Oleh: Karyudi Sutajah Putra, Analis Politik Konsultan & Survei Indonesia (KSI)
Jakarta – Sedemikian merasa berkuasanya, sampai-sampai Bahlil Lahadalia terjangkit sindrom “L’Etat c’est Moi” seperti yang menjadi kredo Raja Louis XIV (1638-1715) dari Prancis.
Kalimat tersebut secara harfiah berarti “negara adalah saya” dan sering kali dianggap sebagai ungkapan penguasa absolut untuk menegaskan kekuasaan mutlaknya.
Selain Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil adalah Ketua Umum Partai Golkar, parpol terbesar di era Orde Baru yang tetap eksis hingga kini setelah bermatamorfosis dari Golkar menjadi Partai Golkar sejak awal era reformasi.
Bahlil juga menteri di era Presiden ke-7 RI Joko Widodo yang berlanjut di era Presiden Prabowo Subianto ini. Jadi, kalau dia merasa sangat berkuasa, itu wajar. Bahkan mungkin Bahlil ingin menjadi seperti Jokowi yang pernah ia sebut sebagai Raja Jawa.
Bahlil pun mungkin membayangkan dirinya sebagai Raja Jawa, bahkan Raja Louis XIV yang mengandaikan atau mengidentifikasi dirinya sebagai negara. Negara adalah saya. Saya adalah negara.
Selama menjadi Menteri ESDM, baik di era Jokowi maupun di era Prabowo, Bahlil banyak menciptakan blunder. Misalnya kebijakannya soal bahan bakar minyak (BBM), gas dan tambang. Sebab itu, banyak pihak mendesak Bahlil untuk hengkang dari Kabinet Merah Putih.
Bahlil juga disebut sebagai menteri nakal yang sudah mendapatkan peringatan dua kali dari Prabowo, dan jika tetap nakal maka peringatan yang ketiga kalinya adalah di-reshuffle dari kabinet.
Akan tetapi, Bahlil bergeming. Ia bahkan menegaskan tak akan mundur demi mempertahankan kedaulatan negara. Jangankan selangkah, sejengkal pun Bahlil tak akan mundur. Yang berhak menilai dirinya, kata Bahlil, adalah Prabowo.
Ya, Jumat (24/10/2025) kemarin, seperti dilansir sebuah media, Bahlil Lahadalia menegaskan dirinya tidak akan mundur sedikit pun demi menjaga marwah negara. Dia mengungkit arahan Presiden Prabowo Subianto untuk terus menjaga kedaulatan negara dan memenuhi KPI sebagai menteri.
KPI adalah singkatan dari “Key Performance Indicator” atau Indikator Kinerja Utama, yakni parameter yang digunakan untuk menilai seberapa efektif sebuah organisasi, kementerian, atau individu dalam mencapai tujuan spesifik yang telah ditetapkan.
Apa pun, katanya, akan dia pertaruhkan demi kedaulatan negara. Jangankan selangkah, sejengkal pun dia enggak akan pernah mundur.
Bahlil telah mengidentifikasi dirinya sebagai negara. Seolah-olah kalau tidak ada Bahlil maka negara akan bubar. Sebab itu, ia akan mati-matian bertahan di kabinet. Demi menjaga marwah negara, katanya. Jangankan selangkah, sehengkal pun ia tak akan mundur.
Sepertinya Bahlil Lahadalia benar-benar terjangkit sindrom L’Etat c’est Moi!

Oleh: Karyudi Sutajah Putra, Analis Politik Konsultan & Survei Indonesia (KSI)
























