Oleh : Abd. Murhan , R.SE.
Pandangan ini perlu kita telaah lebih dalam, mengingat kehidupan manusia di awal sejarah hanya berdiri sendiri, seperti pada masa Nabi Adam A.S dan istrinya. Pada waktu itu, mereka tidak menyadari hubungan antara wilayah tempat tinggal mereka dengan kehidupan sehari-hari. Perkembangan pengetahuan manusia mengenai hubungan antara wilayah dan kehidupan manusia secara bertahap dimulai dari zaman ke zaman.
Pada masa jahiliyah, ketika budaya dan hukum belum dikenal secara formal, kehidupan manusia cenderung bersifat individualistik. Budaya dan hukum rimba menjadi pedoman hidup di wilayah tersebut. Seiring berjalannya waktu, manusia mulai mengenal budaya yang mengatur kehidupan dengan adat, yang bertujuan untuk menjaga keseimbangan antara manusia dan alam.
Proses perubahan ini, dari hukum rimba menuju sistem yang lebih teratur, menunjukkan bahwa manusia secara otodidak mengembangkan ilmu pengetahuan untuk mengelola wilayah yang mereka huni. Pendidikan dan budaya memandu manusia menuju peradaban yang lebih baik, menggeser hukum rimba dengan tuntutan hak dan keadilan.
Dalil Al-Qur’an dan Hadis:
Dalam Al-Qur’an Surah Al-Hujurat (49:13), Allah berfirman, “Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.” Ayat ini menggarisbawahi pentingnya persatuan dan keragaman dalam masyarakat, yang relevan dengan pembentukan negara yang mengakomodasi berbagai kelompok.
Selain itu, Hadis Nabi Muhammad SAW menegaskan bahwa “Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk tubuh dan wajah kamu, tetapi Dia melihat hati dan amal kamu” (HR. Muslim). Hadis ini menekankan bahwa niat dan amal dalam membangun masyarakat adil merupakan landasan penting bagi negara yang berkeadilan.
Konstitusi dan Hukum:
Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa “Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara yang berbentuk republik.” Hal ini menegaskan bahwa NKRI adalah hasil dari perjuangan dan kesepakatan bangsa Indonesia. Pancasila, sebagai dasar negara, juga memuat nilai-nilai yang mendukung persatuan dan keadilan sosial. Sila ke-3 “Persatuan Indonesia” dan sila ke-5 “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia” menunjukkan komitmen bangsa untuk mengakomodasi keragaman budaya dan keyakinan.
Referensi Sejarah dan Teori Negara:
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 menandai pernyataan kemerdekaan dan pembentukan negara yang merdeka dan bersatu. Perjuangan selama lebih dari 400 tahun untuk kemerdekaan dan pembentukan NKRI adalah manifestasi dari kehendak bangsa untuk membentuk negara yang adil dan bersatu.
Teori kontrak sosial menjelaskan bahwa negara dibentuk berdasarkan kesepakatan antara individu untuk membentuk struktur pemerintahan yang mematuhi hukum dan melindungi kepentingan bersama. Ini relevan dengan pembentukan negara NKRI sebagai hasil dari kesepakatan untuk mencapai tujuan bersama.
Budaya dan Kearifan Lokal:
Kearifan lokal dan adat di Indonesia mencerminkan bagaimana budaya dan aturan adat mempengaruhi pembentukan dan pengelolaan wilayah. Prinsip-prinsip ini mendukung pengaturan wilayah berdasarkan adat dan budaya lokal, yang juga diterima dalam konteks kebangsaan.
Dengan mengintegrasikan dalil-dalil ini, kita dapat memahami bahwa pembentukan NKRI adalah hasil dari perubahan sejarah, perkembangan pengetahuan, dan kesepakatan sosial yang mendalam. Negara ini berdiri bukan hanya sebagai hasil dari perjuangan, tetapi juga sebagai wadah untuk mempersatukan berbagai budaya dan keyakinan dalam satu kesatuan bangsa. Sebagai bangsa, kita diharapkan untuk menghargai dan melestarikan nilai-nilai yang mendasari pembentukan NKRI, serta terus mengembangkan negara dengan kesadaran akan pentingnya persatuan dan keadilan.