Oleh: Karyudi Sutajah Putra
Jakarta, Fusilatnews – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah merespons laporan dan informasi dari masyarakat terhadap Kaesang Pangarep dan istrinya Erina Gudono, terkait dugaan gratifikasi penggunaan Privat Jet Gulfstream G650ER beberapa waktu lalu yang menghebohkan dunia pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dan politik nasional kita. KPK bahkan akan menjadwalkan pemeriksaan Kaesang, putra bungsu Presiden Joko Widodo.
“Pemanggilan terhadap Kaesang haruslah ditempatkan dalam kerangka penegakan hukum pidana dengan berpedoman pada KUHAP dan Undang-Undang (UU) No 19 Tahun 2019 tentang KPK, yaitu dalam kerangka penyelidikan (meskipun diawali dengan tahapan telaah dan klarifilasi). Jadi, bukan sekadar formalitas untuk memenuhi desakan publik,” kata Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus SH kepada Fusilatnews.com di Jakarta, Selasa (3/9/2024).
Namun demikian, kata Petrus, jadwal pemeriksaan terhadap Kaesang dan Erina seharusnya dilakukan setelah KPK melalukan pemeriksaan untuk mengklarifikasi Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman sebagai pelapor, dan Gibran Rakabuming Raka, Walikota Surakarta, Jawa Tengah, saat itu karena menandatangani MoU (Memorandum of Understanding) atau perjanjian kerja sama dengan Direktur PT Shopee Internasional Indonesia.
Pun, kata Petrus, Gang Ye, petinggi SEA Limited dan Garena yang berbasis di Singapura, Ketua DPRD Surakarta (Budi Prasetyo, red), serta Presiden Jokowi, sebagai ayah Kaesang dan Gibran, karena konteksnya adalah dugaan KKN,” jelas Petrus.
Berdasarkan uraian fakta dan peristiwa yang disampaikan Koordinator MAKI Boyamin Saiman kepada KPK berupa fotokopi MoU dan perjanjian kerja sama, kata Petrus, seharusnya sebelum KPK memanggil Kaesang dan Erina untuk diperiksa dan didengar keterangannya, terlebih dahulu KPK harus memeriksa sejumlah pihak antara lain Boyamin, Gibran, Direktur Shopee, Gang Ye, Ketua DPRD Solo tahun 2021 (Budi Prasetyo, red), dan Presiden Jokowi.
“Mengapa? Karena sesuai uraian peristiwa dan fakta-fakta sebagaimana laporan Boyamin Saiman tanggal 28 Agustus 2024, yang melampirkan MoU dan perjanjian kerja sama, dibuat antara Pemerintah Kota Surakarta dan Shopee, ditandatangani Gibran pada 23 April 2021 sebagai Walikota Surakarta kala itu, untuk mendirikan kantor dan pusat gaming di atas lahan milik Pemkot Surakarta,” papar Petrus yang juga Koordinator Pergerakan Advokat (Perekat) Nusantara.
Ada Surat Bukti MoU
Menurut Petrus, karena ada MoU dan surat perjanjian kerja sama antara Pemkot Surakarta dan Shopee itulah maka dugaan terjadi peristiwa pidana korupsi berupa gratifikasi penggunaan Privat Jet Gulfstream G650ER oleh Kaesang dapat diurai benang merahnya lewat proses penyelidikan KPK secara “pro justitia”.
“Melalui penyelidikan itulah hubungan antara salah satu petinggi perusahaan e-commerce terkemuka yaitu Gang Ye yang disebut-sebut telah memberikan fasilitas jet pribadi untuk Kaesang dan istrinya Erina dapat diurai melalui proses pertanggungjawaban pidana korupsi agar prinsip perlakuan setiap orang sama di hadapan hukum atau ‘equality before the law’ tercipta,” urainya.
“Jika kita memperhatikan tempus (waktu) di mana MoU dan perjanjian kerja sama dibuat dan ditandatangani oleh Gibran dan Shopee, yaitu 23 April 2021, hal itu berarti pada waktu itu Gibran baru dua bulan menjadi Walikota Surakarta (dilantik 26 Februari 2021). Artinya, baru menjabat walikota kurang dari dua bulan, tetapi Gibran sudah menandatangani MoU dan perjanjian kerja sama,” lanjutnya.
Pertanyaannya, kata Petrus, apakah sebelum MoU dan perjanjian kerja sama ditandatangani telah didahului dengan sebuah studi kelayakan atau tidak; dan apakah ada persetujuan DPRD Kota Surakarta atau tidak, karena MoU ini berkategori kerja sama daerah; dan bagaimana pemenuhan hak dan kewajiban antara Pemkot Solo dan Shopee mengingat kerja sama kedua pihak dalam kerangka kerja sama daerah dengan pihak ketiga sesuai UU Pemerintah Daerah?
Ada Saksi Fakta
Pengakuan sejumlah karyawan Shopee yang enggan disebutkan namanya, selama tiga tahun belakangan ini hubungan SEA Group dengan keluarga Solo (Jokowi) yakni di Solo Paragon Mall dan Solo Technopark cukup dekat.
Saat ini Shopee sedang menghadapi permasalahan hukum karena digugat melakukan monopoli jasa logistik atau pengiriman barang di Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) di Jakarta. “Ini juga perlu didalami agar jangan sampai KPPU hanya menjadi lembaga tukang stempel kemenangan Shopee,” pinta Petrus.
Berangkat dari fakta-fakta tersebut di atas, masih kata Petrus, KPK tidak boleh main-main dengan tuntutan masyarakat, di tengah desakan publik yang meluas agar KPK serius dalam mengungkap kejahatan korupsi yang menggunakan pintu masuk KKN “Ini sangat beralasan hukum bagi KPK untuk mengungkap hubungan yang beraroma KKN antara keluarga Presiden Jokowi di satu pihak dan Shopee dengan Pemkot Surakarta yang ketika itu dipimpin Gibran di pihak lain,” tegasnya.
“Publik bisa saja menafsirkan Gibran diduga dijadikan Walikota Surakarta bukan untuk melayami warganya, melainkan dalam kerangka antara lain memuluskan beroperasinya perusahaan rakasasa Shopee dalam semangat KKN, karena pada saat itu skenario pemusatan kekuasaan di tangan Presiden Jokowi sudah terbentuk dan terbangun,” tambahnya.
Pemusatan Kekuasaan ala Orde Baru
Upaya Presiden Jokowi memusatkan semua kekuasaan, wewenang dan tanggung jawab pada bidang ekskutif, legislatif maupun yudikatif, kata Petrus, telah dibangun sejak awal periode kedua jabatan Presiden. “Ini sangat mirip dengan pemusatan kekuasaan, wewenang dan tanggung jawab yang dilakukan oleh Presiden Soeharto di era Orde Baru. Di era Reformasi ini, Jokowi ingin mengembalikan perilaku otoriter Orde Baru itu dengan melakukan pemusatan kekuasaan, wewenang dan tanggung jawab di tangannya, dengan mengabaikan peran kontrol sosial masyarakat,” sesalnya.
Saban hari, lanjut Petrus, masyarakat menyampaikan kritik keras, kasar bahkan cenderung memfitnah, namun oleh Jokowi seolah-olah tidak didengarkan. Akibatnya, kata dia, penyelenggara negara di eksekutif, legislatif dan yudikatif tidak dapat menjalankan tugas dan fungsinya dengan optimal selama periode kedua kekuasaan Jokowi, karena hanya mengikuti apa maunya Presiden.