Jakarta – FusilatNews – Kasus kerugian negara sebesar Rp271 triliun yang terkait dengan lahan izin usaha pertambangan PT Timah kini menjadi perhatian serius pihak Kejaksaan Agung (Kejagung). Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa perhitungan kerugian tersebut dilakukan secara ilmiah atas permintaan penyidik, dengan melibatkan ahli dan auditor negara.
Harli menegaskan bahwa angka tersebut bukan hasil estimasi sembarangan, melainkan melalui kajian mendalam. “Semua pihak harus taat asas. Ahli memberikan keterangan atas dasar pengetahuannya yang kemudian diolah dan dihitung oleh auditor negara,” ujarnya kepada wartawan, Jumat (10/1).
Putusan Pengadilan dan Kerugian Negara
Ia juga menyebutkan bahwa nilai kerugian sebesar Rp271 triliun ini telah diakui oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam putusannya terhadap para terdakwa. Menurut Harli, Majelis Hakim sepakat bahwa kerusakan lingkungan yang terjadi merupakan kerugian keuangan negara.
“Artinya pengadilan sependapat dengan JPU bahwa kerugian kerusakan lingkungan itu merupakan kerugian keuangan negara,” jelas Harli. “Lalu apa yang menjadi keraguan kita terhadap pendapat ahli tersebut sehingga harus dilaporkan?” tambahnya.
Laporan Terhadap Ahli Bambang Hero
Namun, perhitungan tersebut menuai kontroversi. Ahli lingkungan Bambang Hero, yang menjadi pihak yang melakukan perhitungan, dilaporkan ke Polda Bangka Belitung oleh pengacara Andi Kusuma. Bambang dituduh memberikan keterangan palsu terkait perhitungan kerugian negara dalam kasus ini.
Menurut Andi Kusuma, Bambang tidak memiliki kompetensi untuk menghitung kerugian negara, karena keahliannya hanya di bidang lingkungan. Ia juga mempertanyakan metode yang digunakan Bambang, yang disebutnya hanya berdasarkan pengamatan satelit.
“Bapak Bambang Hero ini bukan ahli di bidang perhitungan kerugian negara, dia hanya (ahli) lingkungan. Pengambilan (sampel) itu pun dari satelit,” ujar Andi Kusuma.
Dasar Pelaporan
Laporan terhadap Bambang Hero didasarkan pada Pasal 242 Ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang mengatur tentang pemberian keterangan palsu. Jika terbukti bersalah, Bambang dapat menghadapi konsekuensi hukum.
Kasus ini menambah kompleksitas persoalan korupsi di sektor pertambangan yang melibatkan kerugian besar bagi negara. Hingga saat ini, Kejagung masih mendalami berbagai aspek dari kasus tersebut untuk memastikan akuntabilitas semua pihak terkait.