Fusilatnews – Dalam sidang kabinet terakhir, suasana tampak beku. Opung dan Purbaya tidak saling menegur, seolah udara di ruang rapat menebal oleh ego dan perbedaan mazhab politik. Apakah Opung baperan? Atau memang tidak perlu akrab jika memang berbeda jalan berpikir?
Yang jelas, kali ini Purbaya sedang bersinar terang, bahkan mungkin terlalu terang, mengalahkan sinar sang Opung yang mulai redup. Publik kini mulai sadar bahwa niat Opung bukan lagi sepenuhnya untuk kepentingan NKRI, melainkan condong mendukung siapa pun yang sedang berkuasa.
Namun bukan soal itu yang paling menghebohkan, melainkan temuan besar dari Menteri Keuangan — Purbaya Yudhi Sadewa. Dalam sebuah pernyataan yang disorot Mardigu Wowiek Prasantyo (Bossman), Purbaya disebut menemukan “harta karun” negara senilai Rp285,6 triliun yang selama ini mengendap di deposito bank atas nama pemerintah pusat.
Temuan ini mengejutkan karena selama hampir dua dekade, para menteri sebelumnya tidak pernah menyadari keberadaan uang sebesar itu. Menurut Mardigu, ini adalah prestasi besar dan sekaligus bukti bahwa ada permainan serius dalam pengelolaan keuangan negara. Ia menyebut tindakan Purbaya ini sebagai langkah penting membongkar “kejahatan diam-diam” terhadap uang rakyat.
Purbaya digambarkan sebagai anjing penjaga uang negara — belum sampai menggigit, tapi gonggongannya sudah membuat banyak pejabat lama panas dingin. Dengan gaya khasnya yang blak-blakan, ia nyeletuk:
“Wah, pemerintah pusat ternyata banyak duitnya! Padahal selama ini dibilang miskin, katanya negara seret, butuh investor, harus utang dan terbitkan obligasi buat nutup belanja. Tapi ternyata uang ratusan triliun nongkrong santai di deposito.”
Ironisnya, bunga deposito itu jauh lebih kecil daripada bunga utang yang harus dibayar. Artinya, negara justru rugi karena menyimpan uang, bukan karena kekurangan uang.
Ketika ditanya asal-usul dana tersebut, para pejabat di bawahnya kompak menjawab “tidak tahu.” Namun Mardigu meyakini mereka hanya pura-pura amnesia. Ia menilai, tanpa kejelian Purbaya, deposito raksasa itu akan terus “bertengger manis” menjadi madu bagi para koruptor.
Lebih jauh, Purbaya kini dikabarkan akan menginvestasikan dana pemerintah yang mengendap sebesar Rp653 triliun — terdiri dari dana pemerintah pusat Rp399 triliun dan dana pemerintah daerah Rp254,4 triliun. Jika uang sebesar itu benar-benar digerakkan ke sektor produktif, target pertumbuhan ekonomi 8% sangat mungkin tercapai.
Pertanyaannya, mengapa menteri-menteri sebelumnya justru sibuk “mengencangkan ikat pinggang” dan membiarkan ekonomi tersendat dengan alasan menjaga inflasi? Mardigu menduga, ada skenario besar agar ekonomi Indonesia tampak selalu sulit — supaya pada akhirnya kembali bergantung pada IMF.
Di sinilah makna politik dari temuan Purbaya menjadi penting. Bukan hanya karena ia menemukan uang “nganggur” di rekening pemerintah, tetapi karena tindakannya mengancam kenyamanan banyak pihak yang selama ini menikmati sistem ekonomi yang tidak efisien dan tertutup.
Seperti kata Bossman, “Ini bukan sekadar logika seorang ekonom, ini naluri seekor anjing pelacak berpengalaman.” Dan ketika pelacak itu menggonggong, beberapa pejabat lama mulai bersiap mencari alasan berobat ke luar negeri — mungkin sekadar agar tak perlu kembali menghadapi penyelidikan.
Apa pun yang terjadi selanjutnya, temuan ini telah membuka tabir bahwa negeri ini tidak semiskin yang selama ini dikisahkan. Mungkin yang miskin hanyalah kejujuran dan kesadaran untuk menjaga uang rakyat dari tangan-tangan yang terlalu lama bermain di balik layar.
























