OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA
Bagi Perum Bulog, penugasan yang diberikan Pemerintah untuk menyerap gabah dan beras dalam Musim Tanam padi periode Ok-Mar 2025, dapat dianggap sebagai kehormatan dan tanggungjawab yang sangat mulia untuk digarap dan dikerjakan secara sungguh-sungguh. Pemerintah sendiri percaya, Perum Bulog akan mampu melaksanakannya dengan baik.
Upaya menyerap gabah petani setara 3 juta ton beras, selain dibutuhkan untuk memenuhi komsumsi masyarakat juga sangat diperlukan untuk mengokohkan cadangan beras Pemerintah, yang selama ini seringkali merisaukan. Lebih jauh dari itu, langkah ini pun merupakan titik awal pemcapaian swasembada pangan yang dicanangkan Pemerintahan Presiden Prabowo bersama Kabinet Merah Putih.
Persoalannya, tentu hanya terkait dengan penyerapan yang butuh perjuangan keras untuk menggapainya, namun tak kalah penting untuk dijadikan perenungan adalah bagaimana dengan kualitas gabah yang diserap. Adanya kebijakan “satu harga”, dengan mengesampingkan kadar air maksimal 25 % dan kadar hampa maksimal 10 %, dikhawatirkan Perum Bulog akan menyerap gabah petani sesuka hati.
Lebih gawat lagi, bila panen raya berlangsung di musim hujan. Artinya, dapat dipastikan Perum Bulog akan menyerap gabah petani berkualitas “gabah basah”. Petani tidak mungkin akan dapat mengeringkan gabah jika sinar matahari tidak bersinar. Dilain pihak, fasilitas alat pengering gabah (dryer) relatif terbatas dan tidak dimiliki petani pada umumnya.
Disodorkan pada masalah seperti ini, tentu akan lebih keren, kalau Perum Bulog bersama Kementerian/Lembaga terkait menginisiasi pemberian fasilitas alat pengering gabah kepada para petani. Kebijakan Bantuan Alat Mesin Pertanian (Alsintan) yang selama ini lebih menukik ke upaya peningkatan produksi, kini sudah saatnya menengok ke paska panen.
Sebetulnya, banyak keuntungan yang dapat dipetik, bila petani difasilitasi dengan alat pengering gabah berteknologi sederhana, sehingga mudah dioperasionalkan oleh petani. Untuk lebih terkelola dengan baik, bersama organisasi petani sekelas, KTNA, HKTI, SPI dan lain-lain, dapat mengoptimalkan keberadaan Kelompok Tani atau Gapoktan.
Sekiranya, para petani telah memiliki alat pengering gabah, sepertinya mereka tidak perlu was-was lagi dalam menjual gabah kering panennya. Petani, tidak perlu risau, atas pengalaman anjloknya harga gabah setiap musim panen datang. Dengan ditetapkannya “satu harga” gabah petani sebesat Rp. 6500,- per kg, dapat dipastikan tidak akan ada lagi istilah anjloknya harga gabah.
Kebijakan “satu harga” gabah di petani, sesuai Peraturan Kepala Badan Pangan Nasional No. 2/2025 setelah Lampiran I poin A dan Lampiran II nya dicabut, secara tidak langsung memberi berbagai kemudahan bagi petani dalam menjual gabah hasil panennya. Pertama, petani tidak perlu was-was dan ketakutan, saat panen raya tiba, harga gabah akan anjlok. Kebijakan “satu harga” menjamin petani dapat menjual gabahnya seharga Rp. 6500,-
Kedua, Perum Bulog sendiri secara administratif tidak akan diribetkan oleh urusan persyaratan kadar air dan kadar hampa dalam melakukan penyerapan gabah petani. Tidak diberlakukannya aturan harga gabah kering panen Rp. 6500,- bila kadar air maksimal 25 % dan kadar hampa maksimal 10 %, membuat Perum Bulog begitu leluasa dalam membeli gabah petani. Hal ini memberi peluang terjadinya penyerapan gabah petani yang lebih besar.
Persoalan akan menjelimet, kalau panen raya kali ini, berbarengan dengan turunnya hujan, karena masih berlangsung iklim ekstrim yang susah diprediksi. Ini yang dirisaukan, iklim dan cuaca tidak berpihak ke petani. Di lain pihak, dengan keterbatasan petani terhadap penguasaan alat pengering gabah, dipastikan akan terjadi lagi sindrom gabah basah.
Gabah basah bukanlah suatu problem baru. Sudah sejak lama petani merasakan bila panen padi berbarengan dengan musim penghujan, pasti gabah nya akan basah. Untuk mengeringkan hasil panen nya, petani sangat menggantungkan diri pada kehadiran sinar matahari guna menjemur gabah hasil panen nya. Sekali nya tidak ada matahari, maka wajar bila gabah nya basah.
Sebelum dicabutnya persyaratan pembelian oleh Perum Bulog, gabah basah benar-benar menjadi masalah. Bila gabah kering panen (GKP) tidak mampu mencapai kadar air maksimal 25 %, pasti harga jual nya tidak akan sesuai dengan standar harga yang telah ditetapkan dalam aturan Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Harga gabah akan semakin turun seirama dengan semakin tinggi nya kadar air.
Dihadapkan pada kondisi yang demikian, sebetul nya negara harus hadir di tengah-tengah kehidupan petani. Pemerintah tidak boleh berdiam diri. Pemerintah segera harus turun tangan. Para pengambil kebijakan yang memiliki kewenangan untuk menangani paska panen, sudah sepatut nya berpikir keras dan mencari terobosan cerdas guna melahirkan solusi terbaik nya.
Gabah basah adalah bentuk ketidak-mampuan petani dalam meningkatkan kualitas gabah hasil panenan nya untuk memperoleh harga jual yang sesuai dengan ketentuan HPP. Petani sendiri tidak ingin gabah nya basah. Petani juga benci bila gabah nya tidak mampu memenuhi kadar air 25 %. Petani tahu persis jika ingin memperoleh harga yang sesuai HPP, maka gabah nya harus kering.
Itu sebab nya sudah sejak lama petani meminta kepada Pemerintah, jika akan memberi bantuan, sebaik nya jangan traktor melulu, tapi sudah waktu nya pula diberikan peralatan paska panen seperti alat pengering. Aneh nya ternyata Pemerintah lebih senang memberi bantuan alsintan yang sifat nya untuk meningkatkan produksi, padahal yang dibutuhkan petani adalah alsintan untuk penanganan paska panen.
Jadi, bila Pemerintah ingin disebut hadir di tengah-tengah kesulitan petani sekaligus menunjukan keberpihakan nya, maka solusi cerdas nya, petani perlu dibantu dengan alat pengering gabah. Petani pasti akan berterima-kasih bila di saat panen raya sekarang Pemerintah turun ke petani sambil membawa alat pengering dan tidak lagi membagi-bagikan traktor.
Akhirnya perlu diingatkan, dengan adanya kemauan untuk menuju “satu harga” gabah, mesti nya para petani tidak perlu risau lagi, karena dalam panen raya sekarang, Pemerintah telah memberi jaminan bakal membeli gabah hasil petani. Presiden Prabowo juga telah menegaskan komitmen nya bahwa tahun ini bangsa ini tidak akan impor beras. Bagi Bulog sendiri, menyerap 3 juta ton setara beras, jelas sebuah perjuangan yang tidak mudah untuk dijawab. (PENULIS, KETUA DEWAN PAKAR DPD HKTI JAWA BARAT).