Beberapa hari terakhir, perhatian publik tertuju pada interaksi antara Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (RK) dan mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang terekam dalam sebuah video yang viral. Dalam video tersebut, Jokowi dengan santai mengatakan, “Saya Ridwan Kamil,” disertai dengan dukungan dari orang-orang di sekitar yang menyerukan kata “menang.” Pernyataan ini kemudian diartikan oleh RK sebagai tanda dukungan Jokowi untuknya dalam Pilkada Jakarta yang akan datang. Meski terlihat jelas bahwa dukungan tersebut disambut antusias oleh Ridwan Kamil, muncul pula komentar dari Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, yang menyebut tindakan Ridwan Kamil menemui Jokowi sebagai “bukan mental juara.” Apa yang sebenarnya dimaksudkan Hasto? Dan bagaimana kita bisa menilai situasi ini dalam konteks politik dan mentalitas kepemimpinan?
Menelisik Pernyataan Hasto Kristiyanto: “Bukan Mental Juara”
Hasto Kristiyanto, sebagai salah satu tokoh penting di PDI Perjuangan, memberikan komentar yang menarik tentang kedatangan Ridwan Kamil menemui Jokowi. Menurutnya, sikap tersebut mencerminkan kurangnya “mental juara.” Maksud dari pernyataan ini, dalam konteks politik Indonesia, bisa merujuk pada sikap seorang pemimpin yang seharusnya tampil mandiri, percaya diri, dan tidak terkesan bergantung pada sosok lain—terutama mantan presiden—untuk memperoleh dukungan. Dalam pandangan Hasto, seorang pemimpin sejati harus dapat berdiri di atas kaki sendiri, bukan hanya mengandalkan dukungan dari tokoh besar, meskipun itu seorang mantan presiden sekalipun.
Namun, komentar ini tampaknya sedikit menyudutkan RK yang sedang berada dalam tahap penting dalam kontestasi politik di DKI Jakarta. Sebagai seorang politisi yang tengah mencalonkan diri untuk menjadi gubernur, Ridwan Kamil tentu membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk tokoh besar yang memiliki pengaruh di kancah politik nasional. Hal ini sangat wajar dalam dinamika politik, di mana dukungan dari tokoh berpengaruh seringkali menjadi penentu kemenangan. Justru, sebaliknya, kritik terhadap “mental juara” ini bisa jadi lebih berisiko mengesampingkan kenyataan bahwa dalam sistem politik Indonesia, keberpihakan dari figur publik seperti Jokowi memiliki dampak besar terhadap elektabilitas.
Video Jokowi yang Viral: Tanda Dukungan atau Sekadar Candaan?
Video yang menampilkan Jokowi mengatakan, “Saya Ridwan Kamil,” langsung menjadi viral di media sosial. Di dalam video tersebut, Jokowi tidak hanya memberikan pernyataan tersebut dengan tegas, tetapi juga disertai dengan dukungan dari orang-orang di sekitarnya yang menyerukan kata “menang.” Seseorang yang duduk di sebelah Jokowi bahkan menegaskan bahwa pernyataan itu merupakan pesan yang jelas untuk memenangkan Ridwan Kamil dalam Pilkada Jakarta.
Pernyataan tersebut lantas dipahami oleh Ridwan Kamil sebagai dukungan resmi dari Jokowi. Bahkan, RK menyatakan dirinya merasa optimis bahwa dengan dukungan mantan presiden, elektabilitasnya di Jakarta akan meningkat secara signifikan. Dalam situasi seperti ini, tentu tidak bisa dipungkiri bahwa dukungan semacam itu sangat berarti bagi seorang calon pemimpin daerah, mengingat popularitas Jokowi yang masih tinggi di kalangan masyarakat.
Namun, apakah ini benar-benar dukungan yang konkret atau hanya sebuah candaan politik? Tentu saja, di dunia politik, kata-kata dan sikap yang tampaknya bersifat ringan bisa memiliki makna yang jauh lebih dalam. Jokowi mungkin tidak sedang secara eksplisit mendeklarasikan dukungannya, tetapi bahasa tubuh dan kontekstualisasi dari video tersebut menunjukkan sebuah kecenderungan yang sangat mendukung Ridwan Kamil. Hal ini tentunya memberikan keuntungan politik bagi RK, yang kini semakin terlihat dekat dengan elit politik nasional.
Mental Juara dalam Politik: Antara Mandiri dan Bergantung
Salah satu pertanyaan penting yang muncul dari pernyataan Hasto adalah bagaimana kita seharusnya mendefinisikan “mental juara” dalam politik? Apakah seorang calon pemimpin harus selalu tampil mandiri, ataukah justru mendekatkan diri dengan tokoh besar untuk memperoleh dukungan politik? Di dunia politik, terutama dalam sistem politik Indonesia yang sangat bergantung pada jaringan dan dukungan politik, tidak ada yang bisa berdiri sendiri tanpa mengandalkan kekuatan kolektif.
Ridwan Kamil, sebagai seorang gubernur Jawa Barat yang sukses, memiliki pengalaman dan pencapaian yang bisa menjadikannya kandidat kuat dalam Pilkada Jakarta. Namun, seperti yang terlihat dalam video tersebut, bahkan tokoh besar seperti Jokowi tidak segan untuk memberikan dukungan yang terbuka. Dalam konteks ini, RK tidak hanya bergantung pada dirinya sendiri, tetapi juga memanfaatkan dukungan dari jaringan politik yang lebih luas untuk memperkuat posisi politiknya.
Sebaliknya, kritik terhadap “mental juara” justru bisa menciptakan kesan bahwa seorang calon pemimpin harus menutup diri terhadap bantuan atau dukungan dari pihak lain, padahal dalam kenyataannya, politik adalah tentang membangun koalisi dan merangkul berbagai kekuatan untuk mencapai tujuan bersama. Dalam hal ini, Ridwan Kamil menunjukkan bahwa politik adalah tentang keterbukaan, kemitraan, dan pemanfaatan peluang yang ada.
Kesimpulan: Mental Juara dalam Kontestasi Politik
Pernyataan Hasto yang mengkritik kedatangan Ridwan Kamil menemui Jokowi sebagai “bukan mental juara” mencerminkan pandangan bahwa dalam politik, seorang pemimpin seharusnya tampil mandiri dan tidak bergantung pada tokoh besar untuk memperoleh dukungan. Namun, dalam realitas politik Indonesia, di mana hubungan antar tokoh politik dan jaringan kekuatan sangat penting, sikap Ridwan Kamil yang merangkul dukungan Jokowi bukanlah sebuah kekurangan. Sebaliknya, ini bisa dilihat sebagai langkah strategis yang bijaksana untuk meraih kemenangan dalam kontestasi politik yang penuh tantangan.
Apakah dukungan Jokowi benar-benar menjadi jaminan kemenangan bagi Ridwan Kamil? Tentu saja, waktu yang akan menjawabnya. Namun yang pasti, situasi ini mengingatkan kita bahwa dalam politik, “mental juara” tidak hanya ditentukan oleh kemampuan untuk berdiri sendiri, tetapi juga oleh kemampuan untuk membangun kemitraan dan merangkul dukungan dari berbagai pihak.

























