Oleh: Karyudi Sutajah Putra, Calon Pimpinan KPK 2019-2024.

Jakarta, Fusilatnews – Antiklimaks. Itulah yang terjadi dengan Benny Rhamdani: dari “hero” ke “zero”, dari pahlawan ke pecundang.
Ya, “mak klunthing”, ia yang semula diasosiasikan sebagai harimau jantan, ternyata hanya seekor kucing betina. Betapa tidak?
Semula, Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) itu dengan gagah berani, bahkan berlagak “hero” (pahlawan), menyebut ada seseorang berinisial T, sebut saja Mister T yang mengendalikan judi “online” dan “scamming” (penipuan online) di Kamboja.
Lebih heroik lagi, Mr T itu ia sebut dalam rapat kabinet terbatas yang dihadiri Presiden Joko Widodo, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Panglima TNI saat itu Jenderal Andika Perkasa, dan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan saat itu Mahfud Md.
Bahkan mereka yang mendengar nama Mr T, yang tak pernah tersentuh hukum selama republik ini berdiri, itu disebut Benny terkaget-kaget.
Publik pun memaknai Mr T itu mengendalikan judi online dan scamming di Indonesia dari Kamboja.
Ironisnya, setelah diperiksa Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Senin (29/7/2024), Benny mengklarifikasi telah terjadi “missleading” atas pernyataannya itu.
Menurut Benny, inisial T yang ia maksud adalah dalang penempatan tenaga kerja ilegal ke Kamboja. Ia mengklaim pernyataannya itulah yang kemudian disalahartikan (missleading) sebagai dalang judi online di Indonesia.
Dalam rekaman video yang penulis cermati kembali, Benny memang menyatakan “di Kamboja”, bukan “dari Kamboja”.
Hanya saja jika kita cermati lebih lanjut, buat apa Benny mendesak aparat untuk menangkap T jika perbuatan yang T lakukan bukan di yuridiksi atau wilayah hukum Indonesia, melainkan di Kamboja?
Meskipun T itu warga negara Indonesia (WNI), tapi kalau melakukan kejahatannya di luar wilayah hukum Indonesia, apa yang bisa dilakukan pemerintah Indonesia?
Ternyata Benny berkilah lagi. Yang dia maksud adalah dalang penempatan tenaga kerja ilegal ke Kamboja, dan di Kamboja para pekerja ilegal itu dipekerjakan di bisnis judi online dan scamming.
Mengapa Benny tidak menyebut saja Mr T itu sebagai dalang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) atau “human trafficking”, bukan dalang judi online, sehingga tidak akan terjadi missleading?
Akhirnya, apa yang pernah disampaikan Benny dengan gagah berani itu sekadar pepesan kosong alias zero (nol) belaka. Benny yang semula dianggap pahlawan pun kini dianggap sebagai pecundang.
Mungkin ia takut berhadapan dengan Mr T si kuat itu, yang mungkin lebih kuat daripada Presiden Jokowi apalagi Kapolri, sehingga menganggap pernyataan dia sebelumnya disalahartikan. Artinya, publiklah yang ia anggap telah salah menafsirkan makna pernyataannya.
Ketakutan Benny memang beralasan. Sebab, Presiden Jokowi sendiri saja terindikasi takut. Indikatornya, wong Solo itu mengaku tidak tahu-menahu ihwal Mr T itu dan menyarankan publik mempertanyakan hal itu kepada Benny Rhamdani.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pun setali tiga uang. Bahkan bekas Kabareskrim itu justru memberikan “hadiah” kepada Benny berupa surat panggilan untuk diperiksa/diklarifikasi. Dan hasilnya sudah bisa ditebak: Benny “meralat” pernyataannya.
Mahfud pun tak jauh berbeda. Bekas Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) yang biasanya bersuara lantang itu kini justru enggan diajak bicara soal Mr T dengan dalih dirinya sudah bukan Menko Polhukam lagi.
Ivan Yustiavandana pun sama saja. Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) itu mengelak saat ditanya ihwal inisial T itu. Menurut dia, dari 2 ribuan rekening penampung transaksi judi online yang terdeteksi PPATK, tentu saja ada inisial T. Bahkan banyak.
Pertanyaannya, kalau sebelumnya garang, setelah diperiksa polisi mengapa Brenny Rhamdani nyalinya menjadi ciut, bahkan melempem bak kerupuk tersiram air?
Ternyata Benny bukan Eman Sulaeman, Hakim Tunggal Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jawa Barat, yang benar-benar heroik dan berani mengabulkan gugatan Pegi Setiawan, sehingga tersangka pembunuhan Vina-Eky di Cirebon tahun 2016 itu bebas dari status tersangka, Senin (8/7/2024) lalu.
Keputusan tersebut sesuai ekspektasi publik atau “common sense” (perasaan umum), sehingga dinilai adil. Hakim membuktikan bahwa Pegi adalah korban salah tangkap polisi.
Kini ketika Benny Rhamdani sudah “meralat” pernyataannya, publik pun “hopeless” atau kehilangan harapan akan berhasilnya pemberantasan judi online di Indonesia yang sudah menelan banyak korban. Apalagi menangkap Mr T yang Benny sebut tak pernah tersentuh hukum.
Sedemikian merajalelanya judi online di Tanah Air, sampai-sampai nyaris semua kalangan terlibat, mulai dari anak-anak di bawah umur, ibu rumah tangga, polisi, tentara hingga anggota DPR. Bahkan ada seorang polisi wanita di Mojokerto, Jawa Timur, yang membakar mati suaminya yang juga polisi gegara menyalahgunakan keuangan keluarga untuk bermain judi online.
Padahal, gegara pernyataan kontroversial Benny Rhamdani viral, berita soal terlibatnya sejumlah anggota DPR dalam kasus judi online menjadi tenggelam.
Ternyata Benny yang juga politikus Partai Hanura itu cuma ibarat seekor ayam sayur. Tak bertaji. Tak bernyali. Nyalinya langsung ciut saat diperiksa polisi.