Garut-Fusilatnews– Jumlah pelajar yang diduga keracunan setelah menyantap menu Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Garut terus bertambah. Dinas Kesehatan (Dinkes) Garut mencatat, hingga Jumat (19/9/2025), sedikitnya 569 pelajar mengalami gejala keracunan.
“Hingga saat ini, berdasarkan penelusuran yang kami lakukan, ada 569 orang yang mengalami gejala keracunan,” ujar Kadinkes Garut, dr. Leli Yuliani, dilansir detikJabar.
Leli menjelaskan, data tersebut didapat setelah pihaknya menerima laporan tambahan dari sejumlah sekolah. “Hari ini ada pelaporan dari salah satu sekolah dasar. Lokasinya masih di Kecamatan Kadungora,” katanya.
Ratusan pelajar yang keracunan itu berasal dari empat sekolah berbeda, yakni dari SMP dan SMA di bawah satu yayasan yang sama, serta sebuah SD dan Madrasah Aliyah.
Menurut Leli, sebagian besar pelajar mengalami gejala ringan dan menjalani perawatan di rumah masing-masing. Namun ada 30 pelajar yang harus dirawat di Puskesmas, dengan 11 di antaranya sudah dipulangkan, sementara 19 masih dirawat.
“Mayoritas gejalanya ringan seperti mual, pusing, dan diare. Untuk kasus yang perlu perawatan, sudah ditangani di fasilitas kesehatan terdekat,” jelasnya.
Kasus Serupa di Daerah Lain
Kasus keracunan akibat menu MBG sebelumnya juga pernah terjadi di sejumlah daerah. Pada Agustus 2024, ratusan pelajar di Kabupaten Tasikmalaya dilaporkan mengalami gejala keracunan setelah menyantap menu serupa. Mereka mengeluhkan mual, muntah, dan sakit perut, dengan puluhan siswa harus mendapat perawatan medis.
Di Ciamis, kasus serupa juga sempat terjadi pada awal 2025, di mana puluhan siswa SD jatuh sakit usai mengonsumsi makanan dalam program MBG. Saat itu, Dinkes setempat menyebut penyebab sementara adalah faktor kebersihan makanan yang tidak terjaga.
Bahkan, di Majalengka, kasus keracunan massal akibat MBG menimpa puluhan siswa SMP pada pertengahan tahun lalu. Dugaan sementara saat itu juga mengarah pada proses distribusi makanan yang kurang higienis.
Respons Pemerintah Pusat
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menegaskan pihaknya sudah menurunkan tim investigasi bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk menelusuri sumber keracunan di Garut.
“Kami sedang melakukan uji laboratorium terhadap sampel makanan yang dikonsumsi siswa. Hasilnya akan menjadi dasar langkah penanganan selanjutnya,” kata juru bicara Kemenkes, dr. Siti Nadia Tarmizi.
Sementara itu, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyatakan prihatin atas kejadian ini. Dirjen PAUD, Dikdas, dan Dikmen, Iwan Syahril, menyebut pihaknya akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan penyedia makanan untuk memastikan standar higienitas lebih diperketat.
“Program MBG adalah ikhtiar mulia untuk meningkatkan gizi anak bangsa. Namun, aspek keamanan dan kualitas makanan tidak boleh diabaikan. Kami akan evaluasi bersama agar kasus seperti ini tidak terulang,” tegas Iwan.
Kritik Legislator
Di sisi lain, DPR menilai pemerintah perlu lebih serius dalam mengawasi program MBG yang menggunakan anggaran besar negara. Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani, menilai kejadian berulangnya keracunan massal menjadi sinyal bahwa pengawasan distribusi makanan tidak berjalan optimal.
“Jangan sampai niat baik meningkatkan gizi anak malah berujung musibah. Pemerintah harus mengevaluasi ketat pihak ketiga penyedia makanan, mulai dari standar kebersihan, kualitas bahan baku, hingga proses distribusi,” ujarnya.
Senada, Anggota Komisi X DPR, Andreas Hugo Pareira, juga mendesak pemerintah segera melakukan audit menyeluruh. “Kalau kasusnya terus berulang, itu artinya sistemnya bermasalah. Jangan sampai MBG hanya jadi proyek politik, sementara keselamatan anak-anak diabaikan,” katanya.
Desakan Evaluasi
Maraknya kasus keracunan massal ini menimbulkan desakan agar pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap implementasi MBG. Sejumlah pihak meminta agar aspek kebersihan, distribusi, hingga keterlibatan penyedia makanan lebih diperketat agar tidak membahayakan kesehatan siswa.