Oleh: Damai Hari Lubis – Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)
Permohonan praperadilan (Prapid) yang diajukan oleh Hasto Krisiyanto didaftarkan pada 14 Februari 2025 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Prapid ini sah secara hukum karena:
- Perkara pidana dengan tersangka Hasto belum didaftarkan di badan peradilan lain pada saat pengajuan permohonan.
- KUHAP tidak mengatur larangan bagi tersangka untuk mengajukan prapid lebih dari satu kali.
- Prapid pertama Hasto tidak menyatakan dalam vonis bahwa status penetapan tersangka oleh KPK telah sah menurut hukum, melainkan ditolak karena permohonannya dianggap kabur (obscuri libeli).
Selain itu, terdapat dalil penting yang menguatkan posisi hukum Hasto: 4. Meskipun tindakan KPK tampak tidak etis, secara hukum (KUHAP) tidak ada larangan bagi KPK atau Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk mendaftarkan perkara pidana, meskipun pada saat yang sama KPK/JPU berstatus sebagai pihak termohon dalam sidang prapid Hasto. Berdasarkan informasi dari Jaksa Penuntut KPK, Surya Dharma Tanjung dan tim, perkara tersebut baru didaftarkan dengan nomor 36/Pid.Sus-TPK/2025/PN.JKT PST pada Jumat, 7 Maret 2025. 5. Oleh karena itu, secara hukum, perkara prapid tidak dapat digugurkan secara otomatis oleh Ketua PN Jakarta Selatan maupun dinafikan oleh PN Jakarta Pusat tempat persidangan tindak pidana korupsi berlangsung. Sebab, pada saat pengajuan prapid kedua (14 Februari 2025), perkara pidana Hasto belum didaftarkan ke PN Jakarta Pusat oleh jaksa KPK, yang baru mendaftarkannya pada 7 Maret 2025.
Dari kronologi ini terlihat adanya strategi hukum yang dimainkan, di mana jaksa KPK kalah cepat dibandingkan tim hukum Hasto yang segera mengajukan prapid kedua pada 14 Februari 2025, setelah prapid pertama ditolak pada 13 Februari 2025. Penolakan tersebut hanya didasarkan pada alasan obscur, bukan karena status tersangka Hasto telah dinyatakan sah berdasarkan prosedur hukum formal KUHAP dan UU Tipikor.
Dengan demikian, secara hukum, prapid Hasto harus tetap berjalan dan hanya dapat dihentikan melalui vonis yang menolak permohonan prapid. Sebaliknya, perkara pidana yang didaftarkan oleh KPK di PN Jakarta Pusat justru berpotensi gugur sebelum masuk pada pokok perkara, jika prapid Hasto dikabulkan oleh PN Jakarta Selatan.
Jika prapid Hasto dikabulkan, maka kuasa hukum Hasto dapat mengajukan Eksepsi Prosesual, yakni eksepsi terkait syarat formil yang menyatakan bahwa dakwaan cacat formil berdasarkan putusan prapid PN Jakarta Selatan. Selain itu, dapat pula diajukan argumen bahwa perkara pidana tersebut telah kehilangan dasar hukumnya karena sudah terdapat putusan prapid yang sah dan berkekuatan hukum tetap dari PN Jakarta Selatan.
Akibatnya, dakwaan KPK terhadap Hasto tidak sah dan wajib dinyatakan niet ontvankelijk verklaard (tidak dapat diterima) oleh PN Jakarta Pusat, karena cacat formil.























