Di era digital yang penuh transparansi ini, setiap pemimpin dituntut untuk terbuka terhadap berbagai pertanyaan publik. Salah satu isu yang terus bergulir adalah keabsahan ijazah S1 Presiden Joko Widodo. Tuduhan bahwa ijazah tersebut palsu bukan hanya menjadi bisik-bisik di kalangan netizen, tetapi juga telah memasuki ranah hukum melalui pengadilan. Sebagai seorang kepala negara, diamnya Jokowi dalam menghadapi isu ini justru memicu lebih banyak spekulasi dan ketidakpercayaan di masyarakat.
Tidak sedikit orang yang mempertanyakan, termasuk saya, mengapa tuduhan sebesar ini tidak segera ditanggapi dengan tindakan yang lebih tegas? Jika ijazah tersebut asli, mengapa tidak segera diperlihatkan kepada publik untuk membungkam semua keraguan? Bukankah sebagai seorang pemimpin, kejujuran dan keterbukaan adalah prinsip utama yang harus dijunjung tinggi?
Diamnya Jokowi dalam menghadapi tudingan ini memberi kesan bahwa ada sesuatu yang ditutupi. Sebuah tuduhan yang begitu serius seharusnya tidak cukup dijawab dengan pernyataan singkat dari pejabat atau institusi terkait, tetapi harus dibuktikan dengan dokumen asli yang bisa diverifikasi oleh publik. Jika memang ijazah itu benar-benar ada dan asli, maka tindakan paling sederhana dan elegan adalah dengan menunjukkannya ke hadapan masyarakat. Dengan begitu, tidak hanya spekulasi yang akan berhenti, tetapi juga rasa hormat terhadap integritas kepemimpinan akan meningkat.
Kepercayaan publik adalah modal utama seorang pemimpin. Dalam sistem demokrasi, rakyat berhak untuk mengetahui latar belakang dan kredibilitas orang yang mereka pilih sebagai pemimpin. Jika ada keraguan, maka tanggung jawab pemimpin adalah memberikan kejelasan, bukan berdiam diri atau menganggap remeh isu yang berkembang. Apalagi, ini bukan sekadar opini liar di media sosial, tetapi telah menjadi bagian dari proses hukum yang nyata.
Apakah Jokowi tidak merasa risih atau terhina dengan tuduhan ini? Atau apakah ia justru merasa bahwa hal ini tidak perlu ditanggapi? Seorang pemimpin seharusnya berdiri tegak menghadapi fitnah, bukan menghindarinya. Tunjukkanlah ijazah yang asli, maka mereka yang menuduh pun akan terdiam dan malu. Sikap diam hanya akan memperkuat kecurigaan bahwa ada sesuatu yang tidak beres.
Pada akhirnya, rakyat hanya menginginkan kejujuran dan transparansi. Jika memang tidak ada yang salah, mengapa harus takut untuk membuktikan?