Kehadiran Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Sosial Tri Rismaharini sebagai saksi kunci dalam sidang sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi menyoroti aspek penting dari program Bantuan Sosial (BANSOS) yang dilaksanakan oleh pemerintahan Jokowi. Kedua menteri ini memiliki peran krusial dalam pengelolaan dana dan alokasi anggaran yang menjadi dasar dari program BANSOS tersebut.
Menurut pernyataan Mensos Rini, dana BANSOS yang berada di kementeriannya sebesar 78 triliun rupiah, dan telah dialokasikan untuk berbagai peruntukan yang sudah tercatat. Sementara itu, Menkeu Sri Mulyani diketahui telah mengumpulkan dana sebesar 496 triliun rupiah dari sisa anggaran masing-masing kementerian, yang kemudian dialokasikan untuk program BANSOS yang dikelola oleh pemerintahan Jokowi. Hal ini menimbulkan beberapa pertanyaan terkait legalitas program BANSOS tersebut.
Baca juga : https://fusilatnews.com/dpr-ri-kaget-dana-bansos-versi-kemensos-hanya-78t-bansos-versi-jokowi-497t/
Pertama, dengan dana BANSOS yang tidak tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), program tersebut menjadi kontroversial karena tidak mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). UU APBN menetapkan bahwa anggaran negara haruslah diatur dengan ketat, tanpa ada ruang untuk penyimpangan, bahkan hingga satuan rupiah pun. Ini menimbulkan keraguan akan keabsahan dan legalitasnya menurut hukum yang berlaku.
Kedua, urgensi pemberian bansos yang dilakukan menjelang Pemilu/Pilpres 2024 juga menjadi sorotan. Tanpa transparansi dan audit yang jelas, penggunaan dana bansos dalam konteks politik menjelang pemilihan telah menimbulkan kecurigaan akan motif politis di balik program tersebut.
Dengan demikian, kehadiran Sri Mulyani dan Rini dalam sidang saksi MK memberikan kesempatan untuk mengungkapkan informasi lebih lanjut tentang legalitas, transparansi, dan urgensi dari program bansos yang dilaksanakan oleh pemerintahan Jokowi. Sidang ini juga menjadi forum untuk mengkaji apakah program bansos tersebut telah melanggar prinsip-prinsip hukum dan demokrasi yang berlaku di Indonesia.
Sebagai keterangan tambahan, sebagaimana dimaklumi, bahwa Mensos Rini adalah kader PDIP – dan telah mengatakan pada sidang komisi DPR RI, bahwa ia tidak tahu menahu bansos yang dikelola Jokowi. Sementara rekannya, Sri Mulyani, adalah seorang professional, yang tidak diragukan lagi kemampuannya. Mereka hanya diharapkan menyampaikan kesaksiannya, apa adanya.
Jika Sri Mulyani dan Rini memilih untuk menyampaikan informasi dengan jujur dan transparan mengenai program bansos yang dilaksanakan oleh pemerintahan Jokowi, hal tersebut dapat menimbulkan kekhawatiran yang signifikan bagi Jokowi dan pemerintahannya, terutama dalam konteks ancaman Hak Angket di DPR RI.
Pertama-tama, kejujuran dari kedua menteri tersebut dapat mengungkapkan fakta-fakta yang mungkin belum diketahui secara luas oleh publik, termasuk mungkin adanya penyimpangan atau ketidaksesuaian dalam penggunaan dana bansos. Jika terbukti bahwa program bansos tersebut melanggar ketentuan hukum atau prosedur yang berlaku, hal ini dapat mengarah pada kritik yang tajam terhadap kebijakan pemerintah Jokowi.
Kedua, jika terungkap bahwa program bansos tersebut tidak transparan dan terdapat kecurangan atau penyalahgunaan dana, hal ini dapat merusak reputasi Jokowi dan pemerintahannya di mata publik. Publik mungkin akan mempertanyakan integritas dan kejujuran pemerintah, serta mempertanyakan motivasi di balik program bansos tersebut, terutama menjelang Pemilu/Pilpres 2024.
Ketiga, kehadiran ancaman Hak Angket di DPR RI menambah kompleksitas situasi politik. Jika terungkap adanya pelanggaran atau ketidakberesan dalam pelaksanaan program bansos, permintaan untuk mengadakan Hak Angket dapat menjadi lebih kuat. Hal ini dapat mengarah pada proses hukum yang lebih lanjut dan memperumit posisi politik Jokowi di DPR RI.
Secara keseluruhan, kehadiran kejujuran dari Sri Mulyani dan Rini dalam sidang MK dapat mengancam posisi politik Jokowi, terutama jika informasi yang disampaikan mengungkapkan adanya pelanggaran atau ketidakberesan dalam pelaksanaan program bansos. Hal ini dapat memperburuk kondisi politik dan menimbulkan konsekuensi yang serius bagi pemerintahan Jokowi di masa mendatang.