Oleh: Karyudi Sutajah Putra, Calon Pimpinan KPK 2019-2024
Jakarta – Zarof Ricar menambah banyak kawanan “tikus” yang menggerogoti wibawa Mahkamah Agung (MA), sehingga benteng terakhir keadilan yang sudah tak agung itu bertambah tak agung lagi.
Kepala Badan Penelitian, Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan MA yang pensiun pada 2022 lalu itu ditangkap tim Kejaksaan Agung di Bali, Kamis (24/10/2024), karena menjadi makelar kasus (markus) perkara kasasi Ronald Tannur (31), terdakwa pembunuhan kekasihnya, Dini Sera Afriyanti (29), yang diputus bebas Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jawa Timur, 24 Juli 2024.
Sehari sebelumnya, Rabu (23/10/2024), tim Kejagung menangkap tiga hakim PN Surabaya yang membebaskan putra bekas anggota DPR dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Edward Tannur itu. Ketiga hakim tersebut adalah Erintuah Damanik, Mangapul, dan Hari Hanindyo.
Dari tangan ketiganya, plus pengacara Tannur, Lisa Rachmat yang juga sudah ditangkap, disita uang tunai sejumlah Rp20 miliar.
Zarof sendiri mendapat tugas dari Lisa untuk melobi majelis hakim kasasi perkara Tannur dengan imbalan Rp1 miliar. Adapun uang lobi yang sudah disiapkan untuk majalis kasasi MA sebesar Rp5 miliar.
Saat kediaman Zarof di kawasan Senayan, Jakarta, digeledah ditemukan uang tunai hampir Rp1 triliun dan emas batangan 51 kilogram sebagai hasil 10 tahun menjadi markus di MA.
Zarof mengaku sudah menemui hakim agung, namun uang belum diserahkan.
Sehari sebelum tiga hakim PN Surabaya ditangkap, Selasa (22/10/2024), MA membacakan putusan kasasi yang membatalkan putusan PN Surabaya yang membebaskan Tannur. MA menghukum anak pengusaha itu dengan 5 tahun penjara, jauh dari tuntutan 14 tahun di PN Surabaya, dan lebih rendah 2 tahun dari ancaman hukuman maksimal 7 tahun sebagaimana dimaksud Pasal 351 ayat (3) KUHP.
Entah apakah ada hubungan antara penangkapan Zarof dan putusan kasasi 5 tahun penjara untuk Tannur, yang jelas MA telah membentuk tim pemeriksa yang diketuai Dwiarso Budi Santiarto dengan anggota Jupriyadi dan Nor Ediyono.
Adapun perkara kasasi Tannur yang teregistrasi dengan nomor 1466/K/Pid/2024 diperiksa dan diadili oleh ketua majelis kasasi Soesilo dengan hakim anggota Ainal Mardhiah dan Sutarjo, serta Panitera Pengganti Yustisiana.
Jeruk Makan Jeruk
Pertanyaannya, apakah tim pemeriksa yang dibentuk MA bisa objektif memeriksa majelis hakim kasasi Tannur? Kalau saya sih tidak yakin. Sebab ibarat jeruk makan jeruk.
Pihak terperiksa juga sudah mengetahui kartu truf para pemeriksa. Beranikah mereka buka-bukaan kartu?
Alih-alih menemukan indikasi pidana, pemeriksaan itu justru bisa dipakai sebagai jalan penyelamatan. Esprit de corps.
Sebelum ini, yang menjadi “tikus” di MA adalah Nurhadi Abdurrachman. Bekas Sekretaris MA itu divonis 6 tahun penjara di tingkat kasasi. Bersama menantunya, Rezky Herbiyono, Nurhadi dinyatakan terbukti menerima suap dan gratifikasi senilai total Rp49,5 miliar terkait pengaturan sejumlah perkara di lingkungan peradilan.
Sebelum Nurhadi, ada Hasbi Hasan, bekas Sekretaris MA juga.
Hasbi divonis 6 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam pengurusan perkara di lingkungan MA.
Tidak itu saja. Hakim agung juga ada yang terlibat korupsi. Sebut saja Dimyati Sudradjad dan Gazalba Saleh.
MA makin terpuruk. Lantas bagaimana cara membangkitkannya lagi Cukup menangkap “tikus-tikus” yang berkeliaran atau sekalian membakar “lumbung” (MA)-nya?
Publik sudah terlanjur “hopeless” terhadap MA!