Oleh M Yamin Nasution-Pemerhati Hukum
Bila ditelisik berdasarkan Ilmu Kriminolgi, maka Jokowi dan keluarga adalah aktor utama dibalik kejahatan (tirani) dalam bernegara tersebut. Dalam sejarah ilmu kriminologi yaitu mencari pelaku utama selain pelaku itu sendiri yang berhubungan dengan kekuasaan (Gerardus Petrus Hoefnegels, 2013).

Rusaknya suatu bangsa maka pendidikanlah yang bertanggung jawab, demikianlah ungkapan yang menunjukkan batapa pentignya peran Pendidikan dalam membangun peradaban bangsa dan negara.
Sidang sengketa pilpres bukanlah pertama di Indonesia, namun Pemilu 2024 lalu ternodai oleh sikap busuk Presiden dan keluarga yang dianggap telah melakukan kejahatan (tirani) demi memuluskan putranya maju sebagai kandidat Wapres.
Penolakan dan cercaan tidak hanya datang dari para guru besar kampus nasional, namun bersekala global. Seperti, Akademisi/dosen hukum Gregorian University dalam jurnal konstitusi Iconnect_blog mengkritik sangat keras.
Hendrianto mengatakan bahwa: “Jokowi sangat pintar melakukan skandal-skandal busuk melalui iparnya Usman dan di dukung oleh penjilat-penjilat Jokowi.
Buruknya Pilpres 2024 lalu harus disadari berawal dari Usman sebagai ketua Mahkamah Konstitusi yang semena-mena memberikan tiket VIP kepada putra Jokowi, seperti yang disebutkan oleh Stefanus Hendrianto.
Bila ditelisik berdasarkan Ilmu Kriminolgi, maka Jokowi dan keluarga adalah aktor utama dibalik kejahatan (tirani) dalam bernegara tersebut. Dalam sejarah ilmu kriminologi yaitu mencari pelaku utama selain pelaku itu sendiri yang berhubungan dengan kekuasaan (Gerardus Petrus Hoefnegels, 2013).
Apa yang dilakukan melalui oleh Usman, Jokowi dan keluarga melalui MK, lalu berlanjut dengan penggunaan kekuasaan lainnya dalam memenangkan adalah kejahatan ( Louis MIcheal Seidman, 2013).
Putusan tersebut tidak dapat dikatakan SAH secara hukum, namun LEGAL ‘legitimus’ hanya sebagai alat pembenaran semata. Menjadi hukum sebab lahir dari Lembaga negara yang sah (bedakan arti legal standing dan bukan sah standing, baca; Immanuel Kant, David Hume, Kelsen, Neil Mac Cormix, dan Hart).
Akan tetapi kejahatan (tirani) tersebut tidak dapat terlihat dan dibuktikan mengingat laporan-laporan atas Usman ke KPK tidak di proses dengan jujur oleh KPK.
AMICUS CURIAE
Akhir-akhir ini, 300 guru besar, akademisi dan masyarakat sipil, diwakili oleh Sulistyowari Iriani dan Ubedilah Badrun menyambangi MK dan memberikan berkas Amicus Curiae terkait kasus Perkara Nomor 1/PHPU.PRES/XXII/2024 dan Perkara Nomor 2/PHPU.PRES/XXII/2024 perihal Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2024.
Hal serupa dilakukan oleh seniman dan budayan Indonesia, tidak kurang dari 159 orang dari komunitas tersebut menyambangi MK untuk memberikan berkas Amicus Curiae.
Ini adalah sikap yang patut dipuji dalam bernegara, menunjukkan kecerdasan intelektual dan spiritual yang tinggi. Mereka menyadari bahwa tujuan Pendidikan Nasional berdasarkan undang-undang selain dari menciptakan manusia cerdas, mandiri dan bertaqwa kepada Allah SWT/Tuhan YME.
Orang-orang yang memahami tentang hakikat bertuhan akan mampu berbicara tentang ketidakadilan, tentang kebenaran, dan terlarang pemimpin untuk menggunakan jabatan demi keluarga dan kekuasaan.
Orang yang beragama Islam wajib meyikini bahwa bila seorang bapak akan selalu bersifat nepotisme demi anaknya. Dalam islam di yakini bahwa seorang ayah akan terus menerus memikirkan anaknya. Setelah itu cucunya, sampai ia mati, sehingga dituntut untuk berlaku adil.
Agama Islam memerintahkan untuk memegang teguh keadilan dengan sepenuh-penuhnya, tidak memandang kerabat jauh dan dekat, terhadap diri sendiri dan kaum keluarga, ataupun terhadap yang kaya maupun yang miskin, karena mereka semua berhak mendapat keadilan. Allah SWT memerintahkan kepada manusia yang beriman kepada NYA untuk berlaku adil, menegakkan keadilan, dan menjadi saksi demi keadilan di berbagai ayat dalam Al-Qur’an, salah satu dari peringatan Allah tersebut tertulis jelas didalam Surah An-Nisa 135 yang artinya;
Hai orang-orang yang beriman! Hendaklah kamu menjadi orang-orang yang teguh dalam menegakkan keadilan,Menjadi saksi kebenaran karena Tuhan, biarpun terhadap dirimu sendiri, atau ibu bapamu atau kerabatmu, ataupun kepada orang kaya maupun miskin, karena Tuhan dekat dengan keduanya. Sebab itu janganlah kamu turutkan kemauan mu yang rendah untuk tidak berlaku adil. Bila kamu perpaling atau tidak mau menurut, sesungguhnya Tuhan itu tahu apa yang benar yang kamu kerjakan.
Selain itu, dalam pandangan Islam dianjurkan untuk berbicara bagi orang-orang yang teraniaya dibolehkan menyampaikan terus terang dengan kata-kata keras dan tegas, sekalipun dianggap buruk atas keadaan yang buruk menimpanya, perkataan tersebut disampaikan adalah untuk membela dirinya (Tafsir Qur’an oleh H. Zainuddin Hamidy dan Fachruddin Hs, 1966).
Demikian juga dengan Nasrani, dalam Holly Bibble, terdapat setidak-tidaknya ada 15 ayat yang berisis tentang bernegara, kepedulain terhadap negara, dan berbicara kebenaran.
NU, Muhammadiyah serta Gereja telah banyak melahirkan pejuang-pejuang kemerdekaan, bahkan semangat agamalah yang menuntun kemerdekaan Indonesia, terlepas apapun agamanya.
Namun tokoh-tokoh rumah suci ini, terlalu banyak diam, ngantuk, kenyang bahkan tidur diatas kesewenang-wenangan Jokowi dan rezimnya (Baca : https://fusilatnews.com/vox-populi-vox-dei-persatuan-gereja-wihara-mesjid-wajib-keluarkan-fatwa-haram-pemimpin-dilantik-dari-hasil-curang/)
APAKAH AMICUS CURIAE?
Sebagian berpendapat berdasarkan derivasi literal adalah sahabat pengadilan “amicus curiae”, sebuah lembaga yang didalamnya terdapat orang-orang yang memahami tentang prinsip-prinsip bernegara. Amicus curiae digunakan untuk mengklarifikasi hal-hal tertentu kepada pengadilan yang sedang dalam perselisihan, kontroversi, atau proses berkaitan dengan keperluan umum dan sangat rumit.
Sebahagian berpendapat tentang asal usul “amicus curiae” secara berbeda, sebahagian berpendapat dari masa kekuasaan Romawi dan digunakan dalam hukum acara Romawi, yang lain mengatakan lebih tua dari Romawi. Namun berdasarkan dokumentasi intensif telah digunakan sejak abad ke 17 dalam hukum Inggris. (Kaué De Oliveira Peres, 2023).
Ahli lain berpendapat bahwa “amicus curiae” adalah kolaborasi antara hakim dengan ahli-ahli yang berkaitan kasus kontroversi secara netral.
BAGAIMANA PENGATURAN SECARA HUKUM INTERNASIONAL?
Dalam kasus-kasus rumit internasional, “amicus curiae” juga telah diakui dan mendapat legitimasi secara hukum, seperti Pengadilan Kriminal Internasional (selanjutnya disebut ICC) saat saat menghadapi kriris legitimasi pada tahun 2019 atas kasus-kasus di Afrika dan selanjutnya Afganistan.
Dampaknya, adanya seruan atas negara-negara untuk memberikan pandangan yang independent, dan ICC berhasil menyelesaikan beberapa kasus, seperti kasus Jean Pierre Bemba pada tahun 2018 yang dihentikan oleh Kamar Banding.
Kini tidak hanya ICC, Pengadilan Kriminal Bekas Yugoslavia (ICTY), Pengadilan Kriminal Internasional Rwanda (ICTR), Pengadilan Militer Internasional (IMT), Pengadilan Militer Internasional untuk Timur Tengah Jauh (IMTFE), Pengadilan Khusus Sierra Leone (SCSL), Pengadilan Luar Biasa Kambodia (ECCC) dan Pengadilan Khusus untuk Libanon (STL) juga melakukan hal yang sama.
Dan untuk mendapatkan Kembali legitimasi MK dari Masyarakat, maka MK harus melibatkan “amicus curiae” dalam memutus perkara sengketa pilpres yang berlangsung.
Baik Mahkamah Agung maupun Mahkamah Konstitusi juga bergabung dengan organisasi Kamar Mahkamah Agung “Supreme Court Chamber” (SCC). Sehingga MK harus harus melibatkan “amicus curiae” secara organisasi dalam sengeketa pemilu ini dengan tujuan agar MK terbebas dari tuduhan buruk dan melemahkan intervensi kekuasaan.
Organisasi Pendidikan, Pengetahuan dan Kebudayaan PBB (UNESCO) mengatur tentang hal-hal yang sama diatas, kaitannya dengan pendidikan hukum masa depan. Sehingga tak ada alasan untuk menolak “amicus curiae”.
TIM HUKUM 01 dan 02 diharapkan dapat mengajukan organisasi Nahdatul Ulama, Muhammadiyah dan Gereja Indonesia sebagai ahli yang berkaitan dengan prinsip-prinsip pemilu, prrinsip-prinsip seorang pemimpin seperti Jokowi yang gemar ingkar janji “lips service”, dan berkaitan dengan pelanggaran-pelanggaran norma-norma yang hidup dimasyarakat, sehingga hakim dapat melahirkan rasa keadilan di masyarakat.
Inggris dalam sejarah 1808-30, perbaikan hukum pidana melibatkan perdebatan antara tokoh-tokoh agama dan ahli hukum di legislatif, sehingga dapat melahirkan politik yang lebih baik, hukum yang lebih baik, kondisi sosial yang lebih baik, dan moral kepemimpinan yang lebih (Richard R. Follet, 2000).
Hukum yang baik akan melahirkan kebiasaan manusia yang baik pula, bahkan moral hukum tersebut melekat hingga kini terlihat saat Boris Johnson mengundurkan diri.