Oleh: Karyudi Sutajah Putra, Analis Politik Konsultan & Survei Indonesia (KSI)
Jakarta – Taruhlah gula. Maka semut-semut akan bertarung memperebutkannya.
Berilah Nahdlatul Ulama (NU) tambang. Maka elite-elite NU akan berselisih memperebutkannya.
Ontran-ontran yang kini terjadi di Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), disinyalir tokoh NU Mahfud Md gegara tambang.
Diketahui, NU mendapat jatah mengelola tambang batubara di Kalimantan Timur, bekas lahan PT Kaltim Prima Coal (KPC) seluas 25 ribu hektare, setelah pemerintah memberikan izin khusus kepada organisasi masyarakat keagamaan melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024.
Pengelolaan tambang ini diserahkan kepada PBNU melalui PT Berkah Usaha Muamalah Nusantara (BUMN).
NU memang terlihat paling aktif meminta jatah tambang dibandingkan ormas keagamaan lainnya, katakanlah Muhammadiyah. Bahkan Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) saja dengan tegas menolak jatah tambang tersebut karena merasa bukan ahlinya.
Benarkah ontran-ontran yang kini terjadi di PBNU dipicu oleh perselisihan ihwal tambang? Biarlah waktu yang akan membuktikannya.
Yang jelas, setelah Rais Aam PBNU Miftachul Akhyar mengultimatum Yahya Cholil Staquf untuk mundur dari jabatan Ketua Umum PBNU, dan jika dalam tempo tiga hari tidak mundur maka akan dipecat, hari ini ancaman itu benar-benar dibuktikan. Syuriyah yang merupakan kasta tertinggi dalam struktur organisasi PBNU memecat Gis Yahya dari jabatan Ketua Umum PBNU per Rabu, 25 November 2025.
Ada tiga alasan mengapa Gus Yahya dipecat. Salah satunya terkait dugaan penyimpangan pengelolaan anggaran di PBNU. Apakah ini terkait tambang?
Di pihak lain, Gus Yahya menolak dipecat. Katanya, Rais Aam atau Syuriyah tak berwenang memecat dirinya. Yang berwenang memecat dirinya, kata Gus Yahya, adalah Muktamar, karena dirinya dipilih oleh Muktamar.
Gus Yahya pun balik bertanya: apakah ada pihak eksternal yang sengaja memecah-belah NU?
Sebenarnya kakak kandung mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas itu tak perlu bertanya. Ia sudah tahu sendiri jawabannya.
Jika benar sinyalemen Mahfud Md, maka siapa lagi pihak eksternal yang hendak memecah-belah NU selain yang memberikan jatah tambang itu?
Akhirnya, tambang batubara itu justru menjadi semacam kutukan bagi NU, bukannya menjadi rahmat. Sebab, NU memang bukan ahlinya untuk mengelola tambang. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Serahkan suatu urusan kepada yang tak ahli dan tunggulah kehancurannya.”
Ini analog dengan kekayaan alam Indonesia yang ternyata menjadi kutukan bagi rakyatnya. Alam Indonesia kaya-raya, tapi rakyatnya miskin dan papa. Yang kaya adalah elite-elitenya.
Kekayaan alam Indonesia banyak dicuri orang mancanegara. Ikan, minyak, tambang dan sebagainya. Bahkan di Morowali ada bandar udara ilegal punya entah siapa. Kalau bukan untuk mencuri kekayaan alam Indonesia, lalu untuk apa?
Ada negara di dalam negara. Dan sebelum ini pemerintah diam saja. Ada apa?
Apakah memang kekayaan alam Indonesia menjadi semacam kutukan bagi rakyatnya?

Oleh: Karyudi Sutajah Putra, Analis Politik Konsultan & Survei Indonesia (KSI)






















