Oleh: Karyudi Sutajah Putra, Calon Pimpinan KPK 2019-2024
Jakarta – Mumpung ada. Mumpung berkuasa. Kalau tidak sekarang, kapan lagi?
Demikianlah mungkin yang berkecamuk dalam benak lima komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), yakni Mochammad Afifuddin, Idham Holik, Persada Harahap, August Mellaz, dan Yulianto Sudrajat. Mereka kemudian memanfaatkan jabatannya untuk menghambur-hamburkan uang negara.
Diberitakan, lima komisioner KPU itu mendapat sanksi peringatan keras dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Pasalnya, mereka menggunakan privat jet atau pesawat jet pribadi untuk perjalanan dinas dalam rangka pelaksanaan Pemilu 2024.
Tercatat ada 59 kali perjalanan, termasuk ke Bali dan Malaysia yang menghabiskan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga Rp90 miliar.
Ketua KPU M Afifuddin berdalih, penggunaan jet pribadi adalah untuk kepentingan distribusi logistik pemilu ke daerah 3T, yakni tertinggal, terdepan dan terluar.
Namun, semua itu tak terbukti. Menurut DKPP, tujuan penerbangan jet pribadi itu bukan ke daerah 3T, apalagi ada Bali dan Malaysia yang mereka tuju.
Pun, bukan untuk distrubusi logistik pemilu seperti surat suara dan kotak suara, tetapi semata-mata untuk mengangkut kelima komisioner KPU itu. Padahal, ada penerbangan komersial di rute yang mereka lewati.
Ada sejumlah catatan terkait aksi tak simpati lima komisioner KPU itu. Pertama, aji mumpung itu tadi. Mumpung ada fasilitas, mumpung berkuasa atau punya wewenang. Kalau tidak sekarang kapan lagi?
Kedua, kampungan. Lima komisioner KPU itu mungkin tidak pernah menumpang jet pribadi, sehingga memilih fasilitas itu untuk sarana perjalanan dinas mereka. Apalagi ada privat jet kelas mewah yang mereka sewa, yakni jenis Embraer Legacy 650.
Mereka silau dengan kemewahan. Mereka seperti harimau lapar saat melihat kijang. Mereka benar-benar kampungan.
Ketiga, lima komisioner KPU itu tidak takut kepada pemerintah dan DPR ketika menggunakan privat jet yang berarti menghambur-hamburkan anggaran. Mungkin karena sudah ada deal-deal untuk memenangkan calon tertentu, sehingga eksekutif dan legislatif permisif.
Keempat, sanksi peringatan keras yang dijatuhkan DKPP kepada kelima komisioner itu tidak keras. Bahkan terlalu lembek. Mestinya di-skorsing dalam jangka waktu tertentu atau bahkan dipecat. Mereka tak punya sense of crisis. Mereka tak layak menjadi pejabat publik.
Kelima, M Afifuddin layak dipidanakan karena patut diduga telah melakukan kebohongan publik dengan mengatakan penggunaan jet pribadi itu untuk distribusi logistik pemilu di daerah 3T. Dua hal itu menurut DKPP tidak terbukti.

Oleh: Karyudi Sutajah Putra, Calon Pimpinan KPK 2019-2024























