Perlawanan terhadap pemerintahan Jokowi semakin memuncak, dan tanda-tanda tumbangnya kekuasaan semakin nyata. Bukan hanya sekedar rumor atau spekulasi, tetapi eskalasi kemarahan rakyat, terutama dari kalangan mahasiswa, mulai terbaca dari berbagai aksi dan reaksi di media sosial dan lapangan.
Gejolak Sosial di Media Sosial
Salah satu indikator yang mencolok adalah derasnya hujatan dan cacian yang beredar di media sosial, terutama di platform seperti X (sebelumnya Twitter), TikTok, dan Instagram. Netizen tampak tak segan mengkritik keras Jokowi dan keluarganya, termasuk Kaesang Pangarep, yang baru-baru ini menjadi sorotan di hari ulang tahunnya. Banyak yang mendoakan agar Kaesang tidak jadi dilantik sebagai presiden di masa depan, yang menunjukkan bahwa publik mulai jengah dengan kekuasaan dinasti politik ini. Fenomena ini bukan sekedar ledakan emosi semata, tetapi cerminan dari kekecewaan mendalam yang dirasakan oleh banyak kalangan.
Aksi Mahasiswa: Langkah Awal Perubahan?
Lebih dari sekedar komentar pedas di media sosial, aksi nyata dari mahasiswa semakin menggema. Ratusan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dari berbagai kampus berkumpul di Universitas Negeri Jakarta (UNJ), berkongres dalam apa yang disebut sebagai Kongres Mahasiswa dan Pemuda Indonesia. Tujuannya jelas: menyelamatkan Indonesia dari kehancuran. Para mahasiswa ini merasa terpanggil untuk menjaga konstitusi dan menegakkan keadilan di tengah krisis yang melanda bangsa.
Pada tanggal 14 Oktober 2024, ratusan mahasiswa yang berkumpul di UNJ ini merencanakan aksi besar-besaran menuju Gedung DPR. Mereka membawa tuntutan utama yang menyasar langsung ke arah Jokowi, mendesak agar Jokowi segera mundur dari jabatannya.
Cikal Bakal “98.2”?
Banyak yang melihat gerakan ini sebagai cikal bakal gelombang aksi mahasiswa baru, yang mengingatkan pada reformasi 1998. Sebagaimana halnya pada masa itu, para mahasiswa kini berkumpul dari berbagai daerah seperti Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, hingga wilayah-wilayah Timur Indonesia. Mereka membawa semangat yang sama—menuntut perubahan dan memperjuangkan kebenaran di tengah rezim yang mereka anggap gagal.
Tidak hanya di UNJ, kongres ini juga melibatkan kampus-kampus besar di seluruh Indonesia. Dari Universitas Kristen Indonesia hingga perguruan tinggi Muhammadiyah, suara para pemuda ini semakin menguat. Jika satu kampus saja bisa mengerahkan 100 orang, maka gerakan ini dapat dengan mudah membesar menjadi ribuan massa yang turun ke jalan, menyuarakan ketidakpuasan mereka.
Kepedulian Mahasiswa terhadap Kondisi Bangsa
Para mahasiswa ini tak hanya sekadar beraksi tanpa arah. Kongres yang mereka gelar dirancang untuk merumuskan langkah-langkah strategis demi menyelamatkan negara dari kehancuran. Mereka sadar bahwa NKRI bukan sekadar nama, tetapi harus diperjuangkan agar tetap menjadi negara yang menjunjung tinggi keadilan dan kepentingan rakyat, bukan sekadar alat kekuasaan.
Apa yang Akan Terjadi Selanjutnya?
Melihat eskalasi ini, muncul pertanyaan besar: apakah gerakan mahasiswa ini akan mampu menjatuhkan Jokowi sebelum masa jabatannya berakhir? Beberapa pihak meramalkan bahwa momen ini bisa menjadi awal dari akhir kekuasaan Jokowi, sementara yang lain masih ragu dengan kapasitas gerakan ini untuk benar-benar menggulingkan pemerintahan.
Namun, satu hal yang pasti, perlawanan semakin menguat. Para mahasiswa, bersama rakyat yang marah, mulai menuntut perubahan nyata. Tanda-tanda ini tidak bisa lagi diabaikan.
Seperti kata pepatah, “Sejarah selalu berulang.” Apakah kita akan melihat reformasi jilid dua dalam waktu dekat? Hanya waktu yang akan menjawab, tetapi tanda-tandanya semakin jelas: kemarahan di kampus-kampus Jawa, Sumatera, dan seluruh Indonesia mulai mengkristal menjadi gerakan besar yang bisa mengguncang kekuasaan Jokowi hingga ke intinya.