Yus Dharman, SH., MM., M.Kn
Advokat / Ketua Dewan Pengawas FAPRI
(Forum Advokat & Pengacara Republik Indonesia)
Isu redenominasi rupiah kembali mengemuka. Bank Indonesia bersama Kementerian Keuangan dikabarkan tengah menyiapkan langkah penyederhanaan nilai nominal rupiah tersebut. Jika Indonesia benar-benar melaksanakan redenominasi, langkah ini bukanlah hal baru dalam sejarah ekonomi dunia. Sejak 1946, Hungaria melakukan redenominasi akibat hiperinflasi yang melanda. Belakangan, Turki, Ukraina, dan Rumania termasuk negara yang sukses menjalankan kebijakan serupa.
Namun tidak semua negara berhasil. Brasil, Rusia, Korea Utara, dan Zimbabwe pernah mengalami kegagalan setelah menerapkan redenominasi—kebijakan yang secara teknis sederhana, tetapi kompleks dalam pelaksanaan sosial dan ekonominya.
Potensi Mudharat Redenominasi
Redenominasi memiliki sejumlah kelemahan yang perlu menjadi perhatian:
Kebingungan di Masyarakat
Masyarakat harus menyesuaikan diri dengan nilai nominal baru. Transisi ini dapat menimbulkan kebingungan, bahkan membuka celah kecurangan dalam proses konversi.Biaya Pemerintah yang Tinggi
Pemerintah harus mengalokasikan anggaran besar untuk mencetak uang baru, memperbarui sistem keuangan, dan melakukan koordinasi lintas sektor.Risiko Kenaikan Harga
Penyederhanaan angka dapat membuat harga tampak lebih murah, sehingga memberi peluang bagi pelaku usaha menaikkan harga secara bertahap. Ini berpotensi memicu inflasi, bahkan hiperinflasi, jika tidak diawasi ketat.Pembulatan Harga yang Merugikan Konsumen
Pada masa transisi, kecenderungan pembulatan harga ke atas dapat sangat membebani masyarakat berpenghasilan rendah.Kebutuhan Sosialisasi yang Masif
Edukasi publik menjadi keharusan agar tidak terjadi kesalahpahaman. Proses ini membutuhkan waktu, tenaga, dan anggaran besar.Keresahan Sosial akibat Informasi yang Tidak Lengkap
Minimnya literasi dan informasi yang simpang-siur dapat memunculkan keresahan serta ketidakpastian di masyarakat.Tantangan Teknis Sistem Transaksi
ATM, mesin kasir, aplikasi pembayaran, dan berbagai sistem keuangan harus diperbarui. Hal ini tidak hanya memakan biaya, tetapi juga waktu implementasi.Dampak Lebih Bersifat Simbolik
Sebagian pihak menilai redenominasi hanya berdampak psikologis. Ia tidak otomatis meningkatkan daya beli, investasi, maupun pertumbuhan ekonomi. Tanpa perbaikan produktivitas nasional, kebijakan ini bisa dianggap tidak terlalu prioritas.
Dengan demikian, redenominasi mengandung potensi mudharat dari sisi biaya, risiko inflasi, kerumitan teknis, hingga tantangan sosial yang tidak ringan.
Potensi Manfaat Redenominasi
Meski memiliki kelemahan, redenominasi juga menawarkan sejumlah manfaat penting:
Penyederhanaan Transaksi
Nominal yang lebih kecil mempermudah pencatatan, akuntansi, dan transaksi sehari-hari. Risiko kesalahan, baik pada sistem manual maupun digital, turut berkurang.Peningkatan Citra Rupiah
Redenominasi dapat memperkuat kredibilitas rupiah di mata internasional. Mata uang dengan angka nol berlebihan sering dipersepsikan sebagai cermin ekonomi yang kurang stabil.Mendorong Transformasi Digital
Penyederhanaan angka memudahkan integrasi sistem keuangan digital nasional serta meningkatkan adaptasi masyarakat terhadap teknologi pembayaran modern.Efisiensi Administratif
Dunia usaha, perbankan, dan lembaga keuangan akan lebih efisien dalam pembukuan dan transaksi karena angka yang lebih singkat dan mudah dikelola.Penguatan Persepsi Stabilitas Nasional
Investor global cenderung memandang redenominasi sebagai sinyal stabilitas dan kedewasaan ekonomi—selama dilakukan dalam situasi yang tepat.Tidak Mengubah Nilai Riil Uang
Redenominasi hanya menghilangkan angka nol tanpa mengurangi daya beli masyarakat. Ini berbeda dengan sanering yang memotong nilai uang secara nyata.
Redenominasi paling efektif jika dilakukan dalam kondisi inflasi rendah, stabilitas ekonomi terjaga, dan koordinasi antar lembaga berjalan baik.
Dengan menimbang manfaat dan mudharatnya, redenominasi merupakan kebijakan yang memerlukan perencanaan matang, eksekusi hati-hati, dan pendidikan publik yang intensif. Tanpa itu, manfaat yang diharapkan bisa berubah menjadi masalah baru dalam perekonomian nasional.























