Fusilatnews – Ribuan orang diamankan. Ribuan wajah terjebak dalam kerumunan hukum yang tak jelas. Itulah gambaran penangkapan massal yang dilakukan polisi saat peristiwa Agustus 2025, yang kini menuai sorotan serius dari Komnas HAM. Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah, mengungkapkan bahwa Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sendiri mengakui adanya kemungkinan kesalahan dalam penanganan kasus ini.
“Kapolri menyatakan mungkin ada di antara itu yang kami melakukan kesalahan. Tetapi kemudian kami lakukan pemilahan sehingga sebagian besar sudah dibebaskan,” kata Anis, Rabu malam (10/9/2025).
Meski pengakuan ini terdengar sebagai bentuk tanggung jawab, kenyataannya praktik penangkapan massal tetap meninggalkan pertanyaan besar: apakah hukum dijalankan secara benar, ataukah sekadar menjadi alat kekuasaan? Menurut Anis, penangkapan seharusnya memenuhi unsur hukum dan tidak dilakukan sembarangan. Namun ribuan orang sempat ditahan, membuat wajar jika publik mempertanyakan prosedur yang diterapkan.
Selain persoalan jumlah tahanan, Komnas HAM juga menyoroti akses bantuan hukum bagi mereka yang masih ditahan. Banyak laporan masuk ke Komnas HAM bahwa para tahanan belum mendapatkan pendampingan hukum yang layak. Hal ini menjadi konsentrasi utama dalam pertemuan Anis dengan Kapolri di Mabes Polri.
Data resmi POLRI menunjukkan, dari 5.444 orang yang sempat diamankan, sebanyak 4.800 sudah dipulangkan, sementara 583 orang masih dalam proses hukum. Angka ini memperlihatkan bahwa sebagian besar penangkapan tidak berujung pada penahanan permanen, namun proses hukum yang berlarut-larut tetap meninggalkan trauma dan stigma bagi warga.
Kritik Komnas HAM pada POLRI bukan sekadar soal angka, tetapi soal prinsip: hukum harus dijalankan adil, tidak boleh digunakan sebagai alat untuk menekan massa atau menakut-nakuti publik. Penangkapan massal, meski diklaim untuk menjaga keamanan, justru berpotensi merusak kepercayaan masyarakat pada aparat hukum.
Peristiwa ini seharusnya menjadi momentum introspeksi bagi POLRI. Kepolisian perlu memastikan bahwa setiap tindakan penegakan hukum memiliki dasar yang jelas, prosedural, dan berkeadilan. Tanpa itu, keamanan publik yang dijaga bisa berubah menjadi ketakutan yang mengekang hak asasi warganya sendiri.