FusilatNews – Dalam sebuah wawancara, Prof. Mahfud MD pernah menyampaikan bahwa para taipan sesungguhnya masih berada di bawah kendali Jokowi. Lebih lanjut, ia juga menyatakan bahwa Presiden Prabowo Subianto tidak ingin dikontrol oleh mereka (Red). Namun, realitas politik kembali menunjukkan bahwa para taipan tetap menjadi aktor penting dalam dinamika kekuasaan. Baru-baru ini, Presiden Prabowo memanggil mereka untuk menghadapnya, membuktikan bahwa magnet kapital tetap menjadi faktor penentu dalam permainan politik.
Fenomena ini bukanlah sesuatu yang baru dalam politik Indonesia. Sejak era Orde Baru hingga reformasi, para taipan selalu memiliki peran dalam menentukan arah kebijakan ekonomi dan politik negara. Mereka bukan sekadar aktor ekonomi, tetapi juga bagian dari jaringan kekuasaan yang memiliki akses langsung ke lingkaran elite politik. Dengan modal besar dan jaringan bisnis yang luas, para taipan mampu mengamankan kepentingan mereka dalam berbagai rezim.
Ketika Jokowi berkuasa, ia tampaknya berhasil membangun hubungan erat dengan para taipan. Dalam berbagai proyek infrastruktur dan kebijakan ekonomi, peran mereka sangat dominan. Mahfud MD mungkin beranggapan bahwa kendali tetap berada di tangan Jokowi, tetapi politik bersifat dinamis. Dengan bergesernya kekuasaan ke tangan Prabowo sebagai Presiden, para taipan pun harus segera menyesuaikan diri.
Langkah Prabowo yang memanggil para taipan untuk menghadapnya menunjukkan bahwa kekuatan ekonomi tetap menjadi elemen vital dalam stabilitas politik. Kendati Prabowo dikatakan tidak ingin dikontrol oleh mereka, realitasnya sulit untuk mengabaikan pengaruh mereka sepenuhnya. Politik dan ekonomi di Indonesia memiliki keterkaitan erat, sehingga sulit membayangkan seorang pemimpin yang benar-benar bisa lepas dari jejaring taipan.
Persoalan yang lebih dalam bukan hanya tentang siapa yang mengendalikan siapa, melainkan tentang bagaimana sistem politik kita telah terbentuk sedemikian rupa sehingga ketergantungan pada modal besar tak terelakkan. Selama politik Indonesia masih bergantung pada pendanaan besar dari kelompok bisnis, selama itu pula para taipan akan tetap menjadi rebutan para penguasa.
Akhirnya, realitas ini mengingatkan kita bahwa dalam politik, idealisme sering kali harus berhadapan dengan pragmatisme. Prabowo mungkin ingin menunjukkan independensinya dari para taipan, tetapi sistem yang ada menuntutnya untuk tetap berhubungan dengan mereka. Sejarah politik Indonesia membuktikan bahwa siapapun pemimpinnya, taipan akan selalu menjadi bagian tak terpisahkan dari kekuasaan.























