Menurut Komjen Wahyu modus operandi jaringan yang menamakan diri ‘Hydra Indonesia’ ini menggunakan teknologi digital. Mulai dari tahapan produksi, distribusi hingga transaksi dilakukan melalui dunia nyata maupun dunia digital.
Jakarta – Fusilatnews – Dua warga negara WN Ukraina dan satu warga negara Rusia membangun laboratorium narkoba rahasia (clandestine lab) di vila Kawasan Canggu, Badung, Bali. Selanjutnya mereka memasarkan narkoba tersebut melalui forum darknet dengan nama ‘Hydra Indonesia’ yang disebar di setiap sudut jalanan di Bali.
“Ini dipasarkan melalui darkweb, melalui internet. Ini dipasang di beberapa tempat,” kata Kabareskrim Polri Komjen Wahyu Widada, di Bali, Selasa (14/5/2024).
Menurut Komjen Wahyu modus operandi jaringan yang menamakan diri ‘Hydra Indonesia’ ini menggunakan teknologi digital. Mulai dari tahapan produksi, distribusi hingga transaksi dilakukan melalui dunia nyata maupun dunia digital.
“Pemasarannya menggunakan jaringan ‘Hydra Indonesia’ melalui darknetforum2road.cc melalui aplikasi Telegram Bot. Beberapa grup Telegram yaitu Bali Hydra Bot, Cannashop Robot, Bali Cristal Bot, Hydra Indonesia Manager dan Mentor Cannashop,” imbuh Wahyu.
Sedangkan Direktur Tindak Pidana Narkotika Bareskrim Polri Brigjen Mukti Juharsa mengatakan jaringan ‘Hydra Indonesia’ ini memasang kode tersebut di sejumlah sudut jalanan di Bali. Mereka menempelkan tulisan forum darknet di dinding dengan cat pylox.
“(Kode rahasia) ada, ada. Coba kamu lihat sampai Ubud itu ada di dinding,” kata Mukti.
Pantauan detikcom, kode tersebut berupa tulisan link website darnetforum2road.cc. Kode tersebut terpasang di sejumlah dinding bangunan yang berada di beberapa titik di sepanjang jalan Kawasan Canggu.
Bagi masyarakat awam, kode terselubung itu terlihat biasa. Namun, setelah diteliti ternyata kode tersebut merupakan link website yang mempromosikan ganja dan mephedrone.
Bahkan, kode tersebut juga dipasang di dalam lab narkoba rahasia jaringan ‘Hydra Indonesia’ yang terletak di vila Kawasan Canggu, Badung, Bali. Lab itu berada di basement dalam sebuah vila dengan luas ukuran sekitar 180 meter persegi.
Peran 3 Tersangka
Ada tiga orang WNA yang ditangkap dalam kasus ini, terdiri dari dua WNA Ukraina dan satu orang WN Rusia. Tersangka Ivan Volovod dan Mikhayla Volovod adalah saudara kembar, berperan sebagai peracik sekaligus pengendali.
“Di mana keduanya ini (IV dan MV) berperan sebagai pengendali clandestine laboratorium di Vila Sunny, Badung, Bali. Mereka juga yang memproduksi dan mengendalikan, sekaligus peracik,” kata Wahyu.
Sedangkan tersangka Konstantin Krutz berperan sebagai pengedar yang memasarkan ganja hidroponik dan mephedrone yang diproduksi oleh 2 WN Ukraina. Jaringan ini mendirikan laboratorium narkoba rahasia di basement vila tersebut. Di sana, mereka memproduksi mephedrone dan juga ganja hidroponik.
Dalam kasus ini, Bareskrim Polri menyita sejumlah barang bukti di antaranya adalah alat cetak ekstasi, hydroponic ganja sebanyak 9,7 kilogram, mephedrone sebanyak 437 gran, ratusan kilogram berbagai jenis bahan kimia prekusor pembuatan narkoba jenis mephedrone dan ganja hidroponik, serta berbagai macam peralatan lab pembuatan mephedrone dan hydroponic ganja.
Selain itu, disita pula barang bukti ganja sebanyak 382,19 gram, hashis sebanyak 484,92 gram, kokain sebanyak 107,95 gram, dan mephedrone sebanyak 247,33 gram.
“Estimasi nilai dari keseluruhan barang bukti narkoba yang berhasil diamankan dalam penangkapan ini sekitar Rp 11,5 miliar. Tapi itu di luar yang bahan tadi. Kalau bahan tadi sudah jadi akan lebih besar lagi,” lanjutnya.
Atas perbuatannya itu, para tersangka dijerat dengan Pasal 114 ayat (2) subsider Pasal 113 ayat (2), Pasal 112 ayat (2), lebih subsider pasal 129 huruf A dan Pasal 111 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat (1) Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika dengan ancaman hukuman minimal 5 tahun penjara dan maksimal hukuman mati serta denda minimal Rp 1 miliar dan maksimal Rp 10 miliar.
Sebagaimana dilansir oleh laman Badan Narkotika Nasional, kini peredaran narkoba memasuki era barui era digital dan menjadi bagian dari global village. Era digital melalui media baru memberikan transformasi dalam arus informasi. User generated content menjadi salah satu ciri dari disrupsi teknologi kini.
Artinya semua pengguna internet dapat dengan leluasa disamping menerima informasi juga menyerbarluaskan pada berbagai platform.Teknologi bukan saja telah menghapus batasan atau borderless melainkan juga telah memberikan akses sepenuhnya pada masyarakat dalam berkomunikasi. Namun demikian, era digital juga memiliki ekses negatif. Hadirnya kejahatan siber (cybercrime) merupakan salah satu dari ekses tersebut.
Perkembangan situs darknet terbilang cukup cepat. Menurut UNODC, sejak tahun 2012 situs yang ada di darknet hanya berjumlah ratusan. Namun pada tahun 2020 telah berkembang mencapai 110,865 situs. Sejak Bitcon muncul, ini menjadi celah bagi pasar gelap di darknet semakin berkembang pesat.
Salah satu contohnya adalah situs yang bernama Silk Road. Situs ini mulai diketahui pada tahun 2011 sebagai platform yang melakukan jual-beli produk-produk ilegal, terutama narkoba, dan beroperasi di jaringan Tor dengan menggunakan Bitcoin sebagai metode pembayarannya. Silk Road berkembang signifikan dari hanya memiliki satu situs pada tahun 2011, menjadi 118 situs pada tahun 2019.
Dengan adanya perkembangan teknologi informasi yang terjadi saat ini, semakin membuka ruang kepada pelaku kejahatan cybercrime terutama peredaran gelap narkoba. Peredaran narkotika melalui cybercrime itu dilakukan melalui media sosial dan website. Peredaran narkotika biasanya menggunakan jaringan internet tersembunyi yang sangat sulit dilacak dan identitas tersembunyi.
Produk-produk narkoba yang diperjualbelikan juga beragam, mulai dari ecstasy, amphetamine, methamphetamine, ganja, kokain, opioids (heroin), LSD, jamur (psychedelic mushrooms) dan ketamine.
Produk-produk tersebut juga tersebar secara luas di kawasan Asia Tenggara. Menurut laporan Asean Drug Monitoring (ADM) jenis narkoba yang paling popular di Asia Tenggara meliputi amphetamine, heroin dan ganja.
Jika melihat pada aspek rasio perbandingan negara, tentang jumlah pengguna narkoba yang masuk pengobatan pada tahun 2019, Indonesia merupakan negara di ASEAN yang paling rendah dalam penyalahgunaan narkoba, dengan tingkat rasio 5,3. Sementara negara ASEAN tertinggi dalam penyalahgunaan narkoba adalah Thailand, dengan tingkat rasio mencapai 331,6.).