Damai Hari Lubis
Pengamat Hukum, Mujahid 212
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berpotensi menjadi “partai residu” atau kumpulan sisa suara menjelang Pemilu 2029, jika tidak segera melakukan evaluasi mendalam terhadap arah politiknya. Hal ini disebabkan oleh sejumlah keputusan yang dinilai keliru, salah satunya adalah mendukung Ridwan Kamil—figur yang diendors oleh Presiden Jokowi—dan meninggalkan Anies Baswedan menjelang Pilkada 2024. Akibatnya, suara simpatisan PKS di DKI Jakarta beralih mendukung pasangan Pramono-Rano Karno, yang justru berhasil mengalahkan Ridwan Kamil, sang idola baru PKS.
Namun, PKS masih memiliki peluang untuk merebut kembali dukungan simpatisannya yang terbukti “menghukum” partai tersebut. Langkah strategis yang perlu dilakukan adalah mengikuti jejak Anies Baswedan dalam mendukung gerakan rakyat, seperti yang ditunjukkan oleh kemenangan Pramono-Rano Karno di Pilgub DKI Jakarta.
Agar kembali dipercaya umat dan membangun soliditas internal, pengurus PKS idealnya segera mengambil langkah-langkah konkret melalui Munas Partai sesuai AD/ART untuk menetapkan kebijakan internal dan politik eksternal yang tegas:
- Melakukan restrukturisasi Dewan Syura dan DPP dengan mengganti seluruh pengurus yang dianggap gagal menjaga integritas dan kepercayaan simpatisan.
Mendukung gerakan masyarakat yang menyerukan evaluasi Jokowi secara empiris, termasuk mendesak pencopotan Gibran Rakabuming Raka dari posisi Wakil Presiden.
Secara vokal mendorong Presiden Prabowo untuk mencopot para menteri yang terindikasi atau terpapar kasus korupsi.
Menggalang simpatisan secara riil untuk mendesak pengungkapan kembali kasus-kasus besar, seperti unlawful killing di KM 50, serta mempelajari kematian misterius 894 anggota KPPS.
Jika keempat langkah tersebut dilakukan dengan serius dan konsisten, PKS memiliki peluang untuk merebut kembali kepercayaan publik dan simpatisannya. Sebaliknya, jika PKS terus dianggap sebagai “sahabat sejati Jokowi-Gibran” atau hanya sekadar berperan sebagai pelengkap koalisi, simpatisannya bisa saja beralih mendukung partai lain, seperti Gelora, yang dapat memanfaatkan situasi politik PKS yang sedang terpuruk.
Bahkan, bukan tidak mungkin PDIP mengambil alih peluang emas ini dengan mengadopsi strategi populisme yang lebih pro-rakyat. Jika itu terjadi, masa depan PKS sebagai partai Islam yang dominan akan semakin terancam.
Wallahu’alam.