Indonesia adalah negeri yang lahir dari sejarah panjang penjajahan. Selama 350 tahun di bawah kekuasaan Belanda, Nusantara mengalami eksploitasi besar-besaran. Namun, dari penjajahan itu pula lahir institusi-institusi penting yang menjadi fondasi berdirinya Republik Indonesia. Sistem pendidikan, kesehatan, hukum, transportasi, dan pertanian yang kita warisi—meski awalnya ditujukan untuk kepentingan penjajah—berkontribusi pada pembangunan bangsa pasca kemerdekaan. Ironisnya, setelah 10 tahun dipimpin oleh Presiden Joko Widodo, berbagai aspek fundamental negara ini justru mengalami kemunduran drastis.
Warisan Belanda: Fondasi bagi Masa Depan
Dalam narasi sejarah, penjajahan Belanda sering dikritik karena menindas dan mengeksploitasi rakyat Nusantara. Namun, tak bisa dipungkiri bahwa mereka juga meninggalkan struktur dan sistem yang kemudian dimanfaatkan untuk membangun Indonesia merdeka.
- Sistem Pendidikan: Sekolah-sekolah yang didirikan Belanda melahirkan kaum intelektual seperti Soekarno, Hatta, dan Sjahrir, yang menjadi motor penggerak kemerdekaan.
- Sistem Transportasi: Jalur kereta api dan pelabuhan yang mereka bangun memperkuat konektivitas antardaerah, mendukung perekonomian lokal hingga hari ini.
- Pertanian: Sistem tanam paksa yang kejam memang membebani rakyat, tetapi dari situ pula muncul teknologi irigasi yang menopang pertanian modern.
Setelah merdeka, Indonesia bertekad memanfaatkan warisan ini untuk membangun bangsa yang kuat dan mandiri. Namun, apa yang terjadi selama satu dekade terakhir?
Jokowi dan Ironi Kemajuan Semu
Di bawah pemerintahan Jokowi, berbagai kebijakan diambil dengan alasan pembangunan. Namun, jika diteliti lebih dalam, kebijakan-kebijakan ini justru merusak fondasi yang telah ada, memperbesar ketergantungan pada pihak asing, dan mengorbankan kesejahteraan rakyat.
- Tanah untuk Asing, 190 Tahun ke Depan
Kontras dengan masa penjajahan, ketika tanah rakyat diambil paksa tetapi tetap menjadi bagian dari wilayah nusantara, Jokowi menyerahkan pengelolaan tanah Indonesia kepada asing untuk jangka waktu hingga 190 tahun. Dampaknya bukan hanya hilangnya kedaulatan atas sumber daya, tetapi juga generasi mendatang yang harus menanggung beban kehilangan akses terhadap tanah air mereka sendiri. - Eksploitasi Pasir Laut dan Hutan
Pemerintahan Jokowi mengizinkan ekspor pasir laut dengan dalih meningkatkan devisa. Padahal, kerusakan ekosistem laut akibat eksploitasi ini akan memakan waktu puluhan tahun untuk diperbaiki. Begitu pula dengan deforestasi besar-besaran untuk pembangunan ibu kota negara (IKN), yang mempercepat krisis lingkungan tanpa memberikan manfaat langsung bagi rakyat. - Hancurnya Sistem Hukum
Sistem hukum Indonesia kini berada di titik nadir. Alih-alih menjadi alat untuk menegakkan keadilan, hukum sering kali digunakan untuk melindungi kepentingan elit. Kasus korupsi besar dibiarkan, sementara rakyat kecil terus dihantui oleh kriminalisasi. - Ekonomi yang Terpuruk
Dalam satu dekade terakhir, utang luar negeri Indonesia melonjak, tetapi pertumbuhan ekonomi stagnan. Sementara itu, ketimpangan semakin menganga, dengan jumlah rakyat miskin yang terus bertambah. - Membangun Dinasti Keluarga. Ini lebih dari sekedar penjajahan, tetapi memperpanjang kekuasaan melalui anak-menantunya.
Paradox: Belanda Membangun, Jokowi Menghancurkan?
Apa yang kita saksikan hari ini adalah paradoks tajam antara warisan penjajahan dan kepemimpinan modern. Belanda, meski menjajah, meninggalkan sistem yang menopang pembangunan. Jokowi, meski memimpin negara merdeka, justru merusak sistem yang ada dan menyerahkan kedaulatan bangsa kepada asing.
Jika penjajahan Belanda selama 350 tahun melahirkan Indonesia yang merdeka, kepemimpinan Jokowi selama 10 tahun dapat membawa kita ke ambang kehancuran. Jika tanah dijual, sumber daya alam dieksploitasi, dan rakyat terus dibiarkan miskin, apa yang tersisa untuk generasi mendatang?
Bangkit dan Sadar
Esai ini bukan sekadar kritik, tetapi seruan untuk menyadarkan kita semua tentang arah bangsa yang semakin menyimpang. Masa depan Indonesia ada di tangan kita, tetapi hanya jika kita berani mempertanyakan kebijakan yang merugikan rakyat dan lingkungan. Kita harus menuntut transparansi, akuntabilitas, dan keberpihakan kepada kepentingan nasional. Jika tidak, sejarah 10 tahun di bawah Jokowi akan dikenang sebagai era di mana Indonesia kehilangan jati dirinya.