Oleh: Karyudi Sutajah Putra – Analis Politik pada Konsultan dan Survei Indonesia (KSI), Jakarta.
JAKARTA – Aturan dibuat untuk dilanggar. Anekdot ini tampaknya berlaku bagi PDI Perjuangan, khususnya terkait calon presiden (capres) untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Ketika Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menyatakan akan memberikan sanksi bagi siapa pun kader yang bicara soal capres, setelah itu mereka justru ramai-ramai bicara capres. Mereka seakan tak hirau akan larangan Hasto.
Larangan kader bicara capres dilontarkan Hasto usai para kader PDIP dari sejumlah daerah ramai-ramai mendeklarasikan dukungannya kepada Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sebagai capres 2024.
Tercatat misalnya para pengurus Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDIP Kabupaten Purbalingga dan Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, yang melakukan deklarasi dukungan Ganjar sebagai capres.
“Manakala ada anggota partai yang tidak memiliki disiplin dan ikut-ikutan dalam deklarasi calon sebelum partai menetapkan, partai akan menegakkan disiplin tersebut dengan memberi sanksi organisasi,” kata Hasto Kristiyanto dalam keterangan resminya, Selasa (21/9/2021).
Hasto menekankan PDIP telah memberikan kewenangan dan mandat terkait penetapan capres dan cawapres 2024 kepada Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Keputusan itu berdasarkan hasil Kongres V PDIP di Bali tahun 2019.
Sesaat memang mereda. Apalagi setelah Ganjar “dipasung”, dilarang bersafari politik ke daerah-daerah kecuali atas penugasan partainya.
Di pihak lain, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnputri justru memberikan panggung ke putrinya, Puan Maharani. Puan ditugaskan melakukan safari politik ke elite-elite partai politik lain. Puan pun telah bertemu Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, dan akan segera bertemu Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto.
Selain Ketua DPP PDIP, Puan Maharani adalah Ketua DPR RI, jabatan yang cukup strategis dan prestisius.
Sebelum Puan dapat panggung, ternyata deklarasi dukungan bagi Ganjar dari kader-kader PDIP terus bermunculan. Ketua DPC PDIP Surakarta, Jateng, FX Hadi Rudyatmo, misalnya. Mantan Walikota Surakarta ini terang-terangan mendukung Ganjar sebagai capres. Rudy juga tidak melarang para pengurus partainya mendukung Ganjar. Sekali lagi, mereka tak hirau akan larangan dari Hasto.
Teranyar, para mantan pengurus PDIP DKI Jakarta pada 27 Juli 2022 mendeklarasikan dukungan kepada Ganjar untuk maju sebagai capres di Pilpres 2024.
Relawan pendukung Presiden Jokowi juga tak mau ketinggalan. Mereka tak segan-segan mendeklarasikan dukungannya bagi Ganjar, seperti Jokowi Mania atau Joman. Relawan-relawan pendukung Ganjar juga sudah terbentuk di sejumlah daerah seperti Sahabat Ganjar, Teman Ganjar, Ganjarist dan lain sebagainya.
Kebanyakan para relawan Jokowi dan Ganjar adalah para kader dan simpatisan PDIP.
Di pihak lain, pasca-Hasto melontarkan larangan, elite-elite PDIP justru tak segan bicara capres dari partainya. Padahal sejauh ini Megawati belum mengumumkan siapa capres yang diusung partainya. Mereka menyatakan dan mendukung Puan Maharani sebagai capres di Pilpres 2024.
Bambang Wuryanto, Trimedya Panjaitan, Masinton Pasaribu dan Utut Adianto adalah sebagian kecil elite PDIP yang menyatakan dukungannya kepada Puan sebagai capres 2024.
Teranyar, politikus PDIP Effendi Simbolon menyatakan, Puan-lah satu-satunya capres dari partainya untuk Pilpres 2024.
Standar Ganda
Ternyata sejauh ini belum terdengar PDIP menjatuhkan sanksi kepada kader yang bicara capres, baik para pendukung Ganjar maupun para pendukung Puan.
Jika PDIP tak kunjung memberikan sanksi bagi kadernya yang bicara capres, baik bagi pendukung Ganjar atau pun pendukung Puan, padahal hingga kini Megawati belum menetapkan capres, maka anekdot “aturan dibuat untuk dilanggar” benar-benar berlaku bagi PDIP.
Jika para pendukung Puan dibiarkan di satu pihak, dan di pihak lain para pendukung Ganjar dilarang bicara capres, maka patut diduga PDIP menerapkan standar ganda. Boleh bagi Puan, tidak boleh bagi Ganjar beroleh dukungan.
Pertaruhan Terakhir
Berdasarkan hasil survei sejumlah lembaga, elektabilitas Ganjar selalu masuk tiga besar bersama Prabowo Subianto dan Anies Baswedan. Bahkan di kalangan milenial, elektabilitas Ganjar paling berkibar.
Sebaliknya, elektabilitas Puan tak kunjung naik signifikan. Saat ini elektabilitas Puan dalam kisaran 2 persen.
Sebab itulah, Megawati menugaskan Puan bersafari politik demi mendongkrak elektabilias putri mahkotanya itu.
Meski elektabilitasnya jongkok, namun di mata Megawati, Puan Maharani memiliki keistimewaan tersendiri. Selain anak ideologis, Puan adalah anak biologis Megawati. Bagi siapa pun orangtua, anak adalah “kencono wingko” (pecahan gerabah yang terlihat seperti emas).
Sebaliknya, meskipun elektabilitasnya tinggi, namun Ganjar adalah sekadar anak ideologis Megawati, bukan anak biologis Presiden ke-5 RI itu. Sebab itu, jika kini Megawati terkesan lebih memprioritaskan Puan, suatu hal yang sangat wajar, manusiawi.
Apalagi, dari sisi usia, Pilpres 2024 nanti tampaknya menjadi sandyakalaning Megawati dalam percaturan politik nasional. Mau tak mau, suka tak suka, pasca-Pilpres 2024 nanti dia harus melakukan estafet kepemimpinan di PDIP. Megawati harus melakukan transisi politik, menyerahkan singgasananya kepada generasi yang lebih muda. Mungkin Puan-lah harapan terbesarnya.
Mengapa Puan? Sebab ia menjadi pertaruhan terakhir bagi dinasti Soekarno apakah akan bertahan atau terlempar dari episentrum kekuasaan, baik di Istana atau pun di Senayan.
Jika Puan jadi presiden atau wakil presiden, maka dinasti Soekarno akan bisa bertahan di Istana. Presiden Jokowi sendiri dikonotasikan sebagai kepanjangan tangan dari Megawati yang berarti kepanjangan tangan dari dinasti Soekarno.
Jika Puan menjadi presiden atau wakil presiden, dia juga akan lebih mulus terpilih sebagai Ketua Umum PDIP yang juga berarti dinasti Soekarno tidak terlempar dari Senayan.
Mengingat Puan sebagai pertaruhan terakhir, maka akan dipasangkan dengan siapa pun, dan dengan posisi apa pun, apakah sebagai capres ataukah cawapres, asal probabilitas terpilihnya cukup tinggi, Megawati diyakini akan merestuinya. Apalagi dengan Prabowo, dengan Anies Baswedan yang selama ini dikonotasikan sebagai lawan politiknya pun Megawati diyakini akan merestuinya.
Ingat, di dunia politik tak ada kawan atau lawan abadi, yang abadi adalah kepentingan.