“Karena (NJOP) Rp2 miliar ke bawa gratis, pensiunan gratis,” kata Heru di Jakarta, Rabu (19/6/2024).
Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menegaskan Peraturan Gubernur Nomor 16 Tahun 2024 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) tidak berdampak terhadap masyarakat bawah.
Menurut Budi peraturan yang baru saja ditandatangani sama sekali tidak memberatkan kalangan bawah karena mereka tidak dikenakan pajak PBB-P2. tidak memungut PBB untuk NIOP senilai dibawah Rp 2 miliar
“Karena (NJOP) Rp2 miliar ke bawa gratis, pensiunan gratis,” kata Heru di Jakarta, Rabu (19/6/2024).
Heru menegaskan bahwa peraturan gubernur (pergub) tersebut hanya berdampak bagi orang yang sudah memiliki rumah kedua atau ketiga dan seterusnya. Sehingga dapat dipastikan warga yang memiliki rumah dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Rp2 miliar masih aman.
“Untuk masyarakat yang bawah itu tidak terkena dampak. Semua terkena setelah ada rumah kedua ketiga dan seterusnya,” ujarnya.
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi DKI Jakarta Lusiana Herawati mengatakan bahwa kebijakan insentif pajak tertuang pada Peraturan Gubernur Nomor 16 tahun 2024 diterbitkan sebagai implementasi Peraturan Daerah nomor 1 tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Menurut dia, peraturan tersebut untuk menciptakan keadilan pemungutan PBB-P2 melalui perbaikan formulasi pemberian insentif pajak daerah yang telah diberikan kepada masyarakat Jakarta pada tahun-tahun sebelumnya sehingga dapat lebih tepat sasaran.
Insentif yang dikeluarkan itu khusus bagi wajib pajak yang memiliki hunian di bawah Rp2 miliar dan apabila mempunyai lebih dari satu objek pajak, maka pembebanan akan diterapkan pada NJOP terbesar.
“Hal ini mempertimbangkan bahwa kebijakan tahun-tahun sebelumnya adalah dalam rangka pemulihan ekonomi dampak Covid-19,” ujarnya.
Lusiana menyebutkan, pada tahun ini, pihaknya memberikan kebijakan berupa pemberian keringanan, pengurangan, dan pembebasan atas pokok pajak dan atau sanksi pajak, serta fasilitas angsuran pembayaran pajak terutang. Itu semua, kata Lusiana, bertujuan untuk membantu mengurangi beban wajib pajak dalam menunaikan kewajiban perpajakan.
Cuitan seorang warganet sempat viral setelah mengeluhkan adanya biaya PBB untuk huniannya dengan NJOP di bawah Rp 2 miliar. Padahal, tahun lalu warganet tak harus membayar PBB untuk huniannya.
“Guys mau tanya, ini PBB di DKI sekarang balik ke zaman jahiliyah lagi ya? Soalnya biasa PBB bayar 0 rupiah (nilai NJOP di bawah 2 miliar), sekarang jadi 700 ribuan. Gercep banget ya berubahnya? Padahal zaman Ahok dan Anies masih berlaku PBB 0 rupiah itu. Wah, beneran seru nih,” kata akun X @Rizkihadi.
Belakangan pemerintah daerah Jakarta gencar menyosialisasikan aturan pajak. Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Selatan (Jaksel) misalnya, pekan lalu menyosialisasikan Peraturan Gubernur tentang Kebijakan Penetapan dan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2) Tahun 2024 untuk meningkatkan kesadaran masyarakat membayar pajak.
“Pembayaran pajak adalah wujud partisipasi aktif masyarakat kepada pemerintah dalam segi pelayanan dan pembangunan-pembangunan di daerah baik pembangunan secara fisik ataupun non-fisik,” ujar Kepala Suku Badan Pendapatan Daerah Jaksel, Hendarto, Jumat pekan lalu.
Menurut dia, pembayaran pajak pada hakikatnya sebagai wujud gotong-royong dalam memulihkan kembali kondisi perekonomian di DKI Jakarta. Karena itu, diimbau kepada masyarakat agar dapat memanfaatkan insentif fiskal yang diberikan agar wajib pajak dapat terbantu dalam melunasi kewajiban perpajakannya sekaligus upaya dalam membantu pemulihan ekonomi.
“Pada intinya penting bagi kita untuk memanfaatkan potensi pajaknya secara maksimal guna memastikan keberlangsungan berbagai layanan kepada masyarakat, baik layanan kesehatan, pendidikan, layanan sosial, dan lain-lain,” ujarnya.
Sedangkan , Suku Badan Pendapatan Daerah Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu juga mengajak wajib pajak untuk ikut berperan meningkatkan penerimaan daerah dengan membayar tepat waktu. Menurut Wali Kota Jakarta Utara Ali Maulana Hakim, sebanyak 60 persen penerimaan daerah bersumber dari pajak dan hasil pengumpulan pajak ini selanjutnya dikembalikan kembali kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan proyek pembangunan fisik dan non-fisik seperti, jalan, saluran air, penerangan hingga bantuan sosial.
“Tercapainya penerimaan pajak daerah sangat ditentukan oleh tingkat kesadaran dan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban mereka,” kata dia, Kamis pekan lalu.
“Penghapusan sanksi ini diberlakukan dalam rangka menyambut HUT ke-497. Kami ingin kebijakan ini membantu WP agar taat pajak,” kata dia.
Ali Maulana Hakim berharap sosialisasi ini dapat memotivasi kesadaran WP sehingga penerimaan pajak daerah bisa lebih optimal untuk nantinya dipakai membiayai pembangunan fisik maupun non-fisik. Sementara itu, Wakil Kepala Badan Pendapatan Daerah Provinsi DKI Jakarta Elvarinsa mengimbau agar WP dapat memanfaatkan penghapusan sanksi tunggakan pajak daerah, baik PBB-P2 dan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB).