BEIRUT/JERUSALEM, 6 Oktober (Reuters) – Serangan udara Israel menghantam pinggiran selatan Beirut sepanjang malam hingga Minggu pagi, dalam serangan paling intens terhadap ibu kota Lebanon sejak Israel meningkatkan kampanye militer terhadap kelompok Hizbullah yang didukung Iran bulan lalu.
Ledakan-ledakan tersebut terdengar keras di seluruh Beirut, dengan kilatan cahaya merah dan putih terlihat jelas selama hampir 30 menit dari jarak beberapa kilometer. Serangan ini menjadi yang terbesar dalam rangkaian serangan Israel terhadap Beirut sejauh ini, menurut keterangan saksi mata dan analis militer yang tampil di saluran TV lokal.
Pada Minggu pagi, asap tebal membumbung di atas kota, dengan puing-puing berserakan di jalan-jalan di pinggiran selatan Beirut. “Tadi malam adalah yang paling hebat di antara malam-malam sebelumnya. Gedung-gedung di sekitar kami berguncang, awalnya saya kira itu gempa bumi,” kata Hanan Abdullah, seorang warga di daerah Burj al-Barajneh, kepada wartawan. “Ada puluhan serangan, kami bahkan tidak bisa menghitung semuanya, dan suara ledakan begitu memekakkan telinga.”
Israel mengonfirmasi bahwa angkatan udaranya melakukan serangkaian serangan udara yang menargetkan fasilitas penyimpanan senjata dan infrastruktur militan Hizbullah di wilayah sekitar Beirut. Namun, pihak berwenang Lebanon belum memberikan pernyataan resmi mengenai target yang diserang maupun kerusakan yang ditimbulkan.
Serangan ini terjadi menjelang peringatan serangan kelompok militan Hamas pada 7 Oktober 2023 di Israel selatan, yang menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera lebih dari 250 orang, menurut data pemerintah Israel.
Lebih dari 2.000 orang telah tewas dalam konflik yang berlangsung hampir satu tahun antara Israel dan Hizbullah, dengan sebagian besar korban jatuh dalam dua minggu terakhir, menurut Kementerian Kesehatan Lebanon. Pada hari Sabtu saja, tercatat 23 orang tewas.
Kelompok Hizbullah mulai meluncurkan roket ke Israel sehari setelah serangan Hamas, dan setelah Israel memulai kampanye serangan udara di Gaza. Meskipun awalnya serangan hanya terbatas pada wilayah perbatasan Israel-Lebanon, intensitasnya meningkat dalam beberapa minggu terakhir. Israel menyatakan peningkatan serangan ini bertujuan untuk memastikan kembalinya ribuan warga Israel yang mengungsi akibat serangan roket Hizbullah.
Pemerintah Iran, sebagai pendukung utama Hizbullah, telah mengisyaratkan bahwa mereka tidak ingin terlibat dalam perang langsung dengan Israel, meskipun pada beberapa kesempatan telah merespons serangan Israel, termasuk dengan menembakkan rudal balistik ke arah Israel pada pekan lalu.