Sidang kasus dugaan korupsi di Kabupaten Langkat dimulai. Terdakwa pertama yang diadili adalah penyuap Bupati nonaktif Kabupaten Langkat yaitu Direktur CV Nizhami, Muara Perangin-Angin. Di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (6/4/2022) jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membacakan dakwaanya. Dalam surat dakwaan jaksa terungkap beberapa fakta, permintaan commitment fee dari Terbit pada beberapa perusahaan terkait tender proyek Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), serta keterlibatan kakaknya, Iskandar Perangin-Angin sebagai pengatur proyek.
Suap Rp 572 juta
Jaksa mendakwa Muara telah memberi suap pada Terbit melalui perantara Iskandar senilai Rp 572.000.000. Suap itu merupakan bentuk komitmen Muara yang sepakat memberikan fee sebesar 16,5 persen dari anggaran proyek. Namun dalam prosesnya, Muara meminta korting pemberian fee menjadi 15,5 persen dan disepakati oleh Iskandar.
Adapun dua perusahaan milik Muara, CV Sasaki dan CV Nishaki menjadi pemenang tender yang diatur oleh Iskandar dan tiga kontraktor yang dipilih Terbit untuk mengatur pembagian proyek. Ketiga kontraktor itu adalah Marcos Surya, Shuhanda Citra dan Isfi Syahfitra. Perusahaan milik Muara menggarap beberapa proyek pengadaan di Dinas PUPR serta Dinas Pendidikan Kabupaten Langkat.
Nama khusus perusahaan pemenang tender
Iskandar, Marcos, Shuhanda dan Isfi menyebut kumpulan perusahaan pemenang tender yang dipilih dengan kode Grup Kuala. Untuk menjadi bagian dari grup itu perusahaan-perusahaan harus memberi commitment fee pada Terbit sebesar 16,5 persen dari nilai anggaran. Berbagai perusahaan itu juga diwajibkan memberi fee sebesar 0,5 persen untuk Kepala Dinas dan 1 persen untuk Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas PUPR Kabupaten Langkat. Jaksa menuturkan, jika kesepakatan pemberian commitment fee tak dipenuhi, Terbit akan marah dan tak lagi memberikan paket proyek pada perusahaan tersebut.
Peran dan julukan Iskandar
Iskandar berperan sebagai kepanjangan tangan Terbit. Jaksa menjelaskan, ia sering menemui orang-orang yang hendak bertemu dengan Terbit dan membicarakan pembagian proyek. Iskandar punya beberapa julukan yang disematkan kepadanya dalam berbagai perbincangan tentang penunjukan perusahaan pemenang tender proyek. Pertama, Iskandar disebut “wakil istana”. Julukan itu disampaikan Marcos dan Shuhanda ketika memberikan daftar proyek yang ditentukan oleh Iskandar pada Kasubbag Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa (UKPBJ) Setda Langkat Yoki Eka dan Kabag UKPBJ Suhardi.
Kedua, istilah “pak kades”. Jaksa mengatakan istilah itu ditemukan dalam perbincangan antara Marcos dan Shuhanda dengan Pelaksana Tugas (Plt) Kadis PUPR Kabupaten Langkat Sujarno. “Dalam pertemuan itu keduanya memperkenalkan diri sebagai utusan dan orang kepercayaan Terbit dan ‘pak kades’ yaitu Iskandar,” ucap jaksa. Terakhir, istilah untuk Iskandar adalah “bos”. Ungkapan itu nampak ketika Muara mengajukan permintaan korting pemberian commitment fee pada Marcos dan Isfi. “Marcos mengatakan akan melaporkan lebih dulu kepada Iskandar Perangin-Angin dengan mengatakan,’Sebentar lapor bos dulu,’” imbuh jaksa.
Sumber : Kompas.com