Oleh: Pradipa Yoedhanegara
Sebagai pesan pembuka, kesempurnaan itu hanyalah milik Allah SWT, beserta rasulnya Nabi Besar Muhammad SAW. Sedangkan Manusia itu merupakan tempatnya Khilaf, salah dan dosa.
Membahas kecurangan sempurna dalam pilpres itu sudah harus di rancang sedemikian rupa, jauh sebelum masa kampanye ataupun masa pendaftaran Capres dan Cawapres.
Bentuk-bentuk kecurangan biasanya terselubung, hanya saja kecurangan yang kasat mata terkesan tidak memiliki Fatsun Politik alias nir-etika dan bejad akan moralitas.
Negarawan yang bijak, adalah negarawan yang punya Fatsun Politik dalam memimpin sebuah negeri, bukan negarawan yang mencari celah hukum agar dinastinya bisa berkuasa.
Mencermati Pilpres di 2024 yang akan datang, tampak jelas akan terjadinya kecurangan yang sistematis dan terstruktur dengan baik, karena banyak melibatkan kebijakan publik yang di bungkus aturan politik atau celah hukum.
Coba lihat begitu masive’nya pergantian PJ kepala daerah oleh Kementrian Dalam Negeri, mulai dari PJ Gubernur, PJ Bupati, hingga PJ Walikota di pelbagai daerah yang belakangan ditemukan adanya dokumen Pakta Integritas bersama Badan Inteligen, agar kepala daerah yang diangkat akan mendukung Capres Ganjar Pranowo dalam Kontestasi Pilpres 2024, seperti Pakta Integritas antara Kabinda Papua dan PJ Bupati Sorong yang viral di media sosial.
Selain hal diatas kecurangan tersebut juga terjadi dengan adanya mobilisasi ASN dari Pejabat bupati, dan PJ bupati yang terlihat Offside mengkampanyekan Capres dan Cawapres tertentu dan telah di jatuhi hukuman oleh Bawaslu; yaitu Bupati Majalengka, hanya saja tidak ada sanksi atas tindakan tak bermoral para pejabat tersebut, dalam artian ada celah hukum yang bisa di mainkan untuk berbuat curang dalam Pilpres.
Mobilisasi juga terjadi saat perangkat desa mendukung Capres Prabowo-Gibran, yang sebelumnya pertemuan tersebut dibungkus dengan keinginan perangkat desa meningkatkan anggaran dana desa menjadi Rp 5 miliar per desa.
Selain dana desa, ada juga program pemerintah pusat yang rentan untuk di salah gunakan dalam Pilpres mendatang, yaitu program keluarga harapan (Bansos PKH) kepada 10 juta keluarga penerima manfaat (KPM), hingga warga masyarakat di lokasi rawan bencana yang mengalokasikan dana hingga Puluhan Trilyun Rupiah.
Selain itu penggunaan mobil dinas pemerintah dan BUMN yang digunakan untuk membawa Baliho Partai dan Capres Prabowo-Gibran, terlihat jelas makin ngawur dan curangnya Pipres mendatang, akibat dari hasrat untuk berkuasa yang menghalalkan segala cara.
Hingga hari ini, publik belum melihat sanksi tegas dari Wasit dan Penjaga garis dalam Kontestasi Pilpres 2024 mendatang; Yakni “KPU dan BAWASLU”, yang keseluruhan Komisionernya diam bak macan ompong seperti orang yang terkena penyakit strouke stadium empat akut.
Statement Panglima TNI, yang baru Jend. Agus Subiyanto yang menyatakan “tegak lurus kepada jokowi”, adalah pernyataan yang menyesatkan publik karena TNI lahir dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, sama halnya seperti Jargon Pemilu yang Jurdil yaitu Pemimpin yang Lahir dari, oleh dan untuk rakyat.
Tegak lurus Panglima TNI harusnya kepada Presiden selaku Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, bukan kepada pribadi Jokowi yang telah nyata melanggar Fatsun Politik dengan Mengakali Pencawapresan Gibran melalui Mahkamah Konstitusi, sehingga menjadikan Gibran sebagai Cawapres hasil dari pelanggaran etika.
Melihat Kondisi diatas harapan demokrasi sehat hanya omong kosong belaka, di sini Publik harus bersatu bersama relawan dan Partai Politik, untuk menghadapi kecurangan masive tersebut, dengan secara terus menerus mengawasi, mengawal dan membuat brisik jagat sosial media dan media massa untuk terus memviralkan bentuk-bentuk kecurangan dan kedzaliman penguasa agar tetap bisa menjaga marwah demokrasi di negeri ini tetap menjadi sehat.
Disini secara pribadi saya melihat, kalau Pasangan Anies-Imin, akan di Curangi habis-habisan, karena pilpres hanyalah agenda sermonial lima tahunan yang sudah di design dengan sedemikian rupa, agar yang terpilih adalah sosok yang di inginkan penguasa, bukan sosok yang merupakan kehendak rakyat banyak.
Meski dukungan publik yang masif, hanya saja celah dalam aturan yang tidak memberi sanki tegas, akhirnya hanya akan menjadikan demokrasi di negeri ini menjadi suram, dan kembali seperti era Kolonial berkuasa di negeri ini, untuk itu seluruh rakyat Indonesia sambutlah Pilpres kedepan dengan terus menerus Berisik, jangan diam dan jangan biarkan pelanggar konstitusi melanggeng menjadi pemenang dalam Pilpres nanti.
Sebab apabila yang menang adalah pelanggar Konstitusi, maka mereka akan memimpin bangsa ini tanpa mempedulikan Konstitusi, etika maupun moral dalam membuat kebijakan publik.
Wallahul Muwaffiq ila aqwamith thariq wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Jakarta, 21 November 2023