Oleh: Karyudi Sutajah Putra, Analis Politik pada Konsultan dan Survei Indonesia (KSI)
Jakarta, Fusilatnews – Ada banyak alasan mengapa Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bergabung dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus mendukung pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang akan dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden pada 20 Oktober nanti.
Salah satunya, “Kalau tidak berkoalisi, bagaimana bisa membangun bangsa?” kata Ketua Majelis Syura PKS Salim Segaf Al-Jufri.
Kedua, “Kekuasaan itu indah, kawan?” timpal Sekretaris Jenderal PKS Aboe Bakar Alhabsyi.
Keduanya melontarkan hal tersebut pada acara penutupan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PKS di Jakarta, Ahad (22/9/2024).
Prabowo yang semula dijadwalkan hadir dan menutup Rakernas, ternyata tidak menampakkan batang hidungnya hingga acara berakhir. Namun PKS tak mempermasalahkan.
“Yang penting kita berkoalisi, dan di daerah-daerah kita sudah berkoalisi dengan KIM Plus,” kata Ketua Harian PKS Ahmad Heryawan di acara yang sama.
KIM yang terdiri atas Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Demokrat dan Partai Amanat Nasional (PAN) merupakan koalisi parpol-parpol pendukung Prabowo-Gibran di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024
Kini KIM pun menjadi KIM Plus setelah masuknya PKS bersama Partai Nasdem dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Ketiga partai ini merupakan pendukung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar di Pilpres 2024.
Aboe Bakar Alhabsyi kemudian berkelakar ihwal baju rompinya yang terasa panas karena harganya murah. Kelak jika PKS sudah berkuasa, kata Aboe Bakar, rompi milik para kader PKS akan lebih bagus dan lembut serta tidak panas lagi. Kekuasaan memang indah, kawan!
Agaknya setelah nyaris 10 tahun berada di luar pemerintahan Presiden Joko Widodo-Wakil Presiden Ma’ruf Amin, Faksi Sejahtera di tubuh PKS kegerahan. Mereka pun mulai menggeliat-geliat bahkan menggelepar-gelepar mencari “air penghidupan”.
Semenjak berubah menjadi PKS menjelang Pemilu 2004, dari sebelumnya Partai Keadilan, PKS memang seolah “terbelah” ke dalam dua faksi. Satu, Faksi Keadilan. Dua, Faksi Sejahtera.
Faksi Keadilan berisi kader-kader idealis. Contohnya Hidayat Nurwahid. Sedangkan Faksi Sejahtera berisi kader-kader pragmatis. Contohnya Luthfi Hasan Isaaq dan Ahmad Fathanah yang tersandung kasus korupsi.
Selama 10 tahun pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2009 dan 2009-2014), Faksi Sejahtera-lah yang berkuasa di tubuh PKS, sehingga bergabung dengan pemerintah. PKS pun antara lain mendapat jatah kursi Menteri Pertanian yang diduduki Anton Apriantono kemudian Suswono.
Sebaliknya, selama hampir 10 tahun Presiden Jokowi berkuasa (2014-2019 dan 2019-2024), Faksi Keadilan-lah yang manggung di tubuh PKS, sehingga memilih berada di luar pemerintahan sebagai oposisi meskipun dalam sistem pemerintahan presidensial seperti yang dianut Indonesia tak dikenal istilah oposisi.
Kini, rupanya Faksi Sejahtera menggeliat bahkan menggelepar di tubuh PKS dan mengambil alih panggung. PKS di bawah kepresidenan Ahmad Syaichu memilih bergabung dengan KIM Plus, meskipun untuk itu Anies Baswedan harus dikorbankan. Kok bisa?
Semula PKS sudah deklarasi mendukung Anies Baswedan sebagai calon gubernur Jakarta pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 yang akan digelar serentak di seluruh Indonesia pada 27 November mendatang. PKS pun mengajukan mantan presidennya, Sohibul Iman sebagai calon wakil gubernur bagi Anies.
Namun, Nasdem dan PKB yang telah lebih dulu mengusung Anies resisten. Mereka menolak Sohibul karena Anies dianggap sudah merepresentasikan PKS, meskipun Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022 itu bukan kader partai sejuta umat itu. Anies pun bergeming.
Setelah ada bujuk rayu dari KIM dengan iming-iming tawaran kursi kabinet Prabowo-Gibran, Nasdem dan PKB pun membelot. Mereka urung mengusung Anies.
Belakangan, PKS pun membelot, menyusul PKB dan Nasdem: urung mengusung Anies. Dalihnya, setelah diberi tenggat waktu empat bulan, ternyata Anies tak mampu mencari tambahan dukungan kursi di DPRD Jakarta sehingga kursi PKS yang hanya 18 buah hasil Pemilu 2024 tak kunjung bertambah menjadi 22 kursi sebagai syarat minimal pencalonan.
Belakangan lagi, ketika Mahkamah Konstitusi (MK) menerbitkan Putusan No 60 Tahun 2024 yang melonggarkan syarat pencalonan, ternyata PKS bergeming, tetap tak mau mengusung Anies. Padahal PKS bisa sendirian mengusung cagub-cawagub.
Akhirnya, demi kursi kabinet, Anies pun dikorbankan. Bekas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang elektabilitasnya paling tinggi itu pun gagal menjadi cagub. PKS ternyata lebih memilih mendukung Ridwan Kamil sebagai cagub Jakarta di Pilkada 2024. Apalagi setelah KIM Plus mengusung Suswono, kader PKS yang bekas Menteri Pertanian itu sebagai cawagubnya Ridwan Kamil.
Demi pragmatisme Faksi Sejahtera di PKS, Anies Baswedan pun dikorbankan. Kini PKS sedang harap-harap cemas sambil menghitung jumlah kursi kabinet yang akan diberikan oleh Prabowo-Gibran.
Jika Ridwan Kamil-Suswono kalah pun tak masalah. Toh PKS sudah punya kursi di kabinet Prabowo-Gibran. Lumayan bisa beli rompi yang enggak bikin kepanasan. Kekuasaan itu indah, kawan!