Oleh: Karyudi Sutajah Putra, Analis Politik pada Konsultan dan Survei Indonesia (KSI)
Jakarta – Tak ada manusia yang sempurna. Tak terkecuali para pemimpin bangsa. Ada sisi buruk dan sisi baik. Ada sisi gelap dan sisi terang. Ada sisi hitam dan sisi putih. Manusia selalu abu-abu.
Maka ketika Soekarno diusulkan jadi pahlawan, misalnya, muncul pro-kontra. Yang pro menilai, sebagai Proklamator RI bersama Mohamad Hatta, Bung Karno layak ditetapkan menjadi pahlawan. Sementara bagi yang kontra, Presiden I RI itu tak layak menjadi pahlawan karena keterkaitannya dengan Gerakan 30 September 1965 Partai Komunis Indonesia atau G30S/PKI.
Akhirnya, Bung Karno dianugerahi gelar Pahlawan Proklamasi pada 1986 atau di masa pemerintahan Presiden Soeharto. Bung Karno kembali mendapat anugerah gelar pahlawan, kali ini Pahlawan Nasional pada 2012 atau di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Kini, Presiden ke-2 RI Soeharto diusulkan menjadi Pahlawan Nasional. Yang mengusulkan adalah Kementerian Sosial, mewakili Jawa Tengah.
Banyak pihak, terutama koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Sipil Adili Soeharto (GEMAS) menentang usulan Soeharto jadi Pahlawan Nasional. Pasalnya, selama 32 tahun berkuasa dengan Orde Baru-nya, tangan Soeharto berlumuran darah. Wajahnya bopeng-bopeng akibat pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat dan maraknya kasus kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN).
Maraknya KKN di era Soeharto diakui Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) melalui Ketetapan MPR No XI Tahun 1998 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN.
Kantor Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) Urusan Obat-obatan dan Kriminal (UN Office on Drugs and Crime/UNODC) bersama Bank Dunia juga telah mengeluarkan laporan Stolen Asset Recovery (StAR) pada 2007 yang menyebutkan Soeharto sebagai pemimpin paling korup di dunia pada abad ke-20. Soeharto menduduki peringkat pertama dengan jumlah aset yang diduga dikorupsinya sebesar 15-35 miliar dolar AS.
Pada 3 Agustus 2000, Soeharto ditetapkan sebagai terdakwa kasus dugaan korupsi yang melibatkan tujuh yayasan yang didirikannya. Tujuh yayasan tersebut adalah Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, Yayasan Supersemar, Yayasan Dharma Bhakti Sosial (Dharmais), Yayasan Dana Abadi Karya Bhakti (Dakab), Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan, dan Yayasan Trikora.
Soeharto diduga terlibat korupsi pengelolaan dana tujuh yayasan sosial yang dipimpinnya itu sebesar Rp 1,7 triliun dan US$ 419 juta selama periode 1978-1998.
Bahwa Soeharto hingga akhir hayatnya tidak dinyatakan bersalah, itu karena proses peradilannya dihentikan akibat kondisi kesehatannya yang tidak memungkinkan.
Pelanggaran HAM Berat
Saat masih menjabat Presiden tahun 2023 lalu, Joko Widodo mengakui adanya 12 peristiwa pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu. Yakni, Peristiwa 1965-1966; Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985; Peristiwa Talangsari, Lampung 1989; Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989; Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998; dan Peristiwa Kerusuhan Mei 1998.
Lalu, Peristiwa Trisakti dan Semanggi I-II 1998-1999; Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999; Peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999; Peristiwa Wasior, Papua 2001-2002; Peristiwa Wamena, Papua 2003; dan Peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003.
Enam dari 12 peristiwa pelanggaran HAM berat itu terjadi di masa pemerintahan Soeharto.
Kini, ketika Soeharto diusulkan menjadi Pahlawan Nasional, jejak hitam dan muka bopengnya harus dibersihkan. MPR yang saat itu diketuai Bambang Soesatyo, kader Partai Golkar, pada 25 September 2024 mencabut nama Soeharto dari Ketetapan MPR No XI Tahun 1998. Ketetapan MPR ini memerintahkan pengusutan dugaan KKN Soeharto dan kroni-kroninya. Nama Soeharto dicabut karena telah meninggal dunia.
Lalu, apa lagi yang harus dibersihkan dari Soeharto dan apa yang harus dilakukan keluarganya?
Melalui anak-anaknya, mungkin Soeharto perlu menyampaikan permohonan maaf kepada negara dan seluruh rakyat Indonesia terkait pelanggaran HAM berat masa lalu yang terjadi di era pemerintahannya.
Jika Soeharto melalui anak-anaknya sudah minta maaf, apakah usulan penetapan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional akan dikabulkan negara?
Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi sudah memberikan lampu hijau. Presiden Prabowo Subianto bahkan sejak 2019 lalu sudah mewacanakan pemberian gelar Pahlawan Nasional bagi mandiang mantan mertuanya itu.
Kita tunggu saja tanggal mainnya. Tapi tak mudah bagi Soeharto menjadi Pahlawan Nasional, meskipun sudah menyandang pangkat jenderal bintang lima bersama mendiang Abdul Haris Nasution.