Jakarta – FusilatNews – Kepolisian berhasil mengungkap praktik penyalahgunaan barcode MyPertamina untuk pembelian bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis solar di dua lokasi, yakni Tuban, Jawa Timur, dan Karawang, Jawa Barat. Modus operandi ini telah meraup keuntungan secara ilegal sebesar Rp 4,4 miliar hanya dalam hitungan bulan.
Para pelaku membeli BBM subsidi dengan harga Rp 6.800 per liter, kemudian menjualnya kembali di atas harga subsidi, yakni Rp 8.600 per liter. “Untuk disparitas atau selisih harga, BBM bersubsidi atau solar bersubsidi itu harganya Rp 6.800 per liter,” ujar Dirtipidter Bareskrim Polri, Brigjen Pol Nunung Syaifuddin dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Rabu (6/3/2025). “Sementara mereka menjualnya dengan harga Rp 8.600 per liter,” lanjutnya.
Dari hasil penyelidikan, ada delapan orang yang diamankan dan telah ditetapkan sebagai tersangka. Untuk kasus di Tuban, terdapat tiga tersangka, yakni BC, K, dan J. Sementara di Karawang, lima orang ditetapkan sebagai tersangka, yaitu LA, HB, S, AS, dan E. Selain itu, dua tersangka lainnya, berinisial COM dan CRN, saat ini masih dalam proses pencarian karena melarikan diri.
Dari pengakuan sementara para tersangka, praktik ilegal di Tuban telah berlangsung selama lima bulan dengan keuntungan sekitar Rp 1,3 miliar. “Nah, ini nanti akan kita dalami lagi dari barcode yang digunakan, apakah memang lima bulan atau lebih dari itu,” kata Nunung. Sementara itu, di Karawang, tersangka mengaku telah menjalankan modus ini selama satu tahun dan meraup keuntungan sekitar Rp 3,07 miliar. “Jadi, total dari perkara ini, keuntungan yang mereka peroleh lebih kurang Rp 4,4 miliar,” ungkapnya.
Polisi menyita sejumlah barang bukti, termasuk barcode MyPertamina, alat pemindai barcode, kendaraan yang digunakan untuk mengangkut BBM, serta dokumen transaksi yang berkaitan dengan penjualan ilegal tersebut. Brigjen Pol Nunung menegaskan bahwa kasus ini menjadi perhatian serius karena merugikan negara dan masyarakat yang berhak mendapatkan BBM bersubsidi.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 40 Angka IX Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi undang-undang, yang mengubah ketentuan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2021 tentang Minyak dan Gas Bumi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Berdasarkan pasal tersebut, mereka terancam hukuman penjara paling lama enam tahun serta denda maksimal Rp 60 miliar.
Pihak kepolisian terus mendalami kasus ini dan mengimbau masyarakat untuk melaporkan segala bentuk penyalahgunaan BBM subsidi demi mencegah praktik ilegal serupa di masa depan.























