• Login
ADVERTISEMENT
  • Home
  • News
    • Politik
    • Pemilu
    • Criminal
    • Economy
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Sport
    • Jobs
  • Feature
  • World
  • Japan
    • Atarashi Watch On
    • Japan Supesharu
    • Cross Cultural
    • Study
    • Alumni Japan
  • Science & Cultural
  • Consultants
    • Law Consultants
    • Spiritual Consultant
  • Indonesia at Glance
  • Sponsor Content
No Result
View All Result
  • Home
  • News
    • Politik
    • Pemilu
    • Criminal
    • Economy
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Sport
    • Jobs
  • Feature
  • World
  • Japan
    • Atarashi Watch On
    • Japan Supesharu
    • Cross Cultural
    • Study
    • Alumni Japan
  • Science & Cultural
  • Consultants
    • Law Consultants
    • Spiritual Consultant
  • Indonesia at Glance
  • Sponsor Content
No Result
View All Result
Fusilat News
No Result
View All Result
ADVERTISEMENT
Home Crime

Prabowo, Konsesi Raksasa, dan Banjir: Jaringan Ekstraktif yang Menggerus Ruang Hidup Publik

Analisis

Ali Syarief by Ali Syarief
December 3, 2025
in Crime, Feature, Lingkungan Hidup, Tokoh/Figur
0
Share on FacebookShare on Twitter

Banjir besar yang terjadi di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat dalam beberapa pekan terakhir bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri. Ketiganya menunjukkan pola kerusakan ekologis yang paralel: hilangnya tutupan hutan, pembukaan lahan untuk HTI maupun tambang, serta tumpang tindih antara wilayah konsesi dengan daerah aliran sungai (DAS) yang menjadi fondasi sistem hidrologis di Sumatra bagian utara.

Ketika memetakan tiga wilayah ini terhadap infografik JATAM, terlihat bahwa ada benang merah yang menghubungkannya: kehadiran perusahaan-perusahaan yang dikendalikan atau terhubung dengan lingkaran politik Prabowo Subianto — mulai dari Aceh hingga Sumatra Barat.

Infografik itu bukan sekadar peta visual. Ia adalah pola relasi kekuasaan. Ia menunjukkan bagaimana kepemilikan perusahaan, posisi komisaris, struktur direktur, dan keterhubungan politik membentuk satu ekosistem besar yang menguasai lahan skala provinsi — persis di wilayah yang kini menjadi pusat bencana banjir. Dalam konteks tata kelola negara, pola seperti ini menimbulkan pertanyaan yang jauh lebih serius dibanding sekadar siapa pemilik saham: bagaimana pengaruh jaringan ekstraktif ini berkontribusi terhadap bencana ekologis yang dialami masyarakat?


Jejak Konsesi dan Hubungan Politik

Dalam infografik itu, Prabowo Subianto ditempatkan sebagai simpul utama. Di kiri-kanannya, sejumlah nama yang memiliki peran dalam lingkaran politiknya — dari relawan, anggota tim pemenangan, hingga figur yang dekat secara personal — digambarkan menduduki posisi strategis sebagai komisaris, direktur, maupun pemegang saham di perusahaan-perusahaan tambang batubara dan pemegang izin hutan tanaman industri (HTI).

Beberapa contoh konsesi yang tercantum:

  • PT Tanjung Redeb Hutani (Berau, 180.330 ha)

  • PT Belantara Pusaka (Berau, 15.610 ha)

  • PT Nusantara Kaltim Coal (Kutai Timur, 11.040 ha, batubara)

  • PT Kiani Hutani Lestari (Kutai Timur, 53.083 ha)

  • PT Nusantara Wahau Coal (Kutai Timur, 14.890 ha)

  • PT Tusam Hutani Lestari (Aceh, total 97.300 ha, HTI)

  • PT Tambang Sungai Suir (Sumatera Barat, bijih besi)

Luas konsesi ini, jika ditumpuk, hampir setara dengan total luas Provinsi DKI Jakarta dikalikan sepuluh. Dengan skala sebesar itu, apa yang terjadi di dalam konsesi tersebut tidak lagi menjadi persoalan internal korporasi; ia berubah menjadi urusan publik karena berdampak langsung pada ekologi dan keselamatan warga.

Kembali ke peta aktor: keterlibatan tokoh politik — seperti anggota tim kampanye, bendahara, atau relawan berpengaruh — dalam jajaran komisaris atau manajemen perusahaan ekstraktif memunculkan risiko conflict of interest. Ketika kekuasaan politik berkelindan dengan kepentingan ekonomi, kebijakan lingkungan cenderung menjadi tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Perusahaan punya ruang aman, sementara masyarakat yang terdampak banjir hanya menerima dampak ekologisnya.


Ekologi yang Rusak, Banjir yang Tak Terhindarkan

Untuk memahami bagaimana jaringan ekstraktif ini berkaitan dengan bencana banjir, kita tidak membutuhkan teori yang rumit. Ada empat mekanisme ekologis yang sudah mapan dan diakui oleh para ahli hidrologi:

1. Hilangnya Tutupan Hutan

Tambang batubara dan HTI sama-sama membutuhkan pembukaan lahan masif. Begitu tutupan vegetasi hilang, fungsi resapan air lenyap. Air hujan yang seharusnya terserap ke dalam tanah berubah menjadi limpasan permukaan (runoff), mengalir cepat, dan memperbesar volume sungai dalam waktu singkat. Inilah pemicu banjir kilat.

2. Lubang Tambang dan Perubahan Morfologi Sungai

Lubang tambang seluas puluhan hektare mengubah alur air secara permanen. Banyak lubang tambang menampung air dalam jumlah besar tanpa pengelolaan memadai. Ketika curah hujan ekstrem datang, lubang-lubang ini dapat meluap, memperparah banjir.

3. Kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS)

Banyak konsesi yang berada di hulu sungai — lokasi yang menentukan stabilitas banjir di hilir. Kerusakan di daerah hulu menyebabkan air mengalir dengan volume besar dan kecepatan tinggi, yang pada gilirannya menimbulkan banjir besar di wilayah pemukiman.

4. Kegagalan Reklamasi

Setelah operasi selesai, perusahaan wajib melakukan reklamasi. Masalahnya, dalam praktik di berbagai daerah, reklamasi sering tidak dilakukan atau hanya dilakukan sebagai “tanda formalitas”. Tanpa reklamasi yang benar, bekas tambang menjadi sumber banjir dan longsor untuk puluhan tahun ke depan.

Dengan demikian, ketika infografik menunjukkan bahwa banyak perusahaan ekstraktif yang terhubung dengan tokoh politik tertentu beroperasi di wilayah rawan banjir, pertanyaannya bukan lagi apakah ada korelasi, tetapi seberapa besar skala kontribusi ekologisnya.


Konflik Kepentingan dalam Tata Kelola Negara

Keterhubungan antara elite politik dan perusahaan tambang bukan fenomena baru. Namun dalam konteks figur yang sedang atau akan memegang kekuasaan nasional, konsekuensinya jauh lebih besar.

Ketika pejabat publik, atau calon pejabat publik, memiliki kedekatan dengan perusahaan yang membutuhkan “kelonggaran regulasi”, ada empat potensi risiko:

  1. Izin lingkungan lebih mudah keluar meski dampak ekologisnya besar.

  2. Pengawasan terhadap perusahaan cenderung lemah, karena ada risiko benturan kepentingan.

  3. Penegakan hukum menjadi selektif, terutama dalam kasus-kasus pelanggaran reklamasi.

  4. Ruang publik terpinggirkan, karena kepentingan warga kalah oleh kepentingan ekonomi.

Dalam konteks bencana banjir yang berulang, risiko seperti ini bukan lagi persoalan etika, tetapi persoalan keselamatan publik.


Dampak Sosial yang Tak Pernah Masuk Neraca Perusahaan

Setiap banjir meninggalkan jejak kerusakan:

  • rumah hanyut

  • akses jalan terputus

  • sekolah rusak

  • lahan pertanian gagal panen

  • penyakit menular merebak

  • ribuan warga kehilangan pekerjaan dan pendapatan

Kerugian sosial-ekologis ini tidak pernah masuk ke neraca perusahaan tambang, tetapi ditanggung masyarakat dan negara. Ketika konsesi semakin meluas dan operasi tambang terus berlanjut, ruang hidup masyarakat makin terhimpit. Di Aceh dan Kalimantan Timur, cerita semacam ini sudah berjalan lebih dari dua dekade.


Apa yang Harus Dilakukan?

Bagi publik dan jurnalis, infografik ini adalah pintu masuk penting. Namun kerja investigasi berikutnya membutuhkan langkah-langkah berikut:

  1. Verifikasi dokumen kepemilikan perusahaan-perusahaan yang tercantum.

  2. Membuat overlay peta konsesi–banjir–DAS untuk melihat korelasi spasial.

  3. Mengumpulkan data time-series tutupan hutan dari citra satelit.

  4. Meminta dokumen Amdal dan laporan reklamasi perusahaan terkait.

  5. Mengutip ahli hidrologi independen untuk membaca perubahan ekologi.

  6. Mengangkat suara warga terdampak, terutama yang hidup di area ring-1 tambang.

Tanpa investigasi seperti ini, publik hanya akan disuguhi narasi kabur yang menutupi persoalan fundamental: ketidakadilan ekologis.


Penutup: Politik Ekstraktif dan Masa Depan Ruang Hidup

Infografik JATAM membuka sebuah lanskap baru: bahwa persoalan banjir bukan hanya soal air, hujan, atau sungai. Ia adalah persoalan tata kelola kekuasaan. Ketika jaringan politik, bisnis, dan konsesi raksasa saling bertaut, lingkungan hidup menjadi korban pertama — dan masyarakat menjadi korban berikutnya.

Di titik ini, yang dipertaruhkan bukan hanya kualitas lingkungan, tetapi kualitas demokrasi itu sendiri. Negara yang tunduk pada kepentingan ekstraktif akan selalu gagal melindungi warganya dari bencana ekologis. Dan selama konsesi raksasa terus memperluas cengkeramannya, banjir hanyalah salah satu dari banyak gejala kehancuran yang akan datang.

Get real time update about this post categories directly on your device, subscribe now.

Unsubscribe
ADVERTISEMENT
Previous Post

Zulkifli Hasan: Pencitraan di Saat Krisis

Next Post

Petani Cipenduy Sambut Hangat Sosialisasi Hilirisasi Tebu

Ali Syarief

Ali Syarief

Related Posts

Banjir Bandang Bukan Bencana Alam, Tapi Bencana Izin
Birokrasi

Banjir Bandang Bukan Bencana Alam, Tapi Bencana Izin

December 4, 2025
Di Balik Banjir Bandang Sumatera: Jejak Panjang Izin Sawit Zulkifli Hasan
Crime

Di Balik Banjir Bandang Sumatera: Jejak Panjang Izin Sawit Zulkifli Hasan

December 4, 2025
Pertanyaan Dunia: Mengapa Prabowo Tidak Mau Memutuskan Bencana Nasional?
Bencana

Pertanyaan Dunia: Mengapa Prabowo Tidak Mau Memutuskan Bencana Nasional?

December 4, 2025
Next Post
Petani Cipenduy Sambut Hangat Sosialisasi Hilirisasi Tebu

Petani Cipenduy Sambut Hangat Sosialisasi Hilirisasi Tebu

Morowali: Kolosseum Baru Perang Dingin China vs Amerika

Morowali: Kolosseum Baru Perang Dingin China vs Amerika

Notifikasi Berita

Subscribe

STAY CONNECTED

ADVERTISEMENT

Reporters' Tweets

Pojok KSP

  • All
  • Pojok KSP
Presiden Prabowo, Waspada! Gejolak September Bisa Jadi Strategi Politik Tersembunyi
Feature

Mempresidenkan Prabowo Seumur Hidup

by fusilat
December 2, 2025
0

Oleh: Karyudi Sutajah Putra, Analis Politik Konsultan & Survei Indonesia (KSI) Jakarta - Begitu suka citanya dikunjungi Prabowo Subianto, Bupati...

Read more
Tawa Zulkifli, Sesal Bahlil, 442 Tumbal Hutan Sumatera

Tawa Zulkifli, Sesal Bahlil, 442 Tumbal Hutan Sumatera

December 1, 2025
10 Perupa ASPEN “Menembus Batas”: Bukan Garis yang Menghalangi, Tapi Titik Mula untuk Melampaui

10 Perupa ASPEN “Menembus Batas”: Bukan Garis yang Menghalangi, Tapi Titik Mula untuk Melampaui

December 1, 2025
Prev Next
ADVERTISEMENT
  • Trending
  • Comments
  • Latest
Pernyataan WAPRES Gibran Menjadi Bahan Tertawaan Para Ahli Pendidikan.

Pernyataan WAPRES Gibran Menjadi Bahan Tertawaan Para Ahli Pendidikan.

November 16, 2024
Zalimnya Nadiem Makarim

Zalimnya Nadiem Makarim

February 3, 2025
Beranikah Prabowo Melawan Aguan?

Akhirnya Pagar Laut Itu Tak Bertuan

January 29, 2025
Borok Puan dan Pramono Meletup Lagi – Kasus E-KTP

Borok Puan dan Pramono Meletup Lagi – Kasus E-KTP

January 6, 2025
Copot Kapuspenkum Kejagung!

Copot Kapuspenkum Kejagung!

March 13, 2025
Setelah Beberapa Bulan Bungkam, FIFA Akhirnya Keluarkan Laporan Resmi Terkait Rumput JIS

Setelah Beberapa Bulan Bungkam, FIFA Akhirnya Keluarkan Laporan Resmi Terkait Rumput JIS

May 19, 2024
Salim Said: Kita Punya Presiden KKN-nya Terang-terangan

Salim Said: Kita Punya Presiden KKN-nya Terang-terangan

24
Rahasia Istana Itu Dibuka  Zulkifli Hasan

Rahasia Istana Itu Dibuka  Zulkifli Hasan

18
Regime Ini Kehilangan Pengunci Moral (Energi Ketuhanan) – “ Pemimpin itu Tak Berbohong”

Regime Ini Kehilangan Pengunci Moral (Energi Ketuhanan) – “ Pemimpin itu Tak Berbohong”

8
Menguliti : Kekayaan Gibran dan Kaesang

Menguliti : Kekayaan Gibran dan Kaesang

7
Kemenag Bantah Isu Kongkalikong Atur 1 Ramadan

Kemenag Bantah Isu Kongkalikong Atur 1 Ramadan

4
POLITIKUS PELACUR – PARTAI KOALISI JOKOWI BUBAR

POLITIKUS PELACUR – PARTAI KOALISI JOKOWI BUBAR

4
Banjir Bandang Bukan Bencana Alam, Tapi Bencana Izin

Banjir Bandang Bukan Bencana Alam, Tapi Bencana Izin

December 4, 2025
Di Balik Banjir Bandang Sumatera: Jejak Panjang Izin Sawit Zulkifli Hasan

Di Balik Banjir Bandang Sumatera: Jejak Panjang Izin Sawit Zulkifli Hasan

December 4, 2025
Pertanyaan Dunia: Mengapa Prabowo Tidak Mau Memutuskan Bencana Nasional?

Pertanyaan Dunia: Mengapa Prabowo Tidak Mau Memutuskan Bencana Nasional?

December 4, 2025
Swasembada Pangan: Jalan Kedaulatan yang Kian Terjal

Swasembada Pangan: Janji, Jalan Terjal, dan Keharusan untuk Berbenah

December 4, 2025
Hutan Tropis Indonesia Milik Dunia – “You have the power! Why don’t you stop it?”

Hutan Tropis Indonesia Milik Dunia – “You have the power! Why don’t you stop it?”

December 4, 2025
Pasca Penanganan Banjir Sumatra, Diskursus Deforestasi Menggema ke Seluruh Dunia

Pasca Penanganan Banjir Sumatra, Diskursus Deforestasi Menggema ke Seluruh Dunia

December 4, 2025

Group Link

ADVERTISEMENT
Fusilat News

To Inform [ Berita-Pendidikan-Hiburan] dan To Warn [ Public Watchdog]. Proximity, Timely, Akurasi dan Needed.

Follow Us

About Us

  • About Us

Recent News

Banjir Bandang Bukan Bencana Alam, Tapi Bencana Izin

Banjir Bandang Bukan Bencana Alam, Tapi Bencana Izin

December 4, 2025
Di Balik Banjir Bandang Sumatera: Jejak Panjang Izin Sawit Zulkifli Hasan

Di Balik Banjir Bandang Sumatera: Jejak Panjang Izin Sawit Zulkifli Hasan

December 4, 2025

Berantas Kezaliman

Sedeqahkan sedikit Rizki Anda Untuk Memberantas Korupsi, Penyalahgunaan kekuasaan, dan ketidakadilan Yang Tumbuh Subur

BCA No 233 146 5587

© 2021 Fusilat News - Impartial News and Warning

No Result
View All Result
  • Home
  • News
    • Politik
    • Pemilu
    • Criminal
    • Economy
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Sport
    • Jobs
  • Feature
  • World
  • Japan
    • Atarashi Watch On
    • Japan Supesharu
    • Cross Cultural
    • Study
    • Alumni Japan
  • Science & Cultural
  • Consultants
    • Law Consultants
    • Spiritual Consultant
  • Indonesia at Glance
  • Sponsor Content

© 2021 Fusilat News - Impartial News and Warning

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

 

Loading Comments...