Seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan. Kalimat ini bukan sekadar seruan moral, tetapi sebuah inti dari kebijaksanaan yang menyentuh kedalaman jiwa manusia. Pikiran adalah benih, dan dari sanalah seluruh tindakan bermula. Jika benihnya baik, pohon yang tumbuh akan rindang, teduh, dan berbuah manis. Tetapi jika benihnya buruk, ia akan menjadi belukar yang merusak, penuh duri dan racun.
Keadilan bukan sekadar perkara hukum atau aturan yang tertulis di atas kertas. Ia adalah cahaya yang harus berpendar sejak di ruang sunyi pikiran, sebelum menjadi nyala yang menerangi dunia nyata. Seorang terpelajar adalah mereka yang telah menempuh jalan panjang ilmu, yang seharusnya mampu menyingkap kabut kepentingan pribadi, prasangka, dan kebutaan hati. Mereka tidak boleh hanya memahami kebenaran, tetapi harus hidup di dalamnya. Seperti yang dikatakan Mahatma Gandhi, “The true measure of any society can be found in how it treats its most vulnerable members.”
Berbuat adil sejak dalam pikiran berarti mengusir segala bias yang menodai penilaian. Ia adalah keteguhan untuk tidak membiarkan ego berbisik terlalu keras, tidak membiarkan kepentingan pribadi menyesatkan nurani. Pikiran yang adil tidak akan membiarkan dirinya terhanyut oleh kebencian atau cinta yang berlebihan, sebab keduanya bisa menjadi tirai yang menutupi kebenaran. Dalam kata-kata Nelson Mandela, “As long as poverty, injustice and gross inequality persist in our world, none of us can truly rest.”
Dalam perbuatan, keadilan adalah mata air yang menghidupkan. Ia tidak berpihak pada yang kuat, tidak menindas yang lemah. Seorang terpelajar yang benar-benar memahami keadilan tidak akan menutup mata terhadap ketidakadilan, walaupun ia terjadi di sekelilingnya, bahkan di dalam dirinya sendiri. Sebab keadilan bukan hanya soal bagaimana kita memperlakukan orang lain, tetapi juga bagaimana kita menilai diri sendiri.
Seorang bijak pernah berkata, “An injustice anywhere is a threat to justice everywhere.”—Martin Luther King Jr. Maka, seorang terpelajar haruslah merdeka, merdeka dari belenggu kebodohan, dari kekangan kepentingan sesaat, dari bias yang meracuni akal sehat. Karena dari pikiran yang jernih, lahirlah perbuatan yang benar.
Maka, sebelum menuntut dunia menjadi adil, sebelum menuding ketimpangan di luar sana, setiap insan terpelajar harus bercermin: sudahkah pikirannya adil? Sebab dari sanalah segalanya bermula. Jika dalam ruang kecil batinnya ia mampu menegakkan keadilan, maka dalam kehidupan nyata, ia akan menjadi lentera yang menerangi jalannya sendiri dan jalan banyak orang.























