Oleh: Entang Sastraatmadja
Menurut rilis CMBC Indonesia, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mencetak sejarah baru dalam dunia perberasan nasional. Dari Januari hingga awal Mei 2025, serapan beras mencapai rekor tertinggi: 1,88 juta ton. Hebatnya, seluruhnya berasal dari produksi dalam negeri, tanpa sedikit pun mengandalkan impor. Inilah tonggak penting yang mempertegas tekad bangsa menuju kedaulatan pangan.
Mentan Amran memang dikenal sebagai sosok pekerja keras, ulet, dan tahan banting. Semangatnya untuk mengangkat derajat petani dan mewujudkan swasembada pangan bukan sekadar slogan, melainkan sudah menjadi darah daging dalam hidupnya. Maka tak mengherankan, ketika Presiden Prabowo mempercayainya kembali menjabat sebagai Menteri Pertanian, gebrakan pun langsung terlihat nyata.
Presiden Prabowo dan Mentan Amran berbagi pandangan strategis: pertanian adalah fondasi kedaulatan bangsa. Oleh karena itu, saat program swasembada pangan dijadikan prioritas nasional, Mentan Amran langsung menyambutnya dengan totalitas. Visi yang sejalan ini menjadi energi besar yang mendorong percepatan pencapaian target, khususnya dalam komoditas utama seperti beras dan jagung.
Dalam jangka pendek, fokus diarahkan pada swasembada beras. Langkah ini dinilai logis dan strategis, mengingat peran vital beras sebagai makanan pokok mayoritas rakyat Indonesia. Maka bukan kebetulan jika pemerintah hari ini terlihat sangat serius mengejar swasembada beras — bukan sekadar retorika, tetapi dengan kerja nyata.
Seorang politisi senior bahkan menyatakan bahwa Indonesia sudah kembali berswasembada beras. Indikatornya? Lonjakan produksi dalam negeri, cadangan pemerintah yang kini mencapai 3,5 juta ton, dan terhentinya kegiatan impor. Pernyataan ini tentu bukan tanpa dasar.
Panen raya padi tahun ini benar-benar mencatat sejarah. Selama lima tahun terakhir, rata-rata serapan pemerintah hanya berkisar 1-1,2 juta ton. Kini, lonjakannya mencapai 1,88 juta ton. Semua murni dari hasil keringat petani dalam negeri. Ini bukan sekadar angka, tapi simbol kebangkitan.
Gebrakan Mentan Amran dalam menggenjot produksi diiringi kepiawaian Perum Bulog dalam menyerap gabah petani. Hasilnya, sinergi antara Kementerian Pertanian dan Perum Bulog terbukti efektif dan produktif, dengan cadangan beras pemerintah yang terus membengkak.
Namun jujur harus diakui, keberhasilan ini tak bisa dilepaskan dari figur Mentan Amran sendiri. Ia bukan sekadar menteri teknokratik, melainkan prime mover dari semua proses ini. Ia kerap turun langsung ke lapangan, mengawasi titik-titik yang lemah dalam proses serapan. Ia pun tak segan mencopot petugas yang menghambat jalannya program. Beberapa pimpinan Bulog daerah bahkan telah diganti sebagai bukti keseriusannya.
Kerja keras ini membuahkan hasil menggembirakan. Perum Bulog kini bergerak tanpa kenal lelah — bahkan di hari libur nasional — demi menyerap gabah petani sebanyak-banyaknya. Inilah etos kerja baru dalam tubuh birokrasi pangan kita.
Sebagai pemegang “pedang samurai”, Mentan Amran membuktikan bahwa kerja keras dan kerja cerdas akan membuahkan hasil. Pemerintah pun kini mampu menjawab tantangan — bukan hanya dalam produksi, tetapi juga dalam penyerapan dan pengelolaan pasca-panen.
Namun tantangan belum usai. Pertanyaan besar kini bergeser ke aspek logistik: bagaimana dengan penyimpanan? Apakah gudang Bulog cukup menampung lonjakan hasil panen ini? Ataukah pemerintah perlu membangun lebih banyak gudang baru?
Mentan Amran kembali tanggap. Ia segera melaporkan kekurangan gudang kepada Presiden Prabowo. Respons pun datang cepat: pemerintah menyiapkan pembangunan 25.000 gudang alternatif di berbagai wilayah strategis. Ini adalah langkah antisipatif yang membuktikan bahwa kebijakan pangan tak lagi dijalankan secara reaktif, tapi proaktif.
Dari dinamika ini, kita bisa menyimpulkan: Mentan Amran telah melampaui ekspektasi. Ia tak hanya hadir sebagai birokrat, tapi sebagai pemimpin perubahan di sektor pangan. Gebrakan yang ia lakukan tak hanya menjawab tantangan jangka pendek, tapi juga membuka jalan bagi terwujudnya swasembada pangan sejati.
Semoga kerja keras ini membawa keberkahan, khususnya bagi para petani — ujung tombak kedaulatan pangan bangsa.
(Penulis: Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat)