Oleh Khairul Mahali
Sejak mengakui kemerdekaan Bangladesh pada 1972, Indonesia telah membangun hubungan diplomatik yang erat dengan negara Asia Selatan tersebut. Di antara deretan hubungan luar negeri Indonesia di kawasan, relasi dengan Dhaka tergolong stabil, saling menguntungkan, dan sarat nilai kemanusiaan.
Kedua negara sama-sama anggota aktif Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), Gerakan Non-Blok (GNB), serta Developing Eight Countries (D-8). Dalam berbagai forum internasional, Indonesia dan Bangladesh kerap berbagi sikap politik yang sejalan: menolak kolonialisme, memperjuangkan kemandirian ekonomi negara berkembang, dan menyerukan keadilan global.
Namun di luar diplomasi formal, hubungan kedua bangsa Muslim ini tumbuh melalui kedekatan rasa dan kepentingan praktis. “Bangladesh bukan sekadar mitra dagang, tetapi saudara yang tumbuh bersama dalam semangat dunia Islam modern,” ujar seorang diplomat Indonesia yang pernah bertugas di Dhaka.
Ekonomi yang Meningkat
Dalam dua dekade terakhir, hubungan ekonomi antara kedua negara menunjukkan peningkatan signifikan. Bangladesh kini menjadi salah satu mitra dagang utama Indonesia di Asia Selatan. Ekspor utama Indonesia meliputi minyak kelapa sawit (CPO), pupuk, dan produk kimia, sementara Bangladesh mengekspor tekstil, obat-obatan, serta produk kulit ke Indonesia.
Penandatanganan Preferential Trade Agreement (PTA) menjadi tonggak penting dalam memperkuat arus perdagangan dua arah. Dengan kesepakatan ini, berbagai hambatan tarif berkurang, memberi peluang lebih besar bagi sektor swasta di kedua negara.
Di sektor energi, Pertamina dan Petrobangla telah menandatangani nota kesepahaman kerja sama pasokan gas alam cair (LNG). Sementara itu, perusahaan konstruksi Indonesia seperti Wijaya Karya (WIKA) ikut dalam proyek infrastruktur Bangladesh, memperkuat citra Indonesia sebagai mitra yang dapat diandalkan dalam pembangunan.
Jejak Kemanusiaan dan Budaya
Selain kerja sama ekonomi, hubungan Indonesia–Bangladesh juga diwarnai oleh kepedulian kemanusiaan. Indonesia termasuk negara yang aktif memberikan bantuan bagi pengungsi Rohingya di Cox’s Bazar, baik melalui lembaga pemerintah maupun organisasi kemanusiaan seperti MER-C dan Dompet Dhuafa.
Di bidang pendidikan, sejumlah mahasiswa Bangladesh menempuh studi di universitas-universitas Indonesia, terutama dalam bidang teknik, kedokteran, dan studi Islam. Pertukaran budaya juga semakin sering dilakukan—melalui festival film, pameran, dan kegiatan seni—yang memperkuat ikatan emosional antarwarga.
Perspektif Maritim dan Regional
Dari sisi geopolitik, Indonesia dan Bangladesh memiliki kesamaan pandangan tentang pentingnya keamanan maritim di kawasan Samudra Hindia. Melalui forum Indian Ocean Rim Association (IORA), keduanya mendorong kerja sama ekonomi biru, pengelolaan sumber daya laut, serta perdagangan lintas samudra yang berkelanjutan.
Sebagai dua negara berpenduduk Muslim besar, Indonesia dan Bangladesh menghadirkan wajah dunia Islam yang damai, produktif, dan terbuka pada kerja sama global. Di tengah dinamika Indo-Pasifik yang kian kompleks, hubungan keduanya menjadi contoh bagaimana solidaritas dan kepentingan ekonomi dapat berjalan beriringan.
Bagi Indonesia, Dhaka bukan sekadar mitra politik luar negeri, melainkan cerminan dari semangat ukhuwah yang diterjemahkan dalam kerja nyata: saling menopang, saling belajar, dan bersama menatap masa depan kawasan yang lebih adil dan sejahtera.























