*Oleh: Damai Hari Lubis-Pemerhati Politik Hukum Mujahid 212*
Ikhtisar: Objek perkara memiliki hubungan dengan akun fufu fafa
Para pemuda eksekutor lapangan di Hotel Grand Kemang sebaiknya dilindungi oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Pertimbangannya adalah bahwa, dalam era kepemimpinan Jokowi, distorsi tatanan hukum secara kasat mata sering terjadi melalui pola “suka-suka” atau “sungsang.”
Oleh karena itu, para eksekutor yang hanya bertindak atas perintah perlu dipandang secara jernih dan objektif. Secara substansial, mereka adalah bagian dari korban pola kepemimpinan era Jokowi yang sarat dengan moral hazard. Publik secara umum juga menjadi saksi dari perilaku aparat penegak hukum terhadap para tersangka kasus korupsi, gratifikasi, dan nepotisme yang melibatkan politisi kaliber, seperti Airlangga, Zulhas, LBP, Muhaimin, Anwar Usman, Gibran, dan Kaesang. Beberapa di antaranya malah diberikan jabatan tambahan, sementara proses penegakan hukumnya stagnan dan tidak jelas arahnya, menunjukkan pola hukum yang suka-suka tanpa asas legalitas yang jelas.
Dari perspektif politik dan hukum, jelas bahwa para eksekutor lapangan di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan, tidak memiliki kepentingan pribadi atau latar belakang permusuhan dengan para korban eksekusi, terutama terkait sengketa primordial. Diskusi terkait kegiatan Forum Tanah Air (FTA), dalam rangka Silaturahmi Kebangsaan Diaspora bersama Tokoh dan Aktivis Nasional, menunjukkan bahwa para peserta adalah lintas SARA.
Oleh karena itu, para pelaku eksekusi dan penyerangan yang hanya dimanfaatkan oleh doen pleger (yang menyuruh melakukan) atau intellectuele dader sebagai otak pelaku yang berkepentingan, harus dijatuhi hukuman yang setimpal. Mereka memanfaatkan kelemahan psikologis dan ekonomi para pemuda ini demi tujuan politik sesaat, hanya dengan imbalan kecil, memanfaatkan situasi ekonomi negara yang sedang tidak sehat.
Jika kepentingan tersembunyi hanya berupa alih isu terkait kasus akun fufu fafa yang memakan korban, maka lebih baik para pelaku eksekusi dan persekusi diajak bekerja sama sebagai justice collaborator yang diatur dalam Pasal 1 Angka 2 UU 31/2014 Jo. UU 31/2014 serta Peraturan Bersama Menkumham, Jaksa Agung, Kapolri, KPK, Ketua LPSK Nomor M.HH-11.HM.03.02, PER-045/A/JA/12/2011, 1, KEP-B-02/01-55/12/2011, 4 Tahun 2011, dan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2011.
Dengan begitu, para eksekutor dapat bekerja sama setelah mendapatkan keyakinan bahwa mereka akan dilindungi dan tidak akan terus-menerus mendapat hujatan dari publik. Mereka bisa mengungkap dalang kerusuhan yang terkait akun fufu fafa serta membantu menghukum otak pelaku secara maksimal. Memasuki era lengsernya “revolusi rusak mental ala Jokowi,” diharapkan hukum dapat menangkap bukan hanya kelas teri, tetapi juga “kakap dan kepala kakapnya.”