Oleh: Karyudi Sutajah Putra
Jakarta, Fusilatnews – Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tessa Mahardhika, Kamis (11/7/2024) menyatakan Rossa Purbo Bekti, penyidik KPK yang sedang menangani kasus dugaan suap Harun Masiku merasa terganggu setelah dilaporkan ke sana kemari.
“Tentunya mengganggu rencana penyidikan yang sudah dibuat, karena (penyidik) yang bersangkutan harus memenuhi panggilan-panggilan tersebut,” kata Tessa Mahardhika di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (11/7/2024).
KPK disinyalir akan menggunakan Pasal 21 Undang-Undang (UU) No 31 Tahun 1999 yang diperbarui dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) untuk menjerat Kuasa Hukum Kusnadi dan anggota Tim Hukum PDIP Donni Tri Istiqomah karena dianggap melakukan perintangan penyidikan atau “obstruction of justice”.
Pasal 21 UU Tipikor berbunyi, “Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).”
Diketahui, penyidik KPK AKBP Rossa Purbo Bekti dilaporkan ke sejumlah instansi ketika sedang menangani kasus Harun Masiku, tersangka penyuap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan agar ditetapkan sebagai anggota DPR RI Pengganti Antar-Waktu Nazaruddin Kiemas, anggota DPR RI PDIP dari Daerah Pemilihan Sumatera Selatan I yang meninggal dunia. Harun gagal ditangkap penyidik KPK pada awal 2020 lalu dan hingga kini masih buron.
Laporan atas Rossa Purbo Bekti tersebut dilayangkan oleh staf Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto yang bernama Kusnadi dan anggota Tim Hukum PDIP Donni Tri Istiqomah ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Komnas HAM, Propam Polri hingga Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Diminta komentar soal kemungkinan KPK menggunakan Pasal 21 UU Tipikor untuk menjerat para pihak yang melaporkan Rossa, Kuasa Hukum Kusnadi dari Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus SH mengaku siap menghadapi bahkan melawan KPK.
“Kami siap melakukan gugatan jika rencana itu benar dijalankan KPK,” kata Petrus Selestinus saat dihubungi, Jumat (12/7/2024).
Berdasarkan Pasal 63 UU No 30 Tahun 2002 yang diperbarui dengan UU No 19 Tahun 2019 tentang KPK, kata Petrus, siapa pun yang merasa dirugikan KPK boleh mengajukan gugatan.
Pasal 63 ayat (1) UU KPK berbunyi, “Dalam hal seseorang dirugikan sebagai akibat penyelidikan,
penyidikan, dan penuntutan, yang dilakukan oleh KPK secara bertentangan dengan
Undang-Undang ini atau dengan hukum yang berlaku, orang yang
bersangkutan berhak untuk mengajukan gugatan rehabilitasi
dan/atau kompensasi.”
“Merasa dirugikan saja bisa menggugat, apalagi ini Kusnadi sudah benar-benar dirugikan,” jelas Petrus.
Saat diperiksa sebagai saksi untuk kasus Harun Masiku oleh KPK, Senin (10/6/2024) lalu, “handphone” (HP) dan kartu ATM Kusnadi disita penyidik KPK yang dipimpin Rossa Purbo Bekti.
“Kusnadi sekarang ke mana-mana harus membawa uang ‘cash’ (tunai) untuk makan karena ATM disita KPK,” cetus Petrus.
Orang-orang, kata Petrus, juga takut dekat-dekat dengan Kusnadi karena khawatir disangkut-pautkan dengan perkara yang sedang dihadapi Kusnadi. “Kusnadi yang mewakili orang-orang kecil lainnya jelas benar-benar telah dirugikan, bukan hanya secara ekonomi tetapi juga sosial, dan bukan sekadar merasa dirugikan lagi, tapi sudah benar-benar dirugikan,” tegas Petrus yang juga Koordinator TPDI.
Apa yang dilakukan pihaknya dengan melaporkan penyidik KPK Rossa Purbo Bekti ke sana kemari diklaim Petrus masih dalam koridor hukum dalam rangka melakukan pembelaan hukum kepada kliennya agar hak-haknya sebagai saksi tidak dilanggar KPK serta hak asasi manusianya terlindungi.
“Apalagi sebagai advokat kami punya kekebalan hukum ketika sedang menjalankan profesi kami, sebagaimana diatur UU No 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Jadi bukan merekayasa fakta untuk melindungi klien,” tukasnya.
Pasal 15 UU Advokat berbunyi, “Advokat bebas dalam menjalankan tugas profesinya untuk membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan.”
“Ketentuan ini mengatur mengenai kekebalan Advokat dalam menjalankan tugas profesinya untuk kepentingan kliennya di luar sidang pengadilan dan di dalam sidang pengadilan,” terang Petrus.
KPK memang pernah menggunakan Pasal 21 UU Tipikor tentang perintangan penyidikan untuk menjerat pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunardi, dan pengacara mantan Gubernur Papua Lukas Enembe, Stefanus Roy Rening.
Yunardi akhirnya dihukum 7,5 tahun penjara di tingkat kasasi Mahkamah Agung (MA), dan Roy Rening dihukum 4,5 tahun penjara oleh pengadilan.
Petrus menilai, apa yang dilakukan Yunardi dan Roy Rening berbeda dengan pihaknya. “Kami tidak melakukan rekayasa hukum dan fakta,” tandasnya.