Makassar – fusilatnews. — Tes Uji Fleksibilitas Bahasa Inggris (TUFEL) yang diwajibkan bagi mahasiswa tingkat akhir di Universitas Islam Makassar (UIM) menyisakan catatan penting. Seorang mahasiswa disabilitas netra, Firdaus, mengaku konfirmasi pendampingan telah dilakukan, tetapi justru tidak tersedia saat ujian, membuatnya dibantu sesama peserta. Pusat Bahasa UIM mengakui hal ini sebagai bahan evaluasi layanan akses disabilitas dalam pelaksanaan ujian wajib kampus.
Universitas Islam Makassar (UIM) menggelar Tes Uji Fleksibilitas Bahasa Inggris (TUFEL) pada Kamis, 27 November 2025, di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), kemarin. Ujian ini diikuti puluhan mahasiswa dari berbagai jurusan, terutama mereka yang berada di tingkat akhir.
Dalam pelaksanaannya, Firdaus, mahasiswa disabilitas netra, menyampaikan kekecewaannya karena tidak adanya pendamping khusus bagi peserta disabilitas netra selama ujian berlangsung.
“Sehari sebelum ujian saya sempat mengonfirmasi ke panitia terkait pendamping disabilitas netra. Namun, saat ujian berlangsung, tidak ada pendamping yang disiapkan. Saya akhirnya dibantu oleh sesama peserta ujian TUFEL,” ujarnya.
Respons Pusat Bahasa UIM
Dani, Penanggung Jawab Pusat Bahasa UIM, mengakui bahwa program TUFEL di lingkungan UIM baru berjalan sekitar satu tahun dan saat ini bersifat wajib bagi mahasiswa tingkat akhir sebagai prasyarat kelulusan.
“Alhamdulillah, ujian TUFEL di UIM sudah berjalan kurang lebih setahun. Kami melihat alumni sangat membutuhkan kemampuan bahasa Inggris sebagai nilai kompetensi tambahan, yang dibuktikan melalui sertifikat TUFEL. Meski implementasinya masih dalam tahap prinsip dasar, ini sudah cukup sebagai alat ukur kemampuan bahasa Inggris mahasiswa sebelum resmi menjadi alumni,” jelasnya.
Menanggapi keluhan Firdaus, Dani mengakui bahwa saat ini UIM belum menyediakan layanan pendampingan khusus untuk peserta disabilitas netra saat ujian.
“Kami memang belum berfokus menyediakan layanan tersebut. Namun, kejadian ini menjadi evaluasi agar ke depan kami dapat menyiapkan pendamping khusus. Jika tersedia dana hibah atau alokasi anggaran lebih, kami juga berencana menghadirkan perangkat asistif untuk membantu peserta disabilitas,” tambahnya.
Komitmen dan Upaya Layanan Disabilitas
Dani turut mengungkap bahwa pada 2020, Fakultas Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (FKIPS) pernah menerima dana hibah, yang digunakan untuk merumuskan metode pembelajaran berbasis audio demi mendukung akses mahasiswa disabilitas netra.
UIM sendiri, kata Dani, telah memiliki Unit Layanan Disabilitas (ULD) dengan struktur organisasi dan ketua yang aktif. Ia menekankan bahwa universitas juga pernah menggelar seminar internasional bertema disabilitas pada Juli 2025, sebagai bentuk dukungan akademik dan sosial.
“Di UIM tidak jauh berbeda dengan UNHAS, hanya mungkin implementasinya di lapangan yang masih perlu dikuatkan. Kami sudah menggelar seminar internasional disabilitas pada Juli kemarin. Bahkan, UIM juga sedang membangun gedung baru yang lebih ramah disabilitas, meski tentu masih belum sempurna,” jelasnya.
Dani menegaskan bahwa UIM tetap berkomitmen meningkatkan layanan, termasuk pada aspek teknis pendampingan ujian.
“Kami menyadari bahwa ULD secara teknis belum berjalan optimal menyentuh semua kebutuhan. Namun, kami terus berkomitmen melakukan peningkatan layanan terbaik untuk mendukung mahasiswa disabilitas di lingkungan UIM,” tegasnya.
UIM menegaskan bahwa keluhan ini akan menjadi evaluasi kelembagaan, khususnya pada aspek akomodasi ujian untuk mahasiswa disabilitas. Pusat Bahasa dan Unit Layanan Disabilitas (ULD) diharapkan dapat merumuskan langkah teknis pendampingan dan penyediaan perangkat asistif, sehingga pelaksanaan TUFEL ke depan inklusif dan setara bagi seluruh mahasiswa.


























