Di tengah krisis ekonomi yang melanda Yordania dan derasnya bantuan asing yang masuk, terungkap bahwa Raja Yordania Abdullah II diduga menyalurkan dana sebesar $100 juta melalui jaringan perusahaan rahasia untuk membeli properti mewah. Dokumen yang bocor mengungkapkan bagaimana para penasihat kekayaan di Swiss dan Karibia berusaha melindungi identitas klien yang disebut sebagai “you know who” (Anda tahu siapa), merujuk pada Raja Abdullah.
Investigasi ini diungkap oleh Will Fitzgibbon dari Konsorsium Jurnalis Investigasi Internasional (ICIJ), yang menunjukkan bagaimana dana tersebut digunakan untuk memperoleh properti mewah di kawasan elit di Amerika Serikat dan Inggris, termasuk di Malibu, California, dan kawasan Kensington di London.
Jaringan Perusahaan Rahasia
Menurut dokumen yang bocor, dana sebesar $100 juta tersebut disalurkan melalui jaringan perusahaan cangkang yang terdaftar di yurisdiksi bebas pajak seperti British Virgin Islands (BVI). Penasihat keuangan Raja Abdullah yang berbasis di Swiss dan Karibia memainkan peran kunci dalam menyembunyikan identitas Raja Abdullah dari pandangan publik. Mereka secara rutin merujuk pada Raja dengan istilah “you know who” untuk memastikan bahwa transaksi ini tetap tersembunyi dari otoritas keuangan internasional dan publik.
Seorang penasihat kekayaan yang terlibat dalam pengelolaan dana ini dilaporkan menekankan pentingnya menjaga kerahasiaan klien mereka, dengan mencatat bahwa “risiko politik” yang terkait dengan Raja Abdullah sangat tinggi. Hal ini menjadi sorotan karena Yordania, di bawah pemerintahan Raja Abdullah, sangat bergantung pada bantuan luar negeri untuk mendukung ekonominya yang goyah.
Pembelian Properti Mewah
Investigasi tersebut mengungkap bahwa Raja Abdullah menggunakan dana tersebut untuk membeli lebih dari selusin properti mewah di Amerika Serikat dan Inggris. Di antara properti-properti yang dibeli adalah sebuah rumah mewah di Malibu senilai $33,5 juta yang menghadap Samudera Pasifik, serta properti senilai jutaan dolar lainnya di kawasan Kensington, London. Pembelian ini terjadi pada saat rakyat Yordania tengah menghadapi tantangan ekonomi yang besar, termasuk tingkat pengangguran yang tinggi dan pemotongan anggaran pemerintah.
Kepemilikan properti ini, yang diatur melalui perusahaan cangkang, memungkinkan Raja Abdullah untuk mempertahankan profil yang relatif rendah terkait akuisisi-akuisisi mewah ini. Sebelum kebocoran dokumen ini, tidak ada informasi publik yang menunjukkan bahwa Raja Abdullah memiliki properti-properti tersebut, yang membuat banyak pihak terkejut atas skala dan kerahasiaan dari transaksi ini.
Kritik dan Dampak Politik
Berita ini memicu gelombang kritik, baik di dalam maupun di luar Yordania. Di negara yang bergantung pada bantuan asing, termasuk dari Amerika Serikat dan Eropa, terungkapnya pembelian properti mewah oleh raja menjadi isu sensitif. Banyak yang mempertanyakan prioritas Raja Abdullah, terutama mengingat banyak warga Yordania hidup dalam kondisi sulit, sementara bantuan asing yang dimaksudkan untuk meringankan beban ekonomi negara digunakan untuk mendanai gaya hidup mewah pemimpin mereka.
Raja Abdullah selama bertahun-tahun telah dipuji oleh sekutu-sekutunya di Barat sebagai pemimpin moderat di kawasan Timur Tengah yang tidak stabil. Namun, laporan ini bisa menodai citra tersebut, khususnya terkait dengan isu transparansi dan akuntabilitas di dalam pemerintahannya.
Tanggapan dari Istana
Menanggapi bocornya dokumen ini, pengacara Raja Abdullah mengatakan bahwa semua properti yang dibeli oleh Raja merupakan hasil dari kekayaan pribadi beliau, dan tidak ada dana publik atau bantuan luar negeri yang digunakan dalam transaksi ini. Mereka juga menekankan bahwa pembelian properti tersebut dilakukan untuk alasan keamanan dan privasi, mengingat tingginya risiko keamanan bagi keluarga kerajaan Yordania.
Namun, pernyataan ini tidak serta merta meredam kritik, terutama dari kelompok-kelompok oposisi yang sudah lama menuduh pemerintah Yordania kurang transparan dalam pengelolaan dana publik. Banyak pihak menyerukan agar diadakan investigasi lebih lanjut mengenai sumber dana yang digunakan untuk pembelian properti-properti tersebut, serta pengawasan lebih ketat terhadap bagaimana bantuan luar negeri digunakan oleh pemerintah.
Kesimpulan
Kasus ini menyoroti kontradiksi antara kehidupan mewah pemimpin Yordania dengan kondisi ekonomi sulit yang dihadapi rakyatnya. Ketergantungan Yordania pada bantuan asing membuat pengungkapan ini semakin kontroversial, karena banyak yang khawatir bahwa dana-dana yang dimaksudkan untuk membantu negara justru mengalir ke arah yang tidak semestinya.
Saat berita ini terus berkembang, banyak pihak yang berharap bahwa akan ada reformasi yang lebih signifikan dalam hal transparansi dan akuntabilitas di Yordania, terutama terkait dengan penggunaan dana negara dan bantuan internasional.