Fatsoennya, koalisi Parpol itu, hanya terjadi dalam system Parlementer. Tetapi dalam system Presidential ala Indonesia, berawal dari aturan main yang tidak ajeg (PT 20%), berkoalisi adalah menjadi suatu keniscayaan. Lalu terbangunlah koalisi hingga 82%, yaitu PDIP, GOLKAR, GERINDRA, NASDEM, PKB, PPP dan PAN. Akhirnya Jokowi terpilih sebagai Presiden dan dibangunlah Pemerintahan dan kabinet menjadi Gotong Royong. Jabatan-jabatan di Pemerintahaan dan BUMN didistribusikan ke Parpol-parpol, yang kemudian diisi oleh para politikus-politikus dari ex-partai pendukung Jokowi dan relawan-relawan yang ikut berteriak-teriak dukung Jokowi.
Potret wajah dari Pemerintah Pelangi itu, diawal sudah terdengar dari Jokowi sendiri ; “Menteri tidak punya visi-misi, yang ada hanya Visi Misi Presiden”, kata Jokowi. Ini adalah kekesalan Presiden, karena sampai pada puncaknya Program Presiden (janji kepada rakyat) tidak dijalankan. Mungkin yang tercium oleh Jokowi, yang dikerjakan oleh para Menteri-meneteri itu adalah visi-misi Parpolnya.
Pada pertengahan pemerintahannya, Presiden sudah tidak focus lagi bekerja, karena para Menterinya, justru sibuk dengan urusan Pencapresan, hal ini dikemukakan oleh Juru Bicaranya sendiri, Ali Muchtar Ngabalin.
Tenaga ahli utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin mengkonfirmasi jika Presiden Joko Widodo agak terganggu fokusnya karena melihat manuver sejumlah menteri selama Ramadan dan Lebaran yang terkesan sibuk dengan kepentingan Pilpres 2024.
“Ya, karena kan normal saja, ada tugas-tugas yang harus dijalankan oleh para menteri, tetapi yang paling terpenting lagi itu kan para menteri itu punya tanggung jawab juga untuk bisa hadir di tengah-tengah publik, di tengah-tengah massa dalam melakukan klarifikasi terhadap berbagai macam (hal),” kata Ngabalin.
Apalagi, lanjut Ngabalin, tidak sepenuhnya publik paham atas situasi dan kondisi serta kebijakan yang saat ini diambil,
demikian Ali Mochtar Ngabalin merespons pertanyaan Bayu Sutiyono di Sapa Indonesia Pagi KOMPAS TV, Kamis (12/5/2022).
Diawali dengan aktifitas politik NASDEM, yang sedang sibuk mempersiapkan Capres 2024, ini memberi isyarat, bahwa NASDEM tidak mungkin bisa berkoalisi lagi dengan Parpol-parpol yang sudah mempunyai Capresnya sendiri. Dengan ini, maka langkah Nasdem berikutnya adalah, bila sudah definitif dapat menentukan Capres 2024, langkah selanjutnya adalah mengandeng Partai lain, hingga memenuhi PT 20% itu, dengan tawaran Cawapresnya dari partai partner tersebut.
Menyusul perselingkuhan Nasdem, lalu GOLKAR juga kemudian bermanuver membangun lagi selingkuhan koalisi baru, dengan meludahi dan mengungkap berbagai macam kelemahan dalam rumah koalisi yang telah terbangun bersama Jokowi.
Koalisi Indonesia Bersatu besutan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto bersama Ketum PPP Suharso Monoarfa dan Ketum PAN Zulkifli Hasan sepakat ingin mengakhiri polarisasi masyarakat yang masih ada setelah dua kali pilpres, yakni Pilpres 2014 dan 2019. Ketiga partai ini berkoalisi untuk mendorong pemilu menjadi kontestasi gagasan dan prestasi.
“Tiga partai yang berkumpul sepakat bahwa dalam Pemilu 2024 nanti kita tidak boleh terjebak pada hal yang sama sebelumnya, yakni pembelahan sosial, polarisasi yang tidak kunjung sembuh meskipun pemilu sudah usai,” ujar Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily kepada wartawan, Jumat (13/5/2022).
Dengan demikian, the facto koalisi partai-partai dibawah komando the ruling party PDIP, menyisakan GERINDRA dan PKB saja.
Tentu saja, persoalanya tidak akan selesai dengan hanya membangun koalisi Partai-partai, karena system kita, konon disebut Presidential, artinya orang memilih orang. Pilpres 24 nanti, akan memilih figure, tidak memilih Partai. Pertimbangan lainnya, yg paling utama adalah, siapa yang akan diusung oleh Parpol tersebut untuk menjadi Calon Presiden 24 nanti? Dan itu sudah pasti filter kriteria utamanya,adalah sososk yang memiliki eletabilitas yang tinggi dan tentu saja integritasnya.
Muka-muka lama, yang sudah expired seperti Prabowo dan Uno sudah menyatakan secara explisit maju lagi dalam kontestasi Pilpres yad. Lalu nama lain seperti Puan Maharani, Eric Thohir, Ganjar Pranowo, yang tidak akan melewatkan momentum Pilpres 24 ini, tetap akan maju padungdung (kontestasi).
Diluar percaturan para kandidat presiden ex partai koalisi Jokowi yang lalu, sosok Anies Baswedan, justru melejit sendiri ungul dalam survey-survey yang dilakukan oleh masyarakat sendiri. Rupanya mengapa jauh-jauh hari NASDEM sudah melirik Anies Baswedan, adalah tali-ikat supaya tidak dipinang dan menjadi unggulan Partai lain.
Ingat dan catat apa yang dikatakan oleh Prof Mahfud MD, situasi saat ini sudah terpecah belah, perlu strong leasder untuk Presiden 2024
Ah, sudah biasa di dunia politik seperti itu. Kerja sama, bagi bagi kekuasaan, pelacuran politik dll. Rakyat sudah faham.
Betul Pak, Terimakasih
sama-sama, salam
alhamdulillah, senang bila rakyat sdh faham