Minyak goreng jadi salah satu barang langka di tengah masyarakat saat ini. Padahal harga minyak goreng sudah dipatok menjadi sangat murah yaitu di angka Rp 14.000 per liter.
Sederet laporan menyebutkan minyak goreng mulai sulit ditemui, bahkan di banyak toko-toko ritel rak minyak goreng kosong. Apa sebenarnya yang terjadi?
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey buka-bukaan soal biang keroknya. Masalah utama kelangkaan minyak goreng adalah pasokan barang yang makin sedikit diterima oleh toko-toko ritel.
“Ritel ini kami kan nggak produksi minyak goreng, kami salurkan saja, yang produksi produsen, yang pasarin distributor. Mungkin produsen ada masalah sama bahan baku, itu yang menyebabkan pasokan ke distributor kurang, akhirnya kita ikut kurang,” papar Roy Minggu (30/1/2022). Dikutip dari detik.com
Roy mengatakan salah satu yang membuat produsen tidak bisa memproduksi adalah kurangnya bahan baku CPO dari kelapa sawit untuk membuat minyak goreng.
“Pasokan ini tidak lancar, kan ini produsennya juga kan tergantung oleh CPO. Bertalian semua dia, ketika CPO mungkin nggak tersalur, maka nggak bisa produksi akhirnya nggak bisa kirim ke distributor, terjadilah kelangkaan ini,” ungkap Roy.
Soal pasokan yang seret juga diakui Sekjen Aprindo Solihin, sebagai gambaran betapa sedikitnya pasokan minyak goreng. Dia mengatakan pihaknya saja sempat memesan 1.000 kemasan minyak goreng, namun yang datang jauh dari harapan. Dari distributor cuma memberikan 60 kemasan saja.
“Nah sekarang kita order ke distributor. Kita order 1.000 yang dikirim nggak segitu, alhamdulillah yang kita dapat cuma 60. Alhamdulillah aja masih dikirim itu juga,” kata Solihin
“Maka akhirnya yang terjadi saat ini lah, kosong begitu,” tegasnya.
Dia pun menceritakan, sejatinya sejak awal kebijakan minyak goreng Rp 14 ribu per liter diumumkan, pihaknya memperhitungkan stok yang ada bisa dijual hingga dua pekan. Namun nyatanya tak begitu, panic buying terjadi di tengah masyarakat.
“Stok itu seharusnya yang ada di toko itu cukup dua minggu terjadi panik luar biasa. Orang beli istrinya antre, suami, anak, pembantunya ikut antre,” jelas Solihin.
Dia menjelaskan stok yang dijual saat pertama kali kebijakan minyak goreng Rp 14 ribu per liter adalah stok lama dengan harga tinggi. Pihaknya, menjual dengan harga Rp 14 ribu per liter kemudian meminta kompensasi atas selisih harga itu. Stok tersebut lah yang awalnya diprediksi bisa dijual sampai dua pekan.
“Jadi kan di toko ada istilah buffer stock, kalau pembelian normal itu stok cukup 2 minggu. Seharusnya. Kan kenyataannya ini beda pembeliannya,” ungkap Solihin.