Jakarta-Fusilatnews – “Menembus Batas” dipilih untuk menggambarkan semangat 10 perupa dari Asosiasi Pelukis Nusantara (ASPEN) dalam mengeksplorasi bentuk, gagasan, dan medium tanpa terikat pada pola yang mapan.
Kini 10 perupa dari ASPEN itu menggelar pameran bersama di Amuya Gallery, Kemayoran, Jakarta Pusat, mulai Sabtu (29/11/2025) hingga 13 Desember nanti.
Pameran dibuka oleh Ketua Masyarakat Sadar Wisata (Masdarwis) Dr Kyatmaja Lookman, dan dimeriahkan dengan kesenian Betawi berupa tari Lenggang Nyai yang dibawakan oleh Indi Moza Purnomo, putri dari Ketua ASPEN Kembang Sepatu yang juga menjadi salah satu peserta pameran.
Kembang Sepatu mengungkapkan, dalam setiap karya, kita menemukan upaya untuk menembus batas-batas fisik, teknologi, budaya, bahkan emosi.
Dalam pameran ini, para seniman menghadirkan karya yang tidak hanya menampilkan keindahan visual, tetapi juga mengajak kita berpikir, merasakan, dan melihat dunia dari perspektif yang lebih luas.
“Pameran ini diharapkan menjadi momentum untuk mendorong kreativitas yang lebih bebas dan progresif, serta membuka kesempatan bagi publik untuk memahami bahwa seni tidak pernah berhenti berkembang. Seni selalu mencari jalan baru, menghadirkan kejutan, dan menantang batas-batas yang sebelumnya dianggap tak mungkin dilewati,” jelas Kembang Sepatu yang juga berprofesi sebagai guru seni.
Adapun 10 perupa yang menggelar pameran kali ini, selain Kembang Sepatu adalah Agus Pisaro, Chryshnanda Dwilaksana, Lilik Subekti, M Adien, Maswito, Munadi, Pustanto dan Yunti Ars, dengan kurator A Dimas Aji Saka. 
Dimas Aji Saka dalam kuratorialnya mengungkapkan, di tengah arus kehidupan yang kian bergerak cepat, batas-batas yang dahulu terasa kokoh kini semakin kabur.
“Ruang personal bertaut dengan ruang sosial, sejarah bersinggungan dengan imajinasi, dan pengalaman individu berkelindan dengan peristiwa kolektif,” katanya.
Melalui pameran bertajuk “Menembus Batas”, katanya, komunitas ASPEN menghadirkan sebuah lintasan visual yang menyoroti beragam isu, kejadian, budaya, dan tafsir personal yang muncul dari pergulatan para perupanya dalam membaca zaman.
Setiap seniman, katanya, membawakan karakteristik visual yang beragam, menghadirkan seni visual yang mendobrak proses kreatif masing-masing.
“Dalam pameran ini, batas tidak dipahami sebagai garis yang menghalangi, tetapi sebagai titik mula untuk melampaui. Para pameris mengolah ketegangan antara realitas dan kemungkinan. Menjadikan karya yang ditampilkan sebagai penanda pada masa kini, tentang masa lalu, dan tafsir di masa mendatang,” paparnya.
Gejolak emosi personal, potret realitas sosial, gejolak ekologis, rekaman peristiwa sejarah, politik, sejarah maupun perubahan budaya, kata Dimas, memetamorfosis dalam bahasa rupa.
“Setiap karya menjadi kompas yang mengarahkan kita pada wilayah-wilayah yang jarang dipetakan, ketika batas-batas justru menjadi celah untuk melihat lebih dalam.
Melalui pendekatan gaya yang beragam dari ekspresionisme lirih, abstraksi intuitif, hingga realisme kritis, para anggota ASPEN menunjukkan bahwa menembus batas bukan sekadar tema, melainkan sikap berkarya. Mereka bergerak di antara lapisan-lapisan pengalaman, ketegangan batin, pergulatan identitas, relasi dengan lingkungan, hingga respons terhadap fenomena sosial yang terus berubah,” terangnya.
Karya-karya dalam pameran ini, lanjut Dimas, menegaskan bahwa seni memiliki kemampuan untuk membuka kemungkinan baru, mengajak kita melihat dunia melalui sudut pandang yang berbeda.
“Menembus Batas adalah ajakan untuk berhenti sejenak dan meraba kembali kontur kehidupan yang kita jalani. Bahwa yang kita anggap sebagai batas sering kali hanyalah persepsi dan melalui seni, persepsi itu dapat dinegosiasi ulang,” cetusnya.
“Pameran ini bukan hanya merayakan keberagaman ekspresi seniman ASPEN, melainkan juga menghadirkan ruang refleksi bagi publik untuk mempertanyakan, menguji, dan mungkin menemukan kembali makna dari setiap batas yang mengitari hidup kita,” lanjutnya.
Lewat lintasan karya-karya ini, masih kata Dimas, komunitas ASPEN menegaskan bahwa keberanian untuk melangkah melampaui garis adalah langkah awal untuk memahami dunia secara lebih utuh.
“Pameran ini pada akhirnya adalah sebuah perjalanan. Perjalanan untuk menembus batas, baik yang berada di luar maupun di dalam diri,” tandasnya.

























