dihidupkan kembali bahkan ditambah menjadi jenderal bintang 4 adalah melawan akal sehat.
Kedua, seperti disebut pihak penggugat, melawan undang-undang. Dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI tidak terdapat frasa pangkat secara istimewa, sebagaimana pangkat Jenderal TNI Kehormatan Bintang 4 yang telah diberikan kepada Prabowo, melainkan frasa “pangkat penghargaan”.
Pasal 27 ayat (2) UU TNI menyebut. pangkat dalam TNI hanya dapat diberikan kepada prajurit atau kepada warga negara yang diperlukan dan bersedia menjalankan tugas jabatan keprajuritan tertentu di lingkungan TNI (tituler).
Pun, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2010 tentang Administrasi Prajurit TNI melalui penjelasan Pasal 27 ayat (2) huruf b dinyatakan bahwa kenaikan pangkat penghargaan diberikan paling cepat tiga bulan dan paling lambat satu bulan sebelum pensiun. Dengan demikian, pemberian pangkat Jenderal TNI Kehormatan Bintang 4 kepada Prabowo Subianto ini bertentangan dengan peraturan yang ada.
Ketiga, akan jadi preseden buruk. Pemberian pangkat kehormatan yang disertai ketidakjelasan kepastian hukumnya menjadi preseden buruk bagi penegakan HAM dan penyelenggaran pemerintahan yang baik. Pemberian pangkat Jenderal TNI Kehormatan Bintang 4 ini menunjukkan bahwa pemerintah, dalam hal ini Presiden Jokowi, mengabaikan peraturan hukum yang ada serta mengingkari janji dan pernyataannya sendiri, serta memperkokoh impunitas (kekebalan hukum) pelanggar HAM. Itulah!