Oleh: Karyudi Sutajah Putra, Analis Politik pada Konsultan dan Survei Indonesia (KSI)
Jakarta, Fusilatnews – Ibarat bermain Drama Korea (Drakor), kali ini Arteria Dahlan menampilkan karakter yang tak biasanya. Biasanya, anggota DPR RI dari PDI Perjuangan yang per 1 Oktober 2024 kemarin pensiun ini adalah seorang petarung. Siapa pun dilawan. Tak peduli mantan Menteri Lingkungan Hidup Emil Salim yang sudah sepuh.
Tapi kali ini Teri, panggilan akrabnya, menampilkan karakter berbeda. Ia dengan mudah “menyerah” begitu saja. Ia membuka jalan bagi Romy, cucu Bung Karno, menjadi anggota DPR RI. Alasan Teri pun cukup heroik: balas budi kepada “royal family” Bung Karno!
Romy, kata Teri, datang kepadanya untuk memohon agar putra RachmawatiSoekarnoputri itu bisa menjadi anggota DPR RI. Sebab, kata Teri, hanya dengan menjadi anggota DPR RI itulah maka Romy akan bisa mewujudkan cita-citanya.
Alkisah, PDIP mendapat jatah dua kursi di Daerah Pemilihan Jawa Timur VI di Pemilu 2024 yang meliputi Blitar, Kediri dan Tulungagung. Satu kursi sudah diduduki Pulung Agustanto, karena adik kandung Pramono Anung Wibowo, mantan Menteri Sekretaris Kabinet yang kini sedang mencoba peruntungan sebagai calon gubernur Jakarta di Pilkada 2024, itu sebagai peraih suara terbanyak di dapil tersebut dari PDIP. Disusul Sri Rahayu di urutan kedua dan Arteria Dahlan di urutan ketiga perolehan suara.
Entah mengapa, Sri Rahayu mundur. Maka jatah kursi PDIP beralih ke Teri. Teri yang sudah 10 tahun menjadi anggota DPR pun mundur. Alasannya, membalas budi “royal family” (keluarga kerajaan) Bung Karno.
Teri merasa sebelumnya bukan siapa-siapa. Berkat bimbingan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri bersama mendiang suaminya, Taufiq Kiemas, dan putrinya, Puan Maharani, Teri menjadi seperti sekarang ini: duduk di Senayan.
Kini saatnya ia membalas budi “royal family” Bung Karno. Padahal, kata Teri, bisa saja ia menggugat seperti caleg PDIP lainnya, yakni Tia Rahmania di Dapil Banten I dan Rahmad Handoyo di Dapil Jawa Tengah V.
Tapi karena perolehan PDIP hanya dua kursi di Dapil Jatim VI, maka Teri urung menggugat. Ia tak mau berebut kursi dengan sesama kader PDIP. Jatah kursi yang dia peroleh dari Siti Rahayu pun ia berikan kepada Romy Soekarno. Merupakan suatu kehormatan, kata Teri, bisa melayani “royal family” Bung Karno. Heroik, bukan?
Sayangnya, klaim Teri itu dibantah Romy. Putra mendiang Rachmawati ini tak merasa minta jatah kursi empuk Dewan itu dari Teri. Itu semua, klaim Romy, merupakan kewenangan partai. PDIP, klaim Romy, mengapresiasi dirinya yang sudah bekerja siang-malam di dapil. Nah, lho!
Lalu, siapa yang benar, Teri atau Romy?
Sri Rahayu selaku pemilik pertama kursi panas itu cenderung diam. Teri-lah yang berkoar-koar. Kalau memang mau jadi pahlawan, bukan pahlawan kesiangan, mengapa harus berkoar-koar?
Mungkin Teri sudah berhitung: percuma saja menggugat. Soalnya, sesuai undang-undang, partai politik punya hak prerogatif untuk me-“recall” atau melakukan Pergantian Antar Waktu (PAW) kadernya di DPR RI atau pun DPRD provinsi/kabupaten/kota.
PAW diatur di dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum, UU Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Dewan Perwakilan Daerah (MD3) sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No 13 Tahun 2019, dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Perubahan PKPU Nomor 6 Tahun 2017 Tentang Penggantian Antarwaktu Anggota DPR, DPD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota.
PAW tergantung parpol. Tak harus urut kacang. Artinya, tak harus Arteria Dahlan yang menggantikan Sri Rahayu. Bisa Romy. Inilah yang terjadi dengan Harun Masiku yang melompati caleg di atasnya hasil Pemilu 2019.
Jadi, seandainya Teri mengguggat dan menang lalu dilantik jadi anggota DPR RI kembali, di tengah jalan ia bisa di-PAW kapan saja. Alasan bisa dicari. Inilah mungkin yang membuat Teri menyerah begitu saja.
Tia Rahmania sedang menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, hasilnya belum terlihat. Rahmad Handoyo sudah menggugat ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan menang. Lembaga yang kini diketuai Rahmat Bagja ini memerintahkan KPU untuk melantik Rahmad Handoyo sebagai anggota DPR RI periode 2024-2029, Selasa (1/10/2024) kemarin. Namun kapan pun Rahmad bisa di-PAW oleh PDIP.
Tia dan Rahmad diputuskan PDIP telah melakukan kecurangan dengan menggelembungkan jumlah suara hasil Pemilu 2024 di dapil masing-masing sehingga merugikan sesama caleg dari PDIP.
Kasus serupa juga terjadi di Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Muhammad Irsyad Yusuf yang merupakan adik kandung Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU), dan Ahmad Gufron Sirodj yang merupakan Asisten Pribadi Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf dipecat PKB sehingga tidak boleh dilantik jadi anggota DPR RI dari Dapil Jatim II dan IV. Satu lagi, Ahmad Ali juga dipecat PKB sehingga tidak boleh dilantik jadi anggota DPR RI dari Dapil Jatim V. Akan tetapi, Bawaslu memutuskan agar ketiganya dilantik jadi anggota DPR RI, kemarin. Namun di tengah jalan ketiganya rawan di-PAW. Alasan bisa dicari.
Apalagi, pemecatan Gufron dan Yusuf ditengarai berkaitan dengan konflik internal antara Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar dan Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf serta Sekjen PBNU Saifullah Yusuf.
Kewenangan PAW inilah yang menjadikan para pengurus parpol laksana raja. Teri menyebutnya sebagai “royal family”. Maka bila mau jadi raja, pangeran, kaum ningrat atau darah biru, bergabunglah dengan parpol.