Oleh: Karyudi Sutajah Putra
Jakarta, Fusilatnews – Jika mau bansos, maka berjudilah, halal!
Itulah pesan tersirat dari Muhadjir Effendy saat Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) itu melontarkan ide bahwa para pelaku judi slot online dan keluarganya, yang dia posisikan sebagai korban akan mendapatkan bantuan sosial (bansos) dari pemerintah.
Ide jenaka itu mungkin terinspirasi oleh peristiwa pembakaran hingga tewas seorang polisi oleh istrinya sendiri yang seorang polisi wanita (polwan) di Mojokerto, Jawa Timur, baru-baru ini.
Kini, tiga anak pasangan tersebut, yang kesemuanya masih batita (bawah tiga tahun) praktis kehilangan orangtuanya: sang ayah meninggal dunia, sang ibu masuk penjara. Bansos pun layak buat mereka.
Adapun motif dari pembakaran sadis itu adalah kondisi ekonomi keluarga yang terganggu akibat sang suami kecanduan judi online. Termasuk gaji ke-13 yang hanya tersisa Rp800 ribu untuk main judi online. Gaji ke-13 pun memicu Celaka 13.
Akhirnya terungkap, tak sedikit oknum polisi yang kecanduan judi online. Juga oknum tentara dan pegawai negeri.
Di Papua, misalnya, ada seorang oknum perwira TNI bunuh diri gegara terlilit utang judi online. Begitu pun di Bogor, Jawa Barat.
Ada pula seorang oknum perwira TNI yang menyalahgunakan anggaran hingga Rp876 juta untuk judi online.
Seorang oknum PNS di Buton, Sulawesi Tenggara, bunuh diri karena terjerat utang untuk judi online.
Tidak itu saja. Menurut anggota DPR RI dari Partai Gerindra Habiburrokhman, tak sedikit anggota DPR RI dan DPRD yang terpapar judi online.
Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi menyatakan, sejak Agustus 2023 Indonesia memasuki fase darurat judi online. Menkominfo pun sudah memblokir sedikitnya 2,1 juta situs judi online.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat setidaknya ada 3,2 juta warga Indonesia yang memainkan judi online. Mereka menghabiskan uang ratusan ribu hingga jutaan rupiah setiap kali bermain. PPATK pun sudah memblokir sedikitnya 5 ribu rekening pemain judi online.
PPATK juga mencatat, sepanjang kuartal pertama tahun 2024, perputaran omset transaksi judi online di Indonesia mencapai Rp600 triliun. Bandingkan dengan belanja APBN 2024 yang “hanya” Rp3.325 triliun.
Presiden Joko Widodo kemudian membentuk Satuan Tugas (Satgas) Anti Judi Online yang diketuai Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Hadi Tjahjanto melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 21 Tahun 2024 yang diteken pada Jumat (14/6/2024) lalu.
Seperti Narkoba
Judi online seperti narkoba yang menjerat dan membuat pelakunya kecanduan. Jumlah pelakunya pun seperti narkoba yang tidak semuanya terdeteksi. Artinya, angka yang terdeksi perlu dikalikan 10 untuk menghitung jumlah sesungguhnya.
Seperti narkoba, judi online juga melibatkan jaringan dan sindikat internasional. Menkominfo pun mengaku kesulitan mengatasi judi online karena kebanyakan bandar dan servernya berada di luar negeri.
Modus yang mereka gunakan juga makin canggih. Misalnya, modus jual-beli rekening di kalangan pemain judi online. Hal itu dilakukan agar pemain bisa tetap berjudi meski Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian Kominfo terus melakukan pemblokiran terhadap rekening yang diduga melakukan judi online.
Frustrasikah pemerintah sehingga kemudian membentuk Satgas? Bukankah sudah ada unit cybercrime di Polri? Juga ada Menkominfo?
Mungkin karena begitu frustrasinya lalu pemerintah memosisikan para pelaku judi online dan keluarganya sebagai korban. Bukankah berjudi online itu atas kehendak dan kesadaran sendiri?
Bandingkan dengan mereka yang terjerat pinjaman online yang terkadang dipicu oleh ulah nakal para penyenggaranya.
Pinjaman online (pinjol) dan judi online (judol) ini sering kali berkelindan. Banyak yang memanfaatkan pinjol untuk main judol.
Karena diposisikan sebagai korban, maka kata Muhadjir para pelaku judi online dan keluarganya perlu diberi bansos.
Apakah para korban pinjaman online, yang terkadang di luar kehendak mereka, juga akan diberi bansos?
Kita tidak tahu pasti. Yang jelas, memosisikan pelaku judi online dan keluarganya dengan memberinya bansos itu tidak mendidik. Justru akan membuat orang lain ikut-ikutan main judi online karena kalau duitnya habis toh akan mendapat bansos dari pemerintah.
Di sisi lain, pemberian bansos kepada pelaku judi online dan keluarganya juga akan menjadi semacam legitimasi moral dan sosial bahwa judi online itu “halal”.
Pendek kata, ide Menko Muhadjir untuk memberikan bansos kepada pelaku judi online dan keluarganya adalah kocak, konyol dan mengada-ada. Bansos akan menjadi semacam legitimasi moral dan sosial bahwa judi online itu “halal”!